.....
"Bajingan!" teriak Nathaniel ketika berpapasan dengan belasan prajurit Istana Dahlia dalam persembunyiannya di sebuah desa kecil di barat ibu kota. Pria yang kini berstatus buronan itu mulai kehabisan tenaga setelah berlarian lebih dari satu jam demi menghindari kejaran orang-orang istana. Ditambah lagi dengan cedera di kepalanya yang belum sembuh total, tinggal menunggu waktu saja sampai dirinya tumbang.
"YANG MULIA! HORMATI PUTUSAN PENGADILAN DAN TERIMA HUKUMAN ANDA!"
Para prajurit itu pantang menyerah. Berhari-hari telah berlalu semenjak peristiwa kebakaran di villa. Mereka dengan gigih mengejar Natahniel hingga keluar dari perbatasan ibu kota sambil terus memperingatkan pria itu untuk kembali dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang terdakwa atas kasus penculikan dan percobaan pembunuhan Koa Dorian.
Jalanan yang berlumpur membuat langkah Nathaniel terasa kian berat. Salju yang turun semalam telah mencair, membasahi jalanan bertekstur lempung di desa tersebut. Saking berlumpurnya, tanah bagaikan lantai yang disiram cairan pelicin, bisa menjatuhkan siapa saja jikalau tidak berhati-hati saat melewati daerah itu.
"Arghh!" Nathaniel yang tengah terburu-buru kehilangan fokus hingga tergelincir dan setengah badannya terjebak dalam kubangan lumpur. Pria itu kesulitan mengeluarkan kakinya sebab sepatu bot yang ia kenakan tersangkut di dalam sana. "Sialan!" umpatnya putus asa.
Insiden kecil tersebut membawa keuntungan bagi para prajurit. Selagi Nathaniel sibuk membebaskan diri, mereka mempercepat langkah dan bersiap melakukan penangkapan. Siang itu menjadi akhir dari pelarian panjang seorang pangeran bernama Nathaniel Lysander Elinor.
.....
Wajah Dokter William menjadi pemandangan pertama yang Koa lihat usai seminggu mengalami koma. Beberapa bagian tubuh wanita itu tampak dibebat perban. Bau gel lidah buaya tercium samar dari luka-lukanya.
"Dokter?"
William membelalakkan mata menyaksikan pasien yang pernah diprognosisnya tidak akan selamat tiba-tiba sadarkan diri. Menyadari keajaiban baru saja terjadi, pria itu sontak menitihkan air mata. "L-lady Dorian!"
Namun, Koa hanya mampu mempertahankan kondisi itu selama lima menit. Ia menutup matanya tak lama kemudian dan kembali ke alam bawah sadar.
.....
Puluhan kereta kuda milik para bangsawan memenuhi halaman istana utama. Orang-orang penting Elinor itu tengah menghadiri rapat parlemen darurat di Ruang Dewan. Rapat ini merupakan upaya protes beberapa fraksi atas sikap kurang tegas Raja Alden dalam menanggapi hasil persidangan putra dari selir kesayangannya.
"Jika Yang Mulia tidak menghendaki vonis hukuman mati Pangeran Nathaniel, maka Dorian Dukedom dan Leander Dukedom memutuskan akan mengakhiri kerja sama perdagangan dan menghentikan bantuan pada kemiliteran Elinor."
Semua orang di ruangan itu terkesiap begitu mendengar ancaman yang dibacakan perwakilan Fraksi Netral. Terutama para anggota Fraksi Bangsawan Rendah Barat yang merupakan pendukung utama Nathaniel. Merekalah pihak yang paling merugi apabila raja menyetujui hukuman mati tersebut.
Baron Agas cepat-cepat mengangkat tangannya, meminta kepada ketua rapat agar dirinya diberi kesempatan bicara. "Permintaan Anda terlalu berlebihan, Duke Dorian. Dalam sejarah panjang Kerajaan Elinor, Keluarga Kerajaan dianggap sebagai perwakilan Tuhan. Menghukum mati seorang pangeran? Itu sama saja dengan menghina Tuhan. Anda perlu memikirkan kem—
Gebrakan Duke Sander pada meja mengejutkan Baron Agas sampai membuat pria itu terdiam. "Menghina Tuhan? Anda masih berani membawa nama Tuhan setelah apa yang dilakukan iblis itu kepada putri saya?!"
"Ehem!" deham Duke Simon Adler mencoba memecahkan ketegangan di Ruang Dewan. Mengesampingkan nasib Nathaniel, mertua dari Raja Alden itu lebih mengkhawatirkan ancaman Duke Sander. Mengingat peperangan antara Elinor dan Nesrin terjadi di perbatasan wilayahnya. Tanpa bantuan pasukan Leander, cukup sulit baginya menghadapi pasukan musuh seorang diri. "Lord Sander, tolong tenangkan diri Anda. Mari kita selesaikan rapat ini dengan kepala dingin."
Sementara itu, Raja Alden di kursi kebesarannya, hanya mampu menahan emosi sambil menyimak perdebatan para bangsawan. Pria yang telah memimpin Elinor selama 25 tahun itu mengaku kecolongan. Terlalu fokus mengurusi perang di utara, siapa sangka anak cemerlang yang sempat digadang-gadang akan meneruskan tahtanya nekat berlaku kurang ajar pada seorang wanita terhormat.
Duke Sander yang sudah muak terlihat bangkit dari tempatnya duduk. "Yang Mulia, seandainya Anda masih ingin meneruskan hubungan baik Elinor dan Fraksi Netral, segera tandatangani surat vonis hukuman mati Pangeran Nathaniel." Selesai menyampaikan keputusan finalnya, Duke Sander diikuti anggota Fraksi Netral lain bersama-sama pergi meninggalkan ruang rapat.
.....
Elinor sangat beruntung. Saat situasi politik ibu kota tengah memanas, pertempuran di utara justru mereda. Kerajaan Nesrin terpaksa menarik mundur pasukannya setelah kehabisan perbekalan musim dingin mereka. Dan di sisi lain, pasukan Pangeran Noir dan Pangeran Abel telah kembali ke Benteng Airstone, sehingga pasukan Black bisa pulang ke Leander Dukedom.
"Anda yakin tidak datang memenuhi panggilan Raja Alden?" tanya Oliver di sela-sela kesibukannya—merapikan laporan pengeluaran pasukan Leander selama bertugas di utara. Dua minggu terakhir sekretaris Black itu bekerja lembur karena terjun langsung memimpin operasi penangkapan anggota Kelompok Plouton—kaki tangan Nathaniel.
"Kehadiranku di istana hanya formalitas." Semalam Black beserta pasukannya tiba di Leander. Setelah mendengar kabar Koa dipulangkan ke Dorian, pria yang dijuluki Singa Elinor itu tiba-tiba membatalkan rencana kunjungan rutinnya ke istana. "Kapan eksekusi Pangeran Nathaniel dilaksanakan?"
"Sebulan setelah tanggal vonis, Lord."
Kabar perbuatan hina yang dilakukan Nathaniel kepada Koa dibocorkan secara sengaja oleh pihak Black ke publik. Meski berdampak negatif pada reputasi Koa sendiri, langkah itu rela mereka ambil demi memperoleh simpati rakyat. Raja Alden yang biasanya bijaksana mendadak plin-plan. Rayuan Selir Camille disinyalir menjadi alasan utama dibalik sikap raja tersebut.
Menurut Black, Nathaniel pantas dihukum mati. Semua pelanggaran yang pria itu lakukan tergolong pelanggaran berat, diantaranya pembunuhan, pelecehan seksual dan korupsi berupa penggelapan pajak. Hampir saja pengadilan meringankan tuntutan jika saja Duke Sander tidak datang menginterupsi.
"Raja Alden baru bersedia menandatangani surat vonis hukuman mati Pangeran Nathaniel setelah desakan dari Fraksi Netral yang didukung suara rakyat." Black menyalakan cerutu dan menghisap gulungan daun tembakau kering itu dalam-dalam. "Raja tidak bisa mengelak lagi sekarang. Kita memiliki semua bukti dan saksi kejahatan putranya."
Pintu kantor Black diketuk dari luar. Taylor datang membawakan informasi jika kereta kuda Black sudah siap.
"Berapa lama Anda berencana tinggal di Dorian?" Oliver mencoba memastikan, agar nanti bisa mengatur ulang jadwal Black yang terlanjur berantakan.
"Tergantung kondisi Koa." Black menyambar mantel hitam berbahan kain kasmir pada gantungan baju di sebelah meja kerja. Ia sudah siap untuk pergi. Namun, saat menyadari kegundahan Oliver, Black mengurungkan niatnya. "Ada sesuatu yang kau ketahui tapi belum aku ketahui?"
Oliver menarik napas panjang sebelum menjawab. "Peristiwa penculikan itu meninggalkan trauma mendalam pada Lady Dorian. Sejak keluar dari rumah sakit, Lady Dorian dikabarkan lebih sering mengurung diri di rumah dan menolak segala kunjungan. Bahkan, Lady Otsana yang dikenal dekat dengan beliau pun tidak diizinkan bertemu."
"Hm, sepertinya aku terlalu menyepelekan masalah ini," ujar Black khawatir.
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Shield - Putri Sang Duke
Fantasy(SIDE STORY ADA DI GOODNOVEL) Seorang gadis yatim piatu meninggal dunia dengan cara yang sangat mengenaskan. Ia mati terbakar di dalam panti asuhan tempat di mana ia dibuang dan dibesarkan. Gadis itu kira, setelah ia mati, kemalangannya akan berakhi...