Tepat 4 hari setelahnya, Kenta terbang ke Seoul meninggalkan Mitchell yang memutuskan untuk berangkat satu hari setelahnya, atau tepatnya hari ini, karena kedua orangtuanya ada meeting penting dengan client. Besok Summer school telah usai menandakan Bev dan Mike akan pulang ke tanah air tepat sehari setelah Mitchell berangkat ke Seoul.
Papa memesankan flight Mitchell pada pukul 3 sore agar Mitchell tak perlu terburu-buru bangun lebih pagi. Barang miliknya telah ia kemas rapih pada koper yang berdiri kokoh siap berangkat. Sebenarnya ini kali pertama Mitchell travelling sendirian namun fikirannya tak sempat merasa cemas karena kesedihan telah lebih dulu memenuhinya. Walaupun Mitchell baru mengenal Bev dan Mike sebulan terakhir rasanya seperti meninggalkan keluarga. Mungkin karena mereka menghabiskan waktu 24 jam bersama yang membuat rasa kesepian Mitchell hilang sejenak.
Semalaman Mitchell tak bisa tidur memikirkan fakta bahwa ia akan sendirian. Lagi. Tak ada lagi yang akan menyapanya di pintu kamar. Tak ada lagi suara berisik Bev dan Mike yang bersikukuh atas hal random. Walaupun ini keputusan yang murni ia buat sendiri, namun Mitchell tak bisa membendung perasaannya. Sedih, takut, kesepian semua campur aduk menjadi satu.
Sebelumnya ia merasa tak masalah. Walaupun kesepian sering datang berkunjung, namun ia menerimanya dan melanjutkan hidup seolah semua baik-baik saja. Namun setelah Bev, Mike dan Kenta datang ke dalam hidupnya, mendadak kesepian menjadi masalah besar. Setelah mencicipi hidup penuh keriuhan, Mitchell tak ingin kembali ke titik nol, dimana kesepian telah menunggunya.
Jam telah menunjukan pukul 11:00, waktunya Mitchell berangkat. Mike membantu membawakan koper-koper miliknya dan Bev sibuk merangkulnya seraya mereka bertiga turun ke lobby.
"Mitch, im gonna miss you so bad that to the point i regret doing bad job on that first audition" Mitchell flashback pada masa Bev menceritakan bahwa ia menyanyikan lagu mengheningkan cipta untuk audisi. Entah kenapa mulutnya terasa asam dan matanya terasa panas mengingat memori itu. "Gue masih gak rela lo, bocil gini, bakal hidup seberat itu jadi trainee Mitch" Kenta memeluknya dan Bev dari belakang.
"Kalau lo nanti disuruh diet ketat sama SM, toyor kepalanya Mitch. Jangan dengerin. Please tanya gue kalo ada apa-apa sebelom lo dengerin mereka" Bev melepaskan pelukannya, kedua tangannya meraih bahu Mitchell. Air mata pertama Bev terjatuh ketika ia mengedipkan matanya. "Its been great great journey, meeting you here Mitchell" ujarnya pelan dengan suara yang bergetar sebelum akhirnya mendekap tubuh Mitchell kembali dalam pelukannya dan terisak.
Mitchell mengigit keras bibirnya. Menahan air mata yang terasa panas dan siap tumpah. Mitchell mendongakkan kepala dan mengedipkan kedua matanya dengan cepat. Ia tak boleh menangis. Kalau Mitchell menangis sekarang, Bev dan Mike akan lebih khawatir lagi akan dirinya. Ini keputusan kamu Mitch. Jangan nangis karena kamu yang pilih ini. Tahan.
Begitu Bev melepaskan pelukannya, giliran Mike menarik bahunya ke dalam pelukan. Tubuh Mike yang tinggi membuat Mitchell bisa membenamkan mukanya pada dada bidang Mike. Mike mengelus pelan helaian rambut Mitchell, dan berbisik. "You are a star. You always been a star. Dont let anyone tells you otherwise. Lo udah kayak adek gue sendiri. Please cerita kalau ada sesuatu yang mengganggu. Im glad my dad force me to join this summer camp so i can finally met you, my long-lost lil sis"
Baru kali ini Mitchell mendengar Kenta bicara sehalus itu. Suaranya sangat tenang seperti takut Mitchell akan pecah bila ia memperbesar volume suara. Bibir Mitchell bergetar mendengar ucapan Mike. Tubuhnya yang amat hangat membuat pelukan Mike terasa seperti tempat paling aman di muka bumi.
Mitchell melepas pelukannya dan mundur dua langkah. Giginya masih mengigit keras bawah bibir dan ia memalingkan wajahnya ke samping selama beberapa saat. Mencoba menenangkan fikirannya yang mulai runtuh selaras dengan pandangannya yang semakin kabur.
"Its sucks how i just found someone who can make my loneliness fade away and now im the one who walk away. Sorry for cursing" Ujarnya sambil menatap kedua teman di depannya dengan mata berkaca-kaca. Tak sanggup menatap Bev yang masih terisak, Mitchell mengarahkan pandangannya ke langit. "Makasih buat satu bulan ini. Udah jagain aku, udah ingetin aku makan, bahkan udah bikin aku ikut audisi. Kalau gak ada kalian kesempatan ini gak akan pernah datang ke hidup aku. Please visit me sometimes. I..." Mitchell menarik nafas dalam-dalam sambil mengepalkan kedua tangannya berusaha sekuat tenaga agar airmatanya tidak terjatuh.
"I love you guys" bisiknya dengan suara bergetar. Melambaikan tangan terakhir, Mitchell pun masuk ke dalam taxi yang telah menunggunya. Di dalam mobil, Mitchell menundukan kepalanya sambil menggenggam kencang tali tas selempang coklatnya. Tak berani menoleh ke belakang karena ia takut itu akan merubah fikirannya.
Ketika taxi telah bergerak cepat menelusuri jalan bebas hambatan, penglihatan Mitchell mulai kabur. Tetes pertama air matanya jatuh membasahi tangannya yang masih ia biarkan menggantung di tali tas. Mitchell menutup matanya dan membiarkan air mata yang telah ditahannya tumpah begitu saja membasahi pipi. Sekelebat throwback muncul di benak Mitchell. Masa-masa dimana Bev dan Kenta heboh merecokinya karena belajar terlalu lama. Untuk pertama kalinya Mitchell merasa ada orang yang benar peduli padanya selain Adell.
Tak terasa taxi yang ditumpangi Mitchell telah tiba di terminal keberangkatan. Menghembuskan nafas panjang, Mitchell mendorong koper-kopernya menuju loket check-in. Fikirannya masih terlalu sendu untuk dapat melihat ke sekelilingnya. Segala proses mulai dari check in, imigrasi, pemeriksaan barang bawaan dan pemeriksaan badan akhirnya Mitchell tiba di gatenya.
Masih tersisa satu jam sebelum keberangkatan. Mitchell memilih tempat duduk kosong di pojok ruang tunggu pesawat. Salah satu alasan Mitchell benci menangis ialah efek setelahnya yang membuat kepala pening dan hidung tersumbat. Mitchell merogoh tas selempangnya untuk mencari airpods yang ia ingat betul sudah tersimpan rapih di sleting sebelah kanan.
Ketika tangannya hendak akan mengambil airpods, tak sengaja jarinya menyentuh permukaan sebuah benda di sebelahnya. Bentuknya seperti kertas namun Mitchell tak ingat pernah menaruh kertas di dalam tasnya. Penasaran, ia keluarkan benda itu yang ternyata adalah sebuah amplop. Mitchell membuka amplop itu, di dalamnya terdapat secarik surat dan dua buah permen mint.
I somehow have a feeling that you'll be so upset leaving Bev and Mike. Here's mints to cheer you up. Just so remember ill be waiting for your arrival in Seoul. -Kenta
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
FanfictionSerendipity [seren'dipede] /noun/ Keberuntungan yang datang tidak terduga Hidup adalah misteri. Setiap langkahmu merupakan clue. Bagaimana jika suatu hari keberuntungan membawamu untuk menjadi seorang trainee? Akankah kamu terima? Idol AU #1 kpopfa...