79. Duel yang Ditunggu-tunggu

3.1K 292 4
                                    


.....

Kereta kuda beraksen perak dengan lambang singa meluncur gagah melewati gerbang Istana Dahlia. Kaki-kaki kudanya menghentak mantap di jalanan berbata, membuat ketegangan terasa teramat kuat di udara. Nampak di teras istana, sosok Zielle dan Aylin, sang tuan rumah, telah menunggu kedatangan Black dengan sambutan hangat.

"Kau tiba lebih cepat daripada perkiraanku," seru Zielle kepada Black. "Selamat datang di ibu kota, kawan."

Black melepaskan sarung tangan hitamnya, lalu mengajak Zielle berjabat tangan. "Sudah saya bilang, Anda tak perlu repot-repot menyambut saya." Pria itu kemudian menoleh ke arah Aylin dan memberikan senyuman ala kadarnya. "Bagaimana kabar Anda, Lady Otsana?"

Aylin menganggukkan kepala seraya membalas, "Kabar saya baik, Lord. Senang bisa bertemu dengan Anda lagi."

Lelah karena telah lama berdiri di luar, Zielle mengajak Black masuk ke dalam istana. Aylin mengira, Zielle akan mengantarkan Black ke kamar tamu, tetapi pria itu justru mengajak sang duke ke tempat lain.

"Tidakkah ini berlebihan, Black?" tanya Zielle, belakangan ia memang sibuk berpikir keras sendirian. Saat ini keduanya tengah menghabiskan sisa sore mereka di teras belakang istana, menikmati cerutu ditemani beberapa botol anggur. "Jangan berpikir yang macam-macam, aku hanya penasaran saja. Tentunya aku selalu mendukungmu."

"Bagian mana yang membuat Anda penasaran?" tanya Black, sedang malas berbasa-basi.

"Oh, baiklah." Zielle berdeham singkat, menyadari kekeliruannya. "Kau mengajak Nathaniel berduel, tapi tanpa duel pun, sebentar lagi Nathaniel akan menghadapi hukuman matinya. Menurutku, kau hanya buang-buang waktu."

Black menghembuskan isapan cerutunya, dan seketika asap putih mengepul di udara. "Tak ada istilahnya buang-buang waktu karena ini menyangkut kehormatan seorang lady, Yang Mulia. Percobaan pemerkosaan dan pembunuhan, kejahatan bajingan itu, dia memang pantas mati berkali-kali. Seandainya diizinkan, saya pasti mencincang-cincang habis tubuhnya, lalu membagikannya ke anjing-anjing liar di pinggiran hutan."

Zielle menatap langit senja yang merona, mencoba meresapi kata-kata tajam Black. Ia sudah tak heran dengan karakter Black yang keras dan selalu berpegang teguh pada prinsip hidupnya. Sejak mereka masih mengenyam pendidikan di Akademi Kerajaan, Black memang terkenal sebagai sosok yang tegas dan tak kenal kompromi ketika masalahnya berkaitan dengan perkara keadilan. "Kau tahu, terkadang aku merasa kesulitan untuk mengerti tujuan akhir dari setiap keputusanmu. Tetapi apa mau dikata, seperti itulah dirimu. Aku hanya ingin memastikan bahwa apa yang hendak kau lakukan, memang benar-benar layak untuk dilakukan," jelas Zielle sembari mengangkat gelas anggurnya.

Bibir Black tersenyum tipis, matanya yang gelap terlihat lebih tenang. "Kebenaran harus ditegakkan, apa pun caranya."

Terlalu asyik berbincang-bincang, tanpa terasa langit sore telah digantikan oleh langit malam. Topik diskusi mereka pun bergeser ke permasalahan yang lebih serius. Tak lagi membahas acara duel Nathaniel dan Black, kini mereka membahas masalah yang melibatkan bangsawan-bangsawan Elinor.

"Setelah menunggu sekian tahun, aku lega kita berhasil menghancurkan Plouton," celetuk Zielle, lalu disusul tawa pahitnya. "Perkumpulan busuk itu akhirnya bisa kita musnahkan."

Sehari setelah penangkapan Nathaniel di desa persembunyiannya, kelompok yang dibentuk Black untuk membasmi para koruptor bergerak cepat menjalankan misi. Para bangsawan anggota Plouton yang terindetifikasi melakukan pelanggaran ditangkap satu per satu, dan diantarkan ke Badan Penyidik Elinor bersama bukti-bukti kejahatan mereka. Operasi besar ini merupakan gerakan revolusi yang sudah lama disusun kubu Black - Zielle. Mereka ingin Elinor bersih dari koruptor sebelum Zielle naik tahta.

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang