67. Menghabiskan Malam Bersama

5.3K 433 11
                                    


.....

Mengalami cidera jaringan yang cukup parah, kemudian disusul oleh penanganan yang kurang optimal, luka bakar di kedua kaki Koa meninggalkan bekas yang sangat mengerikan. Alasan mengapa Koa sampai sekarang membatasi interaksinya dengan dunia luar, selain karena merasa malu, Koa mengakui bahwa dirinya menjadi gampang emosi setiap kali melihat luka tersebut. Lebih tepatnya, karena luka di kakinya itu mengingatkannya pada sosok bengis Nathaniel.

Koa menutup wajah dengan tangan, berusaha menyembunyikan rona merah yang muncul akibat ledakan emosi yang tak bisa lagi ditahan. Reaksi itu spontan ia berikan tatkala Black yang awalnya menyerah tiba-tiba menarik kembali selimutnya, lalu menyingkirannya dengan melemparkannya ke lantai. Tampak urat leher Black yang menegang setelah mengetahui keadaan terkini kaki Koa. "Astaga. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Black pada Koa.

'Lord Black pasti jijik melihat kakiku. Sial, mentalku belum siap menghadapi hinaan ini,' batin Koa kecewa, masih dalam posisi tangan yang menutupi wajah, ia pun berkata, "Anda bilang Anda tahu. Kenapa malah—

"Kau mau aku melakukan apa? Untuk membalas semua perbuatan Si Bajinagan Nathaniel padamu, apa yang harus aku lakukan?"

Pertanyaan Black membuat wanita itu seketika tertegun. Ia mengira telinganya salah dengar dan perhatian yang baru saja diterima hanyalah halusinasinya belaka. "M-maksud ucapan Anda?"

Koa tersentak ketika Black meraih pergelangan kakinya lalu dibawa ke pangkuan pria itu. Ketegunannya masih terus berlanjut sebab Black tanpa canggung menyentuh dan mengelus lembut bekas luka di kakinya. "Meski hubungan kita didasari kontrak, hari itu, kita sudah sama-sama menandatangani surat perjanjian. Menjagamu dan nama baikmu adalah tanggung jawabku sekarang. Membalaskan hinaan yang telah dilakukan Nathaniel kepadamu juga termasuk ke dalamnya, Koa."

"L-LORD?!" Koa membelalakan mata menyaksikan Black mengangkat kaki kanannya, kemudian tanpa sungkan mencium luka di pergelangan kakinya sebagai bukti keseriusan pria itu. "Tolong hentikan. Ini terlalu berlebihan. Anda membuat saya tidak nyaman."

Black menurunkan kaki Koa dan mengembalikannya ke pangkuan. "Aku akan mengajak Nathaniel berduel dan menebaskan kepalanya untukmu. Itu janjiku, Koa."


.....

Dibantu pasangan Kimoni, Elle menaiki satu per satu anak tangga menara. Ia berusaha tegar dengan mengatur tarikan napasnya sebaik mungkin sambil sesekali memegangi perutnya yang terkadang terasa kram. Sepanjang perjalanan, mereka terpaksa harus berhenti beberapa kali demi beristirahat mengingat keadaan Elle yang sedang mengandung. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan, sampailah mereka di lantai tempat Nathaniel dikurung. Bertemu ayah sang jabang bayi memang tujuan utama kedatangan Elle kemari.

Count Kimoni menghampiri petugas penjara yang berjaga di depan kamar untuk menyerahkan surat izin berkunjung yang didapatkannya dari Raja Alden. Petugas itu membaca surat tersebut dengan teliti sebelum akhirnya mengambil kunci dan membuka gembong besar yang mengunci kamar Nathaniel.

Awalnya Count Kimoni yang ingin masuk lebih dulu. Namun, langsung dicegah oleh Elle. Gadis itu takut Count Kimoni mengamuk dan menghajar Nathaniel. Karena tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya, Elle diam-diam masih mengharapkan cinta Nathaniel meski pria itu sudah mengecewakannya. Pikiran Elle yang kelewat polos berencana untuk memberikan Nathaniel kesempatan kedua.

"Y-yang Mulia?" Di bawah temaram cahaya lilin, Elle menemukan Nathaniel duduk lemas di lantai dengan punggung yang disandarkan pada dinding dalam posisi tertunduk lesu. "Yang Mulia, ini saya, Elle."

Tak dapatkan respon, Elle memantapkan hati untuk mendekati pria itu. Pelan-pelan, ia berjalan ke arah Nathaniel yang masih bergeming di tempatnya. Saat jarak di antara mereka hanya terpaut dua langkah, Nathaniel tahu-tahu mengangkat kepalanya. "Mau apa kau datang kemari?"

Elle mengira Nathaniel akan bahagia melihatnya datang. Lamun pria itu justru terlihat muak seolah kehadiran Elle mengusik waktu tenangnya. "Yang Mulia ... a-apakah Anda menerima surat dari keluarga saya?"

Nathaniel meluruskan kaki lalu melipat kedua tangan ke depan perut. "Sudah aku terima. Oleh karena itulah aku bertanya, apa yang kau mau dariku sekarang?"

Sikap dingin yang tunjukkan Nathaniel meruntuhkan harapan Elle—harapan akan masa depan bahagia mereka. Jika dihitung-hitung, Nathaniel dan Elle telah berpisah dan tidak bertemu satu sama lain lebih dari satu bulan. Semenjak kerusuhan yang terjadi di pesta Selir Camille, Elle yang terlalu segan keluar dari rumah usai diterpa gosip panas mengenai dirinya yang jadi wanita simpanan memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Kini Elle jadi bertanya-tanya, kemana perginya sosok manis Nathaniel yang dulu? "S-saya sedang mengandung anak Anda, Yang Mulia."

"Terus?" sahut Nathaniel terlihat tak acuh. Ia berdiri dari lantai kemudian bergerak menjauhi Elle.

Bola mata Elle memanas. Dadanya sesak seperti tertimpa batu besar. Sekali berkedip, air matanya luruh dari pelupuk. Sementara Elle mulai menangis sesegukan, Nathaniel justru buang muka. "Kenapa Anda bersikap seperti ini? Bukankah Anda berjanji akan menikahi saya?"

Nathaniel tiba-tiba terkekeh. "Kau minta aku menikahimu?"

"Yang Mulia, dalam perut saya ini ada anak Anda. Sudah sepantasnya saya meminta hak untuk dinikahi. Apa kata orang-orang nanti jika saya melahirkan tanpa seorang suami."

"Dasar bodoh!" Nathaniel langsung menghardik Elle. "Sebentar lagi aku akan mati dan kau... kau masih sempat-sempatnya minta dinikahi! Persetan dengan omongan orang."

Tangis Elle semakin menjadi-jadi. "Y-yang Mulia. Saya mohon... saya tidak ingin menjadi aib untuk keluarga saya."

"Aku tidak peduli. Kau pergilah dari sini! Aku sudah muak melihat wajah bodohmu itu."

Teriakan Nathaniel yang menggelegar terdengar sampai luar kamar. Khawatir pada keadaan putri mereka, Count dan Countess Kimoni yang menunggu di depan pintu berlari masuk ke kamar tahanan Nathaniel. Dua petugas penjara tampak mengekori mereka di belakang.

"Apa-apaan ini!" seru Count Owen Kimoni marah. Ia berlari menghampiri putrinya yang hampir tumbang karena kehabisan napas. Didekapnya tubuh Elle sambil coba ditenangkan. "Astaga putriku. Kau baik-baik saja, Nak?"

"Kalian!" tunjuk Nathaniel pada dua petugas penjara yang ikut masuk. "Singkirkan orang-orang ini dari hadapanku! Aku tak ingin waktu berhargaku terbuang sia-sia untuk mengurusi mereka."

Dua petugas penjara yang ditunjuk Nathaniel saling bertukar pandang. Keributan yang terjadi sempat membuat mereka kebingungan sehingga terlambat memberikan respon. Untungnya keadaan tersebut tak berlangsung lama. Sebelum Count Kimoni berlari ke arah Nathaniel dengan niatan menghabisinya, dua petugas penjara itu segera mengamankan mereka dan menyeret mereka keluar dari kamar tahanan.


.....

Aku terbangun karena mendapatkan panggilan dari Olga. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dan Olga memanggilku lagi. "Lady Koa? Saya datang mengantarkan makan malam Anda."

Dahiku berkerut saat menerima informasi tersebut. Dia bilang dia datang kemari untuk mengantarkan makan malamku? Astaga. Sudauh berapa lama aku tertidur?

Lord Black menggeliat di sebelahku. Geraman bernada rendah samar-sama terdengar dari arahnya. Ketika aku mencoba merapikan pakaianku, tangan Lord Black tahu-tahu sudah berada di pinggangku dan menarikku kembali ke dalam pelukannya. "Jam berapa sekarang?" tanyanya padaku.

"Saya tidak tahu. Tapi yang pasti, sekarang sudah malam."

Sambil memelukku dari belakang, Lord Black yang kelihatannya masih mengantuk menggesek-gesekkan ujung hidungnya ke ceruk leherku. "Kau tidurlah lagi."

"Anda perlu makan, Lord." Aku merasakan sensasi terbakar saat kulit punggungku bersentuhan langsung dengan kulit dadanya di bawah selimut. "Kebetulan juga Olga sudah datang membawakan kita makan malam."

Lord Black membuka matanya. Pria itu lalu memandangi wajahku. "Kau lapar."

"Iya."

Lord Black lantas melonggarkan pelukannya. Sebelum turun dari ranjang, dia mencium puncak kepalaku. "Baiklah. Kau diam di sini, aku yang akan ambil makananmu."


.....

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang