.....
Dua kata ini menggambarkan suasana Dorian Manor dengan sangat tepat; sibuk dan gembira. Para pelayan sibuk berlari ke sana kemari, memenuhi kebutuhan setiap tamu yang terkadang kelewat batas sembari memastikan semua masalah beres sehingga pesta resepsi pertama Duke Black Leander dan Lady Koa Dorian berjalan lancar. Oh tidak, haruskan kita memanggil Koa dengan sebutan Madam Koa, atau Duchess Leander?
Menilik situasi di ruangan pribadi pengantin, tampak sosok Koa yang berlenggak-lenggok di depan cermin besar, ditemani penata rias dan Marchioness Ronan yang bertanggungjawab membantunya mempersiapkan diri. Setelah beristirahat satu malam, tubuh Koa kini telah siap menjalani hari panjang—menyapa dan berbasa-basi ala kadarnya dengan ratusan tamu yang sudah hadir di acara resepsi pernikahannya.
"Hm.." gumam Koa, berdiri dikelilingi tumpukan hadiah yang menggunung sampai sudut-sudut ruangan. Paket mewah berhiaskan pita dan bunga mendekorasi kamar tidur pribadi wanita itu. Parfum dari bunga-bunga segar dan aroma wangi dari kotak-kotak mahoni memenuhi udara.
"Apakah semuanya baik-baik saja, Madam?" tanya Marchioness Ronan saat mengetahui kliennya begitu fokus memperhatikan wujud gaun pesta hasil rancangannya. Sebuah gaun yang penuh akan hiasan payet gemerlap dan ekor panjang yang menjuntai indah ke belakang.
Koa tersenyum. "Ya, semuanya terlihat sempurna. Terima kasih atas kerja keras Anda semua."
Sementara itu, Black yang berada di ruangan berbeda juga terpantau sama sibuknya. Agar terlihat serasi dengan sang istri, ia melakukan beberapa menyesuaikan pada setelan tuxedonya, dibantu beberapa pekerja butik yang datang bersama rombongan Marchioness Ronan. Mereka membawakan sejumlah aksesoris pria yang akan menambah kesan elegan penampilan Black. "Duke, mungkin Anda perlu mengenakan kerah setelan ini sedikit lebih rapi," saran seorang pegawai butik.
Black mengangguk, lalu mengikuti saran tersebut tanpa memberikan komentar. Ia memperhatikan setiap detail dengan teliti, ingin memastikan bahwa penampilannya malam ini cocok dengan standar tinggi yang diharapkan Koa.
Ketika persiapan Koa dan Black selesai, keduanya berjumpa di depan pintu masuk aula—tempat dilangsungkannya pesta resepsi pertama mereka. Mata dua insan ini lagi-lagi bertemu dalam pandangan cinta dan kekaguman. Koa melangkah mendekati Black, menerima uluran tangan pria itu. Seperti di momen pemberkatan mereka, pujian yang sama pun kembali dipersembakan Black. "Kau terlihat luar biasa."
"Anda pun terlihat begitu tampan," balas Koa tak mau kalah. Sekali lagi mereka saling bertukar senyum sebelum bersama-sama melangkah masuk ke dalam aula. Koa menarik napasnya sepanjang jalan, mempersiapkan mental untuk menyambut para tamu kehormatan, memulai pesta resepsi pertama mereka sebagai sepasang suami-istri.
.....
Aku dan Lord Black pergi menemui Duke Sander dan Madam Cleo sebelum menyapa tamu-tamu lain. Mereka mengajak kami berbincang-bincang ringan. Perhatian mereka sedikit membantu mengusir perasaan gugup yang mendadak menyerangku tanpa peringatan. Padahal kami sudah mengurangi jumlah tamu, hampir setengahnya bahkan. Aku yang meminta pengurangan tersebut secara pribadi karena aku sendiri masih belum yakin bisa menghadapi ratusan orang asing yang memang belum pernah aku jumpai. Kendati Dokter Anne menyarankanku untuk tidak memaksakan diri, entah kenapa, ide untuk kabur dari medan pertempuran justru membuatku malu. Ini pesta resepsiku, jadi sudah sewajarnya aku hadir.
Di tengah perbincangan kami, sentuhan lembut di bahu membuatku menoleh ke samping. Aku mendapati Lord Black sedang menatapku dengan senyuman samar di bibir. Kemudian aku pun menyadari, ternyata pria tampan yang terkenal akan sikap dinginnya terhadap wanita dan juga pria tampan yang sekarang resmi menjadi suamiku ini sedang berusaha bersikap romantis kepada istrinya.
Lord Black jarang tersenyum, tetapi saat dia melakukannya, senyuman Lord Black layaknya sinar matahari di tengah musim dingin yang gelap. Bayangkan betapa langkanya. Bahkan ketika dia berbicara, suaranya terdengar datar dan terkendali, tanpa nuasa emosi yang berlebihan. Selain itu, sikap Lord Black yang selalu tenang dan rasional menambahkan lapisan dingin pada karakternya. Lord Black jarang terpengaruh emosi, lebih memilih untuk berpikir secara logis dan strategis dalam setiap situasi. Hanya untuk beberapa kesempatan saja dia terlihat lebih emosional, itupun kasusnya sangatlah jarang. Lord Black terlihat seperti manusia yang tidak mudah didekati dan sulit untuk dipahami.
Meski aku sempat merasa pesimis saat memilih Lord Black menjadi pengganti mendiang Pangeran Nathaniel mengingat persainganku dengan Putri Zehra dan situasi politik yang rumit. Namun, siapa disangka, Lord Black sendiri yang datang kepadaku, membawakan tawaran pernikahan kontraknya. Kendati terkesan seperti pilihan yang terpaksa, aku bersyukur begitu mengetahui fakta bahwa Lord Black juga memiliki dendam tersendiri kepada Keluarga Kerajaan. Situasinya memberikan kesempatan kepada kami untuk bersama sekarang. Setelah melewati berbagai insiden mengerikan, akhirnya aku bisa merasakan kelegaan yang selama ini aku cari—terlepas dari cengkraman tangan Pangeran Nathaniel.
Kuakui, hubungan kami memang berawal dari sebuah kesepakatan bisnis. Namun ajaibnya, tawaran pernikahan kontrak itu tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam dan berarti. Aku berhasil menemukan celah tersembunyi di balik lapisan es hati Lord Black. "Biar aku tebak. Pasti sekarang, kau sedang memikirkan sesuatu yang rumit," bisik Lord Black, sukses membuyarkan lamunanku.
Aku kembali menoleh ke arah Lord Black, menatap mata hitam dan bibir lembabnya bergantian. "Tebakan Anda tepat sekali."
Kala musik dansa mulai mengalun, raut wajah orang-orang di aula mendadak sumringah. Cahaya lilin yang berkilauan memantulkan gemerlap di sekeliling, menciptakan suasana pesta yang begitu intim. Pembawa acara dengan suara merdunya mempersilakan kami, maksudku Lord Black dan aku, untuk menjadi pasangan pertama yang menari.
Tawaran itu sontak membuatku kalang kabut, apalagi saat orang-orang mengarahkan perhatiannya pada kami. Namun ketika Lord Black mengulurkan tangannya dengan lembut, semua kegugupan itu perlahan sirna. Dengan jantung yang masih berdebar, aku menerima uluran tangannya. Dalam langkah yang tegas, Lord Black membimbingku ke tengah lantai dansa. Di antara sorakan dan tepuk tangan para tamu, kami berdua bergerak dalam irama musim yang mendayu.
"Ini mengingatkan saya pada pertemuan pertama kita di pesta debutante Putri Zehra." Tangan kananku turun dari bahu kokoh Lord Black dan berhenti di dada bidangnya. "Ini tarian waltz kedua saya bersama Anda, Lord." Dalam hangatnya pelukan Lord Black, aku merasa seperti tengah menjelajah kembali ke masa lalu. Lebih tepatnya, pada kenangan pertemuan pertama kami yang telah mengubah seluruh bagian inti dari jalan hidupku hari ini.
"Koa, kau adalah wanita pertama yang terang-terangan berani mengajakku berdansa," bisik Lord Black dengan nada mengejek. "Tatapanmu malam itu begitu menuntut, mau tak mau aku harus datang kepadamu."
Ah... dia sedang membicarakan kesalahpahaman itu. Haruskah kujelaskan kepadanya bahwa sebenarnya malam itu aku tidak bermaksud mengajaknya berdansa. Seandainya Lord Black tahu, seperti apa reaksinya nanti? "Benarkah?" balasku sambil tertawa. Aku urungkan niatku. "Apakah sikap saya membuat Anda merasa tertekan?"
"Tidak. Kau justru membuatku merasa tertantang." Lord melepas tangannya dari pinggangku dan mempersilakanku berputar anggun sebelum akhirnya memelukku lagi. "Pesta yang kupikir akan berakhir membosankan justru menjadi menarik karena kehadiranmu."
"Sebuah kehormatan bisa menghibur Anda, Lord Black."
.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Shield - Putri Sang Duke
Fantasy#1 (SIDE STORY ADA DI GOODNOVEL) Seorang gadis yatim piatu meninggal dunia dengan cara yang sangat mengenaskan. Ia mati terbakar di dalam panti asuhan tempat di mana ia dibuang dan dibesarkan. Gadis itu kira, setelah ia mati, kemalangannya akan bera...