19. Penyihir dari Barat

10.6K 900 3
                                    


.....

Hiruk pikuk suara manusia dan denting pedang yang saling beradu membangunkan Koa dari alam mimpi. Kepalanya sontak terasa pening. Mungkin karena baru tertidur selama beberapa jam saja. Semalam Koa kesulitan memejamkan mata karena sibuk memikirkan nasib malangnya sebagai lady dari Dorian Dukedom.

Menganalisa ulang segala keputusan yang telah diambil, Koa mengerti rencana ini tidak akan berjalan lancar begitu saja tanpa adanya hambatan. Koa hanya tidak menyangka, untuk berpisah dari Nathaniel saja ia harus dihadapkan pada insiden mengerikan seperti ini. Untung Koa masih bisa selamat meskipun harus merelakan beberapa tulang rusuknya patah.

'Jika hari itu aku tidak selamat dan mati di dunia ini, ke mana jiwaku akan pergi?' batin Koa penasaran. 

Adakah konsep surga dan neraka di dunia ini?

Koa memutuskan untuk bangun. Ia keluar dari ranjang sembari membalut tubuhnya dengan selimut. Wanita itu terlihat meringis menahan sakit ketika tanpa sadar melakukan gerakan yang salah. Koa memang diminta untuk berhati-hati saat bergerak sebab lukanya belum sembuh total.

Malas meminta bantuan orang lain, Koa berjalan sendiri mendekati jendela besar yang ada di ruangan tersebut. Langkah pelannya terlihat gontai. Dengan sisa tenaga yang masih ada, Koa berjuang keras membuka jendela kaca yang menghubungkan lantai kamar dengan balkon luar.

Semilir angin langsung menerpa wajah Koa sesaat setelah jendelanya berhasil dibuka. Koa meniupkan napasnya ke udara ketika menyadari suhu di luar sangat dingin.

Hari masih pagi. Bahkan matahari pun belum menampakkan diri. Tetapi orang-orang di bawah sana— sepertinya para ksatria milik Keluarga Leander— sudah sibuk melakukan rutinitas harian mereka. Koa merasa takjub karena tidak terlihat sama sekali ekspresi kantuk di wajah orang-orang itu.

Koa menyenderkan tubuhnya ke sisi tinggi balkon. Menyangga dagu dengan tangan, diam-diam mengamati para ksatria yang tengah melakukan pemanasan. Sembari membuat asap dengan napasnya sendiri, Koa lagi-lagi melamun.

'Kurasa, insiden kemarin cukup banyak membantu rencanaku. Mengingat pelaku utamanya adalah orang terdekat Nathaniel, Duke Sander sudah pasti akan lebih keras lagi dalam menentang pertunangan ini dibandingkan sebelumnya. Tinggal menunggu waktu sampai raja mengeluarkan keputusan final.'

Koa menajamkan penglihatannya saat menyadari seseorang baru saja masuk ke area lapangan. Para ksatria yang tadinya sibuk melakukan pemanasan dengan cepat membariskan diri. Orang yang baru datang itu adalah Black Leander— duke sekaligus pemimpin para ksatria di Leander Dukedom. Pedang hitam besar yang dibawa Black menggunakan tangan kanannya membuat nadi-nadi di lengan kekar pria itu timbul. Tampak seperti rambatan akar pepohonan.

'Pemandangan yang menyegarkan mata,' batin Koa sembari menyembunyikan senyumannya di balik kain selimut.

Ada yang berbeda dari penampilan Black hari ini. Pria yang selalu mengenakan setelan formal setiap kali mereka bertemu, pagi ini terlihat hanya memakai atasan sederhana berupa manset tanpa lengan— benda itu semakin memperjelas lekuk tubuh bagian atas Black.

Perlu kalian ketahui. Koa penggemar berat otot.

Tak seperti Duke Sander yang menugaskan seorang bawahannya menjadi komandan prajurit Dorian Dukedom, di tempat ini Black sendirilah yang memimpin pasukannya. Mungkin karena usia pria itu yang masih terbilang muda, Black ingin melakukan segalanya dengan tangannya sendiri. Entah pekerjaan kantor atau pun lapangan, Black menjalankan tugas utamanya sebagai seorang duke tanpa meminta bantuan dari orang lain. Black memang pria yang gila kerja.

"Ah—dia melihatku," gumam Koa saat matanya tanpa sengaja bertatapan dengan mata Black.

Cukup lama mereka saling bertukar pandang sambil mematung di tempatnya masing-masing. Mereka seperti sedang berkomunikasi melalui telepati. Mengetahui hal itu, Koa lantas terkekeh meski seketika terdiam saat sakit di dadanya muncul lagi.

Black tampak menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya 'Kau membutuhkanku?'

Dengan cepat Koa menggelengkan kepala dan memutuskan untuk kembali masuk ke dalam. Meninggalkan Black yang kebingungan di bawah sana. Koa sudah tidak kuat lagi menahan dinginnya pagi.

"Ah, ternyata Anda ada di situ Lady Dorian!"

Koa terkesiap, lalu memandang ke depan dengan dahi mengerut. Terlihat seorang wanita berwajah asing berdiri di sebelah ranjang. Pakaian yang dikenakannya terlihat aneh, mirip stola— gaun panjang tradisional perempuan zaman Romawi Kuno.

"Kau siapa?"

Wanita itu tersenyum ramah, kemudian menundukkan kepalanya ke depan, memberikan salam kepada Koa. "Saya Xylia, Lady Dorian."

'Xylia?' batin Koa bertanya-tanya.

Wajah Koa yang dipenuhi kecurigaan membuat Xylia tanpa sengaja tersenyum. "Saya penyihir dari barat yang dipanggil Lord Black untuk merawat Anda, Lady Dorian," jelas Xylia ramah.

"Ah—begitu."

Sebelumnya Black memang sudah menjelaskan kepada Koa jika bukan dokter yang menyembuhkan tulang rusuknya yang patah, melainkan penyihir. Itulah yang menjadi alasan mengapa Koa tidak terkejut saat Xylia memperkenalkan dirinya sebagai seorang penyihir.

Koa kembali mengeratkan selimut saat merasakan udara dingin dari luar menerobos masuk ke dalam kamar. Koa lupa menutup jendela karena lebih dulu dikejutkan oleh kedatangan tak terduga Xylia. Koa lantas berbalik, berniat untuk menutup jendela. Namun ketika tangannya hendak meraih tuas, jendela itu tiba-tiba saja tertutup sendiri. Koa melirik ke belakang, dan didapatinya Xylia dengan kedua tangan yang terangkat ke depan.

"Kau yang melakukannya?"

Xylia menganggukkan kepala, masih dengan tersenyum yang sama.

'Aku masih kurang begitu paham dengan hal-hal yang berbau sihir. Di novel memang pernah dibahas beberapa kali. Namun informasinya tidak begitu lengkap dan tidak terlalu berguna untukku.'

Koa kembali berbalik menghadap Xylia. "Kau butuh sesuatu?" tanya Koa pada penyihir itu.

"Saya perlu memeriksa kondisi luka Anda, Lady Dorian. Maaf jika kehadiran saya membuat Anda merasa tidak nyaman."

"Pagi-pagi seperti ini?"

Xylia mengangguk. "Seharusnya saya lakukan semalam. Namun berhubung Lord Black yang tidak kunjung keluar, saya berpikir beliau akan menginap. Oleh karena itu saya menunda pemeriksaannya. Saya tidak ingin mengganggu waktu kebersamaan Anda dengan Lord Black."

"Huh—? Kau salah paham. Hubungan kami tidak seperti itu," seru Koa salah tingkah.

"Maaf?"

Koa seketika menyesali ucapannya. "Ah... lupakan saja."

Tidak ada yang tahu perihal kontrak yang telah disepakati Koa dan Black. Jadi Koa rasa, tidak ada gunanya menjelaskan masalah ini kepada orang asing.

"Kau hanya perlu memeriksaku saja bukan?"

Xylia mengangguk.

"Baiklah."

Koa berjalan menuju ranjang untuk mengembalikan selimut. Ia terlihat menggigit bibir karena salah melakukan gerakan lagi. 'Jika bukan karena bantuan sihir, mungkin aku sudah mati karena komplikasi,' batin Koa sambil mengelus sisi dadanya yang sakit.

"Lady?"

"Ya?"

Xylia menatap Koa dengan sorot mata aneh. Wanita itu terlihat seolah tengah mengorek-ngorek isi kepala Koa. Tahu ada yang tidak beres, Koa langsung memalingkan wajah.

"Apakah Anda benar-benar berasal dari dunia ini?"

DEG!

Koa mematung, terkejut pada pertanyaan yang diajukan si penyihir. Mendapati senyum di wajah Xylia yang tak kunjung hilang, Koa menjadi merasa ngeri. "Apa maksud dari ucapanmu itu?"

"Maaf," tutur Xylia segera. Ia tak mau menjelaskan. Penyihir itu tiba-tiba saja bergerak maju dan mendekati Koa. "Bolehkan saya pinjam tangan Anda, Lady?"

Walau ragu, Koa mengabulkan permintaan Xylia. Pelan-pelan Koa mengangkat tangannya yang kemudian diterima oleh Xylia. Ketika tangan penyihir itu menyentuh kulit Koa, sesuatu yang ajaib terjadi. 

Koa menyadari rasa sakit di dadanya perlahan menghilang.

"Sepertinya sudah jauh lebih baik," ujar Xylia masih dengan senyuman yang sama.

.....

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang