.....
Tak ingin membuang waktu hanya untuk meminta bantuan pelayan, Dokter Anne Lucian berinisiatif menyeduh sendiri teh bunga kamomil yang dibawanya langsung dari rumah. "Silakan, Lady Dorian."
"Terima kasih, Dok." Setelah menikmati secangkir teh bunga kamomil seduhan Anne, Koa mulai merasa tubuhnya menjadi rileks. Wangi teh kamomil yang manis dan segar nyatanya berhasil mengurangi kegelisahan pada diri Koa.
Dokter Anne Lucian memandangi Koa penuh kehangatan. Tatapannya sangat teduh, seperti tatapan seorang ibu. Padahal umur mereka tidak terpaut terlalu jauh. "Bagaimana perasaan Anda, Lady Dorian?"
"Saya merasa jauh lebih lega, Dok. Mungkin lebih tepatnya, sekarang saya lebih mampu mengendalikan isi pikiran saya dibanding hari-hari kemarin."
Dokter Anne mengangguk-anggukan kepala, mengisyaratkan bahwa ia memahami perasaan Koa. "Proses penyembuhan memang tidak selalu berjalan cepat, juga tidak selalu mudah. Tetapi Anda sudah menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang luar biasa. Sabar adalah kuncinya."
Sementara Koa menghabiskan sisa tehnya, Dokter Anne sibuk membuka buku jurnal untuk mencatat jadwal sesi terapi lanjutan. Ketika tengah mencari hari yang tepat, pintu perpustakaan yang dibuka dari luar mengalihkan perhatiannya. Penampakan sosok Phillip yang menunggu di ambang pintu membuat wanita itu penasaran. "Dokter Lucian, Lady Koa," sapa si kepala pelayan dengan sopan.
"Sir Phillip?" Koa tampak terheran-heran.
"Maaf jika kedatangan saya mengganggu waktu istirahat berharga Anda sekalian. Saya kemari untuk mengantarkan surat."
"Untuk siapa? Apakah untukku?" tanya Koa memastikan.
"Benar. Surat dari sahabat Anda, Lady Aylin Otsana."
Begitu mendengar nama Aylin Otsana, rasa pahit menghajar benak Koa. Dari tempatnya duduk, Dokter Anne diam-diam mencermati perubahan ekspresi pada wajah Koa, dan dia memberikan ruang kepada pasiennya untuk menanggapi. "Aku tidak mengira Aylin masih mau mengirimiku surat," ucap Koa dengan gelagat canggung. "Kami sudah lama tidak bertukar kabar, apalagi setelah aku memutuskan untuk menjauh dan mengabaikan semua bentuk perhatiannya."
"Lady Otsana ingin memastikan jika Anda baik-baik saja. Mungkin beliau menganggap ini tanggung jawabnya sebagai seorang sahabat," ujar Phillip dengan sikap ramah. "Lady Otsana mengkhawatirkan Anda, Lady Koa."
Koa menggigiti bibir bawahnya, meratapi keputusan gegabah—mendiamkan Aylin tanpa alasan yang jelas. Ia malu karena sudah bertingkah layaknya seorang pengecut bodoh. "Aku tahu, seharusnya aku tidak perlu bersikap dingin. Lady Otsana... dia tidak pantas mendapatkan perlakuan sekeji ini."
Dokter Anne Lucian tersenyum, menyadari bahwa momen ini merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan usaha Koa menuju sembuh. Dengan lembut, Dokter Lucian ikut menasehati, "Mungkin sekarang saat yang tepat, untuk Anda menerima dukungan dari orang-orang yang memang mempedulikan Anda, Lady Dorian."
"Bolehkan saya menerimanya? Setelah... setelah bersikap begitu kurang ajar?" tanya Koa masih ragu.
"Tentu saja boleh. Tidak ada yang melarang."
"Apakah saya tidak kelewatan?"
"Meskipun kelewatan, Anda berhak mendapatkan kesempatan kedua."
Kemudian Phillip menyodorkan surat Aylin yang dibawanya menggunakan nampan. "Apakah Anda ingin membacanya sekarang, Lady Koa?"
"Tidak, Phillip. Masih ada Dokter Lucian di sini, jadi akan kulakukan nanti."
"Saya mengerti. Kalau begitu, saya akan mengantarkan surat ini ke kamar Anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Shield - Putri Sang Duke
Fantasy#1 (SIDE STORY ADA DI GOODNOVEL) Seorang gadis yatim piatu meninggal dunia dengan cara yang sangat mengenaskan. Ia mati terbakar di dalam panti asuhan tempat di mana ia dibuang dan dibesarkan. Gadis itu kira, setelah ia mati, kemalangannya akan bera...