63. Kutukan - Cara Mati yang Sama

3.7K 333 14
                                    


.....

Koa tampak kecewa. Sabetan pisaunya melenceng jauh dari target yang diharapkan. Sejak awal, ia mengincar leher Nathaniel, tapi yang didapatkan malah mata pria itu. Meskipun gagal, tetap ada sedikit perasaan lega di dada Koa. Pasalnya, ia berhasil membalaskan sedikit dendam atas kemalangan yang menimpa Yona.

"WANITA KEPARAT!"

Koa buru-buru beringsut ke tengah ranjang. Ujung pisau tak lupa ia arahkan ke depan. Sudah kepalang tanggung, Koa tidak bisa mundur lagi.

Darah segar masih mengucur deras dari wajah Nathaniel. Karena dalamnya goresan, mata kanan Nathaniel dipastikan telah rusak. "Ah, sial!" rintihnya sambil menekan lukanya menggunakan sehelai sapu tangan. Dengan tergopoh-gopoh, Nathaniel mencoba bangkit dari lantai dengan mencengkeram pinggiran nakas.

"JANGAN MENDEKAT!" Saking kencangnya teriakan Koa, suaranya sampai pecah. "SAYA BILANG, JANGAN MENDEKAT!"

"TUTUP MULUTMU, JALANG!" Nathaniel membalas Koa dengan teriakan yang tak kalah kencang. "MANUSIA TAK TAHU DIRI SEPERTI MU BERANI SEKALI MELUKAI WAJAH SEORANG PANGERAN!"

Selir Camille, ibu dari Nathaniel terkenal akan hobinya yang suka bersolek. Obsesinya pada kecantikan yang sempurna menurun juga ke putranya. Oleh sebab itu, Nathaniel sangat murka saat tahu wajah tampannya dirusak Koa. Di dunia bangsawan yang elit, penampilan menjadi salah satu faktor penting dalam mempermudah seseorang memperoleh relasi. Sebaliknya, seseorang dengan penampilan yang buruk rupa sering kali dijadikan bahan hujatan. Membayangkan julukan monster melekat pada namanya suatu hari nanti, Nathaniel geramnya bukan main.

Pintu kamar kembali dibuka dari luar. Yang datang bukanlah Rieka, melainkan seorang pelayan. 'Di mana Dame Fleur?' batin Koa cemas. 'Jangan-jangan penyamarannya terbongkar dan dia ditangkap oleh anak buah pangeran.'

Melihat pemandangan mengerikan di depan mata, pelayan itu sontak gelagapan. "Y-yang Mulia! A-anda baik-baik saja?" Ia meletakkan botol anggur yang sedari tadi dipegang ke lemari bufet sebelum berlari menghampiri tuannya. "Ya Tuhan, d-darah."

"Kau masih bertanya apakah aku baik-baik saja? Matamu buta ya! Baik-baik saja dari mananya!" Nathaniel mendengus jengkel, persis seperti kuda. "Di mana kepala penjaga? Bukankah aku menyuruhmu untuk memanggilnya kemari."

Pelayan itu menatap ngeri genangan darah di lantai. "B-beliau tidak ada di tempat, Yang Mulia."

"Apa maksudmu?"

"S-saya memeriksa semua pos penjagaan d-dan tidak menemukan satu pun prajurit yang berjaga."

"Ahh!" Kehilangan banyak darah membuat kepala Nathaniel pusing. Andai saja sedang tidak terluka, mungkin pelayan itu sudah babak belur dihajarnya karena tidak becus menjalankan tugas. "Kau— panggilkan dokter untukku." Nathaniel menyandarkan pantatnya ke nakas dengan sebelah tangan masih sibuk menekan luka. Napas Nathaniel kian memendek, rona mukanya pun perlahan memudar. "Sekalian juga panggilkan beberapa pelayan lain untuk mengurusku."

"B-baik Yang Mulia." Pelayan itu segera melesat meninggalkan kamar.

Sementara Nathaniel berusaha mempertahankan kesadarannya, Koa terlihat duduk gelisah menunggu kedatangan Rieka Fleur. Bayangan akan pemandangan mengerikan malam itu, ketika tubuh Yona terbaring kaku di atas salju merah tiba-tiba datang menghantuinya. Kendati Rieka tidak selemah Yona, ketakutan Koa akan menjadi penyebab seseorang meregang nyawa lagi tak bisa terelakkan.

"Koa," panggil Nathaniel.

"..."

"Kau pasti bertanya-tanya, apa alasanku melakukan semua ini padamu."

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang