.....
Diikuti Jeremy dan Taylor, Black keluar dari dalam tenda, lalu berjalan cepat menghampiri Zielle yang telah menunggunya di dekat panggung. Suasana lapangan seketika riuh begitu sang duke menampakkan batang hidungnya. Sorakan bernada memuja menggema di penjuru lapangan sampai membuat Raja Alden yang tengah duduk gelisah di kursi kebesarannya terlihat keheranan.
"Sudah kuduga. Pria dingin, kaya dan tampan sepertimu pasti diidolakan banyak orang," goda Zielle sambil menepuk-nepuk ramah bahu kiri sang duke. "Oh ya, kawan. Persiapanmu sudah beres?"
Black mengencangkan sabuk pedangnya seraya memamerkan menyeringai miring. "Di mana lawan saya, Yang Mulia? Sopankah membuat saya menunggu seperti ini?"
Zielle sontak tertawa, tetapi buru-buru membisukan diri kala teringat bahwa keluarga besarnya juga berada di panggung yang sama. Ia tak ingin terlihat bahagia di acara duel saudaranya dan memberikan bahan gosip baru pada mereka yang berhati picik. Lebih dari itu, Zielle sangat beruntung karena Selir Camille tidak menghadiri acara ini. "Kau tahu Black. Ada yang tidak beres dari Nathaniel."
"Apa itu? Ceritakan padaku, Yang Mulia."
Mata Zielle bergerak liar, diam-diam memeriksa situasi di sekitar mereka. "Nathaniel bertingkah aneh. Aku kira dia hanya sedang gugup saja, tetapi ternyata dia betul-betul sakit. Berdasarkan laporan harian petugas penjara, belakangan ini kondisi kesehatannya memang turun cukup drastis. Menurutmu, sebaiknya aku harus bagaimana?"
"Anda berencana membatalkan duel ini?" tanya Black curiga. Kendati tak ada yang berubah dari raut wajahnya, Zielle tahu Black merasa kesal. "Jujur, saya tidak peduli. Sakit atau sehatnya bajingan itu bukan urusan saya. Yang saya pedulikan adalah usaha saya memulihkan kembali kehormatan wanita terkasih saya."
"Kau benar," kata Zielle sembari meremas tengkuknya yang tegang. Ia langsung menyesal karena sudah menyinggung topik sensitif tersebut. "Aku khawatir pendapat rakyat akan berubah saat mereka tahu kau mengajak duel orang yang sedang sakit."
"Jika lawan saya seorang pria terhormat, itu bisa saja terjadi. Dan saya harus menguncapkan terima kasih kepada Anda karena sudah memperingatkan saya. Tetapi masalahnya, lawan saya di sini adalah seorang kriminal keparat berstatus musuh negara. Reputasinya di mata masyarakat sudah hancur lebur." Black melipat kedua tangannya di depan dada seraya melirik tajam dan terang-terangan ke arah tempat duduk Raja Alden. "Harga hidupnya saja sudah digantung di tiang guillotine. Apalagi yang perlu dikhawatirkan?"
"Percayalah, Black. Aku sendiri pun heran. Mengapa aku mengkhawatirkan sesuatu yang seharusnya tidak aku khawatirkan?" Dagu Zielle tiba-tiba bergerak menunjuk ke arah pintu masuk lapangan. "Lihatlah siapa yang datang."
Nathaniel digiring keluar dari penjara menara dengan rantai besi yang menggantung di kedua pergelangan tangannya. Wajah pria itu pucat pasi dan matanya tampak lelah. Begitu tiba di lapangan, teriakan ejekan dan sorakan berisi celaan terdengar jelas di telinganya, sukses menciptakan suasana menyiksa yang semakin sulit dihadapi oleh Raja Alden.
"Ini memalukan," keluh orang nomor satu di Elinor itu saat menyaksikan pria muda yang pernah menjadi anak kesayangannya mendapatkan hujatan keras. Kepalan kuat tangan Raja Alden mencerminkan pertarungan batinnya yang begitu sengit. Ia kecewa, tetapi juga tidak bisa menyembunyikan perasaan cemasnya sebagai seorang ayah. "Dari mana semua kekeliruan ini dimulai. Aku bahkan sampai tidak bisa mengenali siapa anak itu."
.....
Petugas penjara membantu melepaskan rantai di tangan Nathaniel supaya pria itu bisa merapikan diri. Meskipun rasa pusing di kepala dan rasa mual di perut membuatnya susah fokus, Nathaniel tampaknya tak sudi meminta bantuan orang lain dan bersikeras melakukan semuanya sendiri. Padahal ia terlihat sangat kesulitan saat memasangkan sabuk pedang ke pinggangnya.
"Kau masih punya sisa waktu tiga puluh menit." Zielle muncul di tenda Nathaniel, melakukan kunjungan dadakan. "Semua tamu sudah hadir, jadi jangan buat mereka menunggu."
Nathaniel tidak menggubrisnya karena sibuk mengganti baju tahanannya dengan seragam yang sudah disiapkan panitia. "Ya, ya, ya. Jelas sekali kau sudah tak sabar melihatku mati."
"Dasar bocah gila. Harusnya kau introspeksi diri."
Selesai mengganti pakaiannya, Nathaniel mencari kursi untuk duduk saat pusing di kepalanya kambuh lagi. Tampak jelas keringat dingin membasahi punggungnya disusul kakinya yang gemetaran. Setelah mendapatkan kursi yang dibutuhkan, Nathaniel lanjut bersiap-siap, memasangkan kembali penutup mata yang sebelumnya ia lepas supaya sebelah matanya yang dicacatkan Koa tidak terlihat oleh orang-orang. "Pergilah dari hadapanku, Zielle. Tak payah datang kemari. Kau bisa menontonku dari kursi penonton."
Zielle membalasnya dengan dengusan singkat yang sarat akan emosi. "Aku kasihan padamu, Saudaraku. Sampai akhir pun kau tetap tidak mau sadar, mengakui dan meminta maaf atas semua perbuatan salahmu. Kau orang yang sesat."
.....
Sesampainya di istana, Duke Sander Dorian diantarkan panitia acara ke panggung tempat tamu kehormatan berkumpul. Ia diberikan kursi khusus di barisan terdepan, bersebelahan dengan Raja Alden dan Ratu Zelda karena statusnya yang bukan orang sembarangan.
"Selamat datang, Duke Dorian." Raja Alden tersenyum ramah seraya mempersilakan pria itu untuk duduk dulu. "Bagaimana kabar Anda? Ngomong-ngomong, di mana Duchess Cleo? Dia tidak datang bersamamu?"
"Salam hormat, Yang Mulia," sapa Duke Sander kepada pasangan raja dan ratu Elinor. "Kabar saya baik. Maaf sekali, istri saya tidak bisa hadir karena harus menyelesaikan beberapa urusan di rumah."
Sorakan penonton yang kembali menggema di penjuru lapangan menarik perhatian keduanya. Dipimpin seorang ksatria senior dari Adler Dukedom bernama Joss Galahad, Black dan Nathaniel tampak digiring secara terpisah ke tengah lapangan. Mereka kemudian diberikan arahan mengenai aturan duel, yang berisi tata cara dan larangan yang tidak boleh dilakukan selama pertarungan berlangsung.
"Mengetahui Anda menerima tantangan duel ini cukup mengejutkan saya," ujar Duke Sander di tengah riuhnya suasana lapangan. "Apakah ini artinya Anda telah resmi mencabut dukungan Anda pada Pangeran Nathaniel?"
Seolah belum siap menghadapi serangan Duke Sander, Raja Alden langsung terdiam dan tak kunjung memberikan jawaban. Sementara Ratu Zelda yang berada paling dekat dari mereka, mencoba untuk bersikap tidak peduli. Padahal matanya sendiri beberapa kali ketahuan mencuri pandang ke kursi di sebelahnya.
"Meski sudah tua dan kadang pelupa, aku masih cukup waras untuk tidak mendukung ataupun melindungi seorang kriminal." Terasa jelas emosi tertahan di setiap kata-kata yang diucapkan Raja Alden. "Dari kelima kandidat pewaris tahtaku, dua di antaranya mengundurkan diri karena ingin membela kerajaan dengan turun langsung ke medan perang, dan aku hargai perjuangan mereka. Kemudian, satu-satunya kandidat perempuan yang mungkin akan menjadi penguasa monarki perempuan pertama di Elinor, justru tersandung dalam kasus kejahatan besar. Dia membocorkan rahasia kerajaannya sendiri. Lalu, kandidat yang paling menjanjikan dari semua kandidat yang ada, lihatlah, dia dimusuhi rakyatnya sekarang."
Duke Sander meluruskan pandangannya ke depan, ke arah lapangan di mana Black dan Nathaniel berdiri menunggu arahan Joss Galahad. "Terlalu banyak berekspektasi pada manusia bisa menjadi sumber kekecawaan yang tidak terduga, Yang Mulia."
.....
"Mau menyerah saja?" tawar Black Leander kepada lawannya.
Air muka Nathaniel seketika berubah keruh saat menerima tawaran berbau ejekan tersebut. "Menyerah? Hanya orang yang tak memiliki harga diri yang akan mempertimbangkan pilihan itu." Nathaniel lalu memasang senyum arogannya, mencoba menyembunyikan sakit yang tengah dirasakan. "Duduk di kursi mana Koaku tersayang? Rindu benar hatiku ini. Setiap malam, aku selalu dihantui oleh bayang-bayang wajah cantiknya. Seperti bulan yang terlihat menawan jika dipandang dari jauh, perpisahanku dengan Koa membuatku tersadar betapa beruntungnya aku selama ini."
"Bah, cerita cinta palsu itu." Black terkekeh sembari melipat lengan seragamnya sampai siku. "Sudah cukup omong kosongmu, Nathaniel. Biarkan pedang kita saja yang berbicara di duel ini."
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Shield - Putri Sang Duke
Fantasy#1 (SIDE STORY ADA DI GOODNOVEL) Seorang gadis yatim piatu meninggal dunia dengan cara yang sangat mengenaskan. Ia mati terbakar di dalam panti asuhan tempat di mana ia dibuang dan dibesarkan. Gadis itu kira, setelah ia mati, kemalangannya akan bera...