.....
Iring-iringan kereta kuda yang membawa dua wanita terhormat berhenti di halaman penjara menara. Begitu pintu salah satu kereta dibuka, teriakan Selir Camille menggelegar di udara. "Kalian tidak boleh memperlakukanku seperti ini! Aku adalah selir kesayangan raja kalian!"
Menyaksikan langsung adegan memalukan itu, Ratu Zelda memilih untuk mengabaikannya saja, terus melangkah maju tanpa berkomentar. Ia memerintahkan para pengawal menyeret Selir Camille keluar dari kereta dan membawanya masuk ke penjara menara.
Setibanya di kamar tahanan yang sudah dipersiapkan, Ratu Zelda menyuruh petugas penjaga membukakan pintu besi yang berat dan berkarat. Dengan cekatan, para pengawal melemparkan Selir Camille ke kamar barunya yang dingin dan lembap. Pintu besi kemudian ditutup, dan tanpa mengucapkan selamat tinggal, mereka pergi meninggalkan wanita itu di sana.
Ratu Zelda kembali ke kereta. Bersama rombongannya, ia buru-buru meninggalkan menara penjara untuk pulang ke istana. Sesampainya di istana, sembari membawa tekad yang tak tergoyakan, Ratu Zelda pergi menemui Raja Alden. Bersama amarah yang sudah ditahannya sejak siang, ia siap membantai segala argumen yang mungkin dilontarkan sang suami.
"Zelda, apa yang terjadi?" tanya Raja Alden heran ketika menyadari ketidakberesan di istananya.
"Selir Camille telah dengan sengaja menyakiti putri mahkota. Dia bahkan berniat membunuhnya, Yang Mulia. Tapi Anda tak perlu khawatir, karena saya sudah menyeretnya ke penjara menara," ujar Ratu Zelda tanpa basi-basi. "Sekarang yang ingin saya tanyakan adalah, apa yang akan Anda lakukan untuk menegakkan keadilan di istana kita ini?"
Raja Alden gelagapan. Keterkejutan tergambar jelas di wajah keriputnya, seolah tidak percaya dengan berita yang baru saja ia terima. Mulutnya terbuka, mencoba mencari kata-kata yang mampu meluruskan kesalahpahaman di antara mereka. "Zelda, kau yakin? Camille selama ini tidak pernah menunjukkan sikap kasar semacam itu. Dia selalu setia dan patuh pada perintahku."
Ratu Zelda yang sudah kehilangan kesabaran menatap tajam suaminya. "Yang Mulia, Lady Otsana hampir tewas di tangan Selir Camille. Saya menyaksikan sendiri kejadiannya. Anda kira saya mengada-ada? Mana mungkin saya berani, ini perkara yang serius."
"Tapi mengapa?" tanya Raja Alden masih ragu. "Mengapa dia tega melakukan hal sepert—
"ALDEN!" Umur pernikahan mereka memang sudah berjalan lebih dari belasan tahun, tapi baru kali ini Ratu Zelda berani meninggikan suara dihadapan suaminya. "Saya mohon, bersikaplah yang adil. Anda memang pria, tetapi Anda juga seorang raja. Tolong buatkan garis tegas antara urusan cinta dan kerajaan."
Raja Alden seketika terdiam. Teguran Ratu Zelda berhasil menamparnya kendati rasa ketidakpercayaan tetap bercongkol kuat di hati. "Aku butuh waktu untuk memikirkan masalah ini, Zelda."
"Apa lagi yang ingin Anda pikirkan? Anda membutuhkan bukti dan saksi mata? Baik, akan saya hadirkan."
"Zelda." Raja Alden merenung dalam kebingungan. Ia tahu bahwa keputusannya nanti akan berdampak besar tidak hanya pada Selir Camille, tetapi juga pada pondasi kepercayaan di istana. "Kalau memang itu maumu, aku akan menurutinya."
"Terima kasih, Yang Mulia." Kelegaan menghampiri Ratu Zelda saat mendengar keputusan final tersebut, meskipun beban pikiran tentang masa depan istana mereka hanya berkurang sedikit saja. "Kita harus memberikan contoh yang benar kepada rakyat, bahwa tak seorang pun bisa menghindari hukum karena keadilan adalah hak semua orang."
.....
"Koa!" Dari teras mansion, wanita paruh baya berbalut gaun cantik berwarna pastel meluncur turun dengan langkah cepat. Rambut cokelatnya tergerai indah, bergerak lincah terkena terpaan angin musim semi. "Akhirnya kau pulang, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Shield - Putri Sang Duke
خيال (فانتازيا)(SIDE STORY ADA DI GOODNOVEL) Seorang gadis yatim piatu meninggal dunia dengan cara yang sangat mengenaskan. Ia mati terbakar di dalam panti asuhan tempat di mana ia dibuang dan dibesarkan. Gadis itu kira, setelah ia mati, kemalangannya akan berakhi...