90. Terbebas dari Takdir [SELESAI]

6.3K 308 19
                                    


.....

Musim semi telah merangkul Dorian seuntuhnya. Di antara dedauan yang tumbuh rimbun dan aroma bunga yang menguar, Duke Black Leander dan istrinya, Lady Koa Dorian, duduk bersama menghabiskan waktu sore mereka di taman indah milik Dorian Manor. Suasana kencan yang sangat tenang, ditemani puluhan buku tebal yang salah duanya terbuka lebar di pangkuan masing-masing.

"Koa."

Mendengar panggilan Black, Koa menghentikan kegiatan membacanya, melihat ke depan, lalu mendapati suaminya berdiri tepat di hadapannya. Pada detik berikutnya, pria itu mengeluarkan hewan kecil berbulu tebal dari belakang punggung—seekor anak kucing berwarna abu-abu yang menggemaskan. "Setelah kuperhatikan baik-baik, aku pikir kau jauh lebih mirip dengan kucing dibandingkan anjing. Dan inilah hadiah kecilku untukmu."

"Astaga!" Koa langsung menutup buku seraya memandangi kucing itu dengan mata membola. Ia tidak pernah membayangkan Black akan memberikannya hadiah semacam ini. Tanpa sepatah kata pun, ekspresi kegembiraan terpancar jelas dari wajah Koa. "Dalam rangka apa Anda memberikan hadiah menggemaskan ini kepada saya, Lord?" Koa sendiri sangat menyukai kucing. Ia begitu mengagumi sifat mereka. Di matanya, kucing adalah hewan yang mandiri, anggun dan cerdas.

Black mengedikkan bahu dan menjawabnya santai. "Tidak dalam rangka apapun, Sayang. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum saja."

Koa sempat merasa kikuk mendengar panggilan sayang dari Black, terutama karena ia mengenal Black sebagai pribadi yang dingin. Meskipun sudah hampir sebulan sejak mereka resmi menjadi pasangan suami istri, Koa masih belum juga terbiasa menghadapi sikap romantis Black. "Hahaha," tawa Koa berusaha mengusir perasaan canggung yang menghampiri. Matanya menyapu wajah Black dengan cepat, mencari tanda-tanda apakah ini sebuah keisengan yang terkadang suka Black lakukan kepadanya di kala bosan. "Terima kasih, Lord. Saya sangat menyukai hadiah ini."

Setelah berhasil membuat istrinya senang, Black duduk kembali ke kursinya. Pria itu memanggil pelayan lalu meminta pelayan itu untuk membuatkannya kopi. "Koa, aku ingin membicarakan perihal persiapanmu?"

"Persiapan yang mana, Lord?" tanya Koa mencoba mengingat sembari mengelus-elus anak kucing di pangkuan. Belakangan ini Koa sibuk membantu Duke Sander mengerjakan pekerjaan administrasi di pelabuhan. Ditambah lagi dengan tanggungjawabnya untuk menyelesaikan kelas pendidikan kepemimpinan, semua tugas itu membuat Koa sedikit kewalahan.

"Persiapan untuk perjalanan kita ke Leander." Black menyeruput kopi hitamnya sebelum melanjutkan. "Seperti yang kau tahu, resepsi kedua kita akan dilangsungkan di sana. Aku ingin memastikan semua persiapanmu beres dan kau merasa nyaman selama perjalanan."

"Ah... itu." Koa menganggukkan kepala tanda mengerti. "Anda jangan khawatir. Saya sudah lama membereskan semua keperluan saya."

"Itu bagus."

"Tinggal pekerjaan di pelabuhan saja yang belum selesai."

"Seandainya kau butuh bantuan, jangan ragu untuk langsung datang padaku." Black menyentuh ujung hidung Koa kemudian membelai pipinya dengan sebelan tangan. "Dan jaga kesehatanmu juga, karena perjalanan kita nanti cukup panjang."


.....

Pagi yang cerah untuk memulai lembar kehidupan yang baru. Sebelum berangkat menuju Lenader Manor bersama suaminya—Black, Koa menghabiskan sisa waktunya bersama Duke Sander dan Madam Cleo. Mereka berkumpul di ruang keluarga dalam atmosfer yang berbeda dari biasanya. Duke Sander, pria paling bijaksana yang pernah Koa kenal memandanginya dengan sorot mata teduh.

"Nak, ingatlah bahwa kau adalah seorang Dorian," ucapnya dengan suara berat, terlihat menahan kesedihannya. "Kami akan selalu ada di sini untukmu, baik dalam sukacita maupun kesulitan."

Tentu Koa mempercayai kata-kata itu. Karena pada kenyataannya, di kehidupan mereka sebelumnya, Duke Sander rela terjun dan mati di medan perang demi dirinya. Pengorbanan seorang ayah untuk putri tercintanya. "Saya akan mengingatnya dengan baik, Ayah."

Madam Cleo, wanita anggun itu tersenyum lembut seraya mendekat dan memeluk Koa erat-erat. "Kami sangat sayang padamu. Lakukan tugasmu sebaik mungkin dan jangan buat kecewa Lord Black. Tetapi jangan terlalu memaksakan dirimu juga."

Koa membalas pelukan Madam Cleo tak kalah eratnya. Tak lupa, ia hadiahkan sebuah kecupan di pipi wanita itu. "Saya akan selalu membawa nasihat dan cinta kalian di hati saya, di mana pun saya berada."

Saat Koa mengakhiri momen perpisahan yang penuh emosional dengan kedua orangtuanya, Black datang dan menambahkan kehangatan di ruang keluarga. Bersama senyum samar di bibir, ia menggandeng tangan Koa. "Waktunya untuk kita berangkat, Sayang. Kereta kuda sudah siap di halaman depan."

Perpisahan selalu hadir di akhir pertemuan. Dan perpisahan ini membuat hati Koa dilanda kesedihan yang menyesakkan dada. Baru kali ini Koa bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga, dan tak lama lagi ia harus meninggalkan mereka.

Black memeluk bahu Koa, memberikan wanita itu dukungan moril dalam diam. "Ayo kita pergi."

"Mm."

Di halaman Dorian Manor yang luas, cahaya matahari pagi menghangati momen perpisahan yang terasa begitu berat. Sapuan angin musim semi membuat daun-daun pepohonan bergoyang perlahan, seolah-olah ikut merasakan keharuan momen tersebut.

Duke Sander dan Madam Cleo berdiri di ambang pintu. Wajah mereka dihiasi rasa bangga melihat putri mereka memulai lembaran baru pada hidupnya. Sementara Koa, tanpa bisa berkata-kata, ia memilih memberikan mereka pelukan yang erat untuk terakhir kali. Air mata pun bergulir di pipi Koa. Black yang berdiri di sisinya menyentuh pundaknya, mengingatkannya kembali bahwa mereka harus segera berangkat.

"Hati-hati di jalan, Nak."

"Kami sayang padamu."


.....

Dalam perjalanan menuju Leander Dukedom, Koa dan Black duduk berdampingan di dalam kereta kuda. Mereka saling diam, sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Perjalanan mereka panjang, dan ini adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk merenungi segala hal yang telah mereka lewati.

Saat kereta kuda mereka memasuki area padang rumput yang luas, angin musim semi menari elok mengelilingi mereka. Di tengah keheningan perjalanan, Black tiba-tiba meraih tangan Koa dan meletakkannya di dada. "Aku mengantuk. Bolehkan aku tidur di pangkuanmu sebentar, Koa?"

Koa mengangkat sebelah alisnya, mendadak sebuah ide tercetus di kepalanya. "Biayanya satu koin emas untuk setiap satu jam."

Black menatap Koa dengan ekspresi bingung bercampur heran. Tak lama kemudian ia tertawa. "Hahaha... Satu koin emas untuk setiap satu jam?" ujarnya masih tertawa. "Koa, kau ini benar-benar pintar sekali dalam memanfaatkan kesempatan."

"Bagaimana tawaran saya, Lord?" tanya Koa belum puas menggoda Black. "Apakah Anda masih berminat?"

"Baiklah, baiklah. Tawaran yang bagus," ucap Black sambil menidurkan kepalanya di pangkuan Koa dengan nyaman. "Beruntungnya aku terlahir kaya, jadi aku bisa tidur di pangkuanmu selama yang aku mau."

Koa tampak puas mendengar respon santai dari Black. Ia membiarkan suaminya tertidur dengan tenang di pangkuannya. Selagi Black beristirahat, Koa membuka jendela kereta dan membiarkan angin musim semi menyegarkan pikirannya.

Melihat kedamaian di wajah Black, Koa tanpa sadar tersenyum. "Lord, terima kasih sudah membebaskan saya dari takdir mengerikan itu," bisiknya di telinga Black seraya membelai lembut rambutnya.


.....

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang