26

790 65 0
                                    

Mrs

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mrs.Kim menyunggingkan senyum lembut pada Mitchell. Tak terlihat segurat pun kelelahan dalam wajahnya. Mrs.Kim menginstruksikan Mitchell untuk mengeluarkan suara sesuai dengan note yang ia pencet. Entah kenapa jantung Mitchell berdegup kencang.

Nada demi nada telah Mitchell coba tanpa mengetahui batas normal vocal range seseorang. Ia mencoba sekuat tenaga sampai akhirnya Mrs.Kim berhenti menekan nada, mencatat pada sebuah kertas dan membalikkan badannya ke arah Mitchell.

"There's 2 type of vocal range a person can reach. Do-able and sing-able. Your do-able vocal range cover from D3 to A3, a bit more wide than other mezzo-sopran range. I want us to turn your do-able range to sing-able. Ok?" Sebenarnya Mitchell kurang mengerti apa itu do-able dan sing-able namun ia mengurungkan niatnya untuk bertanya karena masih ada beberapa trainee yang belum mengikuti test. Takutnya ia malah menghambat waktu Mrs.Kim. "Please call Kenta for me, dear" ujarnya seiring Mitchell berjalan keluar ruangan menuju ruangan sebelah untuk memanggil Kenta.

Giliran Kenta berlangsung sekitar 15 menit sebelum ia kembali ke ruangan tempat Mitchell berusaha menghafal kunci major dan minor. "Ken do-able sama sing-able notes tu apa deh?" Tanyanya ketika Kenta duduk di kursi sebelahnya. "Hm? Do-able berarti lo bisa sampe. Sing-able lo bisa nyanyiin" Jawabnya tak yakin, baru kali ini Kenta mendengar istilah tersebut. "Hahhh bedanya apa?"

"Its like if you can reach certain notes doesnt mean you should sing it. Kenapa sih?" Kenta menggeser tangan Mitchell di tuts keyboard dan mulai memencet kunci tertentu seperti sedang mengecek hasil range vocalnya tadi. "Mrs.Kim bilang tadi harus bikin do-able notes aku jadi sing-able" Jawab Mitchell masih kebingungan, sedikit menyesal tadi ia tidak bertanya langsung pada Mrs.Kim. "Ohhhh, berarti beberapa nada lo belom terlalu stabil. Sampe, tapi gak stabil. Jd lo harus bikin nada-nada ga stabil itu sampe sangat stabil buat lo pake kalau nyanyi nanti" ahhhhhh, kini Mitchell mengerti.

"Range kamu berapa Ken?" Mitchell sedikit penasaran akan hasil range vokal Kenta yang kalau diingat sangat luas. Suara Kenta memang berat dan rendah, namun beberapa kali Mitchell mendengar Kenta berlatih nada tinggi yang ia yakin ia tak akan pernah bisa menyanyikannya. "F2-C5 kayanya tadi, tapi beberapa notes gue paksain. Kayak do-able tapi gak sing-able" Mitchell menganggukan kepalanya namun sebenarnya ia tak terlalu mengerti tentang range vokal.

Setelah briefing terakhir dari Mrs.Kim, Kenta dan Mitchell memilih untuk belajar di perpustakan ketimbang berlatih mandiri seperti trainee lainnya. Walaupun lelah, Mitchell tahu betul ia harus mempersiapkan testnya dengan baik.

Ruangan perpustakaan SM terlihat sangat modern dan rapih walaupun variasi bukunya tak terlalu banyak. Didominasi dengan warna pink, ruangan ini lebih diperuntukan para trainee belajar atau mengerjakan ketimbang perpustakaan. Dapat terlihat dari beberapa trainee yang sedang sibuk mengerjakan tugas pada laptopnya masing-masing.

Setelah bertegur sapa dengan trainee-trainee yang ada disana, Mitchell memilih meja paling belakang ruangan agar suaranya tak menganggu para trainee lain. Membiarkan Kenta yang sedang sibuk mencari buku soal ISEE untuk mereka berdua. Mitchell menghempaskan tubuhnya ke kursi dan melemaskan otot-otot lehernya. Walaupun hari ini ia tak ada jadwal kelas dance, entah mengapa ini sungguh melelahkan. Energinya telah terkuras habis dan rasanya ia ingin segera pulang dan menutup hari. Namun apa boleh buat.

Kenta membawa dua buah buku tebal dengan sampul bertuliskan 'Upper Level ISEE 1500+ practice question'. Mitchell menghembuskan nafas panjang sebelum membuka halaman pertama sambil menyiapkan notes buku yang kemarin dibelinya. "Mitch. Ayo susun strategi" Sebelum Mitchell membaca soal pertama, Kenta menepuk tangannya beberapa kali. "Strategi apa?"

"Ok hear me out. Ada 5 jenis tes di ISEE, total 160 soal ditambah 1 essai kan? Gini. Tiap hari lo udah wajib kerjain 1 paket. Wajib. Usahain dua paket. Satu lo cicil di jam-jam kosong training, satu lo kerjain di jam latihan mandiri kaya sekarang. Essai lo kerjain dirumah tiap malem, besoknya gue bantu cek. Gimana?" Mitchell terkejut mendengar penjelasan Kenta. Sejak kapan memikirkan hal ini? Tak sadar ia membuka mulutnya takjub.

"Gimanaaaa? I know itll be hard but you have no other choice Mitch" Kenta mengacak rambutnya frustasi, mencoba cari cara yang lebih efektif namun otaknya tak bisa memikirkan cara selain meminta Mitchell mengerjakan soal setiap saat. "Ok ill try. Hmmm.. kayanya aku bisa kerjain quantitative reasoning di kelas bahasa korea. Math achievement waktu istirahat, jadi bisa nanya kamu. Reading comprehesion sama verbal reasoning bisa aku cicil dikit-dikit di waktu training. Kok kamu malah mikirin aku sih, kamu gimana?" Mitchell menempatkan bagian yang ia kuasai, reading comprehesion dan verbal reasoning, di waktu yang benar-benar terbatas dan sebaliknya, matematika di waktu yang sedikit lebih luang agar ia bisa lebih fokus mengerjakannya.

"Ok good!" Kenta mengacak rambut Mitchell pelan. "Sebenernya Mitch, ISEE kan school entrance examination, gue udah pernah ambil. Bahkan taun lalu gue sempet ikut SSAT dari sekolah. Okaasan udah sertakan hasil testnya di dokumen gue. Sebenernya test masuk ini cuma untuk formalitas. Beda cerita sama lo" Kenta memalingkan wajahnya, entah kenapa merasa bersalah. Seandainya bisa bertukar posisi, ia akan bersedia menggantikan Mitchell mengerjakan soal ISEE nya. Walaupun tak sesulit SSAT, ISEE yang dipersiapkan selama 5 hari tentu tak akan maksimal.

Mitchell bertopang dagu memikirkan ucapan Kenta tadi. Seandainya Mitchell tak meraih beasiswa, Ia akan diharuskan mengambil tes ISEE di sekolah lamanya untuk bisa lanjut ke jenjang SMA, ini tentu akan berpengaruh besar untuknya saat ini. Bahkan mungkin ia tak perlu lagi mengerjakan tes ini. Namun lagi-lagi, apa boleh buat. Sekarang ia hanya bisa mengerjakan soal sebanyak mungkin untuk mempersiapkan otaknya untuk test hari  sabtu nanti.

"Make sense sih Ken. Oke aku coba kerjain soal sebanyak mungkin dalam sehari. At least 2 paket" Mitchell mengepalkan kedua tangannya ke udara lalu mulai membaca soal nomor satu. Kenta tertawa kecil melihat Mitchell dan ikut mengerjakan soal pada bukunya. Kenta yakin kalau ada orang yang bisa lolos tes masuk ISEE dalam waktu 5 hari, Mitchell lah orangnya. "Ken" Panggilan Mitchell membuat Kenta berhenti membaca soal dan menolehkan kepalanya ke arah Mitchell. "Thankyou!" Mitchell menyunggingkan senyum terlebarnya sebelum mulai membaca soal selanjutnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang