74. Sungguh Tidak Manusiawi

2.7K 260 5
                                    

.....

Dalam tenangnya malam yang semakin larut, keheningan menggelayuti langit seperti selimut gelap yang merangkul dunia. Langkah Black tampak mantap, menuntun Koa menapaki lorong-lorong panjang di kediaman megah Keluarga Dorian. Kilau cahaya lilin yang memainkan bayangan menghangatkan setiap langkah mereka, menciptakan atmosfer magis di sekitarnya. Koa, putri sang tuan rumah, menyelesaikan hari dalam percakapan yang sarat makna bersama Black, di antara gemerlap cahaya dan bayangan misterius. Sentuhan kehangatan membuat malam itu menjadi momen penuh warna yang tak terlupakan.

"Sudahkah Anda membaca koran minggu ini?" tanya Koa pada Black.

Black mendeteksi kegelisahan yang tersirat dalam pertanyaan Koa. Terdapat suatu getaran tak biasa yang mengambang di udara, dan Black merasa obrolan ini bukan hanya sebatas pertukaran berita saja. "Ya, aku sudah melihat koran minggu ini. Ada sesuatu yang ingin kau diskusikan, Milady?"

Koa mengangguk. "Lady Kimoni, dia... meninggal dunia. Bunuh diri, dengan melompat ke danau lebih tepatnya."

Black meresapi ketidaknyamanan dalam berita itu. Meski Elle tak pernah menjadi pusat perhatian mereka, wanita itu tetaplah bagian penting dari akar bencana yang menimpa hidup mereka. "Sungguh mengejutkan. Apa yang terjadi?"

"Itulah masalahnya Lord. Bagian yang mengecewakan adalah koran tidak memberitakan sesuatu yang penting. Mereka justru tertarik pada kejelekan tak bermanfaat, seperti menyoroti status Lady Kimoni sebagai wanita simpanan Pangeran Nathaniel."

"Tapi faktanya memang seperti itu." Keduanya sampai di depan kamar Koa. Black membantu wanita itu membuka pintu dan mengantarnya ke dalam kamar. "Count Kimoni pasti merasa sangat tertekan sekarang. Sebab, reputasi keluarga mereka yang hancur juga akan mempengaruhi situasi bisnis pertambangan mereka.

"Jika Anda berada di posisi beliau, apa yang akan Anda lakukan? Anda tidak mungkin diam saja, bukan? Mana mungkin seorang ayah bisa dengan begitu mudahnya merelakan kematian putrinya yang perginya pun dengan cara tidak wajar."

Black termenung di tempat. Ia membayangkan dirinya menjadi seorang ayah di masa depan. "Jika aku berada diposisi Count Kimoni, mungkin... aku akan membalaskan dendamku kepada Pangeran Nathaniel."

"Balas dendam? Hm menarik. Saya pun memikirkan hal yang sama. Bagaimana caranya?"

"Mata dibalas mata, maka nyawa harus dibalas dengan nyawa."

.....

Terhanyut dalam kecemasan, Aylin merasakan kekosongan yang menyiksa batin. Koa Dorian, sahabat terdekat dan sosok yang begitu dicintainya menghilang tanpa kabar. Beberapa waktu yang lalu, Koa menjadi korban penculikan mengerikan yang didalangi oleh calon kakak iparnya, Nathaniel. Dan sejak saat itu pula, jiwa dan pikiran Koa tak lagi sama. Kondisi mental yang rapuh membuat Koa sulit untuk bersua dengan dunia luar, bahkan hal tersebut juga yang membuat Madam Cleo, ibu dari Koa dengan terpaksa meliburkan sejumlah pelayan di manornya karena Koa masih teramat takut dan cemas untuk bertemu orang lain. Aylin dengan hati yang pilu, merasa terombang-ambing di antara kekhawatiran dan kerinduan. Zielle yang peka terhadap perasaan Aylin segera mendekat dan menyuarakan pertanyaan yang mencerminkan rasa perhatiannya. "Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membantumu melewati masa sulit ini?"

Aylin memandangi wajah hangat Zielle dengan mata sendu. "Saya merindukan Lady Dorian, Yang Mulia. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidup saya," ucap Aylin, suaranya hampir tersedat oleh getaran emosi yang terpendam.

"Aku mengerti, Aylin."

"Maafkan saya karena membuat Anda khawatir."

"Hei... kau tidak salah. Memang sudah sewajarnya aku khawatir padamu." Zielle meraih tangan Aylin, meremasnya dalam genggaman. "Sekarang tenangkan dirimu. Mari kita cari jalan keluarnya bersama-sama."

Menyerap rasa hangat dari tangan Zielle, Aylin merasakan dukungan yang teramat tulus. Seulas senyum tipis muncul di bibirnya, menggambarkan rasa syukurnya. "Terima kasih, Yang Mulia. Saya benar-benar beruntung memiliki Anda di sisi saya."

Mendengar itu, Zielle lantas tersenyum dan mengangguk. "Kita saling membutuhkan, Aylin."

Kalimat manis Zielle membuat Aylin tersipu malu. Sebelum pria itu menggodanya dengan mengatakan jika wajahnya semerah tomat, Aylin dengan cerdik mengalihkan topik pembicaraan. "Bagaimana kabar pekerjaan Anda, Yang Mulia? Sudah seminggu ini Anda tidak pulang ke istana dan menginap di kantor."

Duduk saling berhadapan, Aylin bisa dengan mudah melihat perubahan ekspresi di wajah Zielle. "Aylin, pekerjaanku belakang ini benar-benar membuatku lelah," ujar pria itu disusul helaan napas yang panjang. "Berkumpulnya berbagai agenda istana dan tuntutan pekerjaan yang meningkat membuat hari-hariku menjadi begitu padat. Aku merindukan waktu di mana kita bisa bersantai tanpa ada tekanan seperti sekarang ini."

"Yang Mulia Raja tahu Anda orang yang mampu dan berdedikasi. Oleh karena itu, beliau berani memberikan tugas penting ini kepada Anda." Aylin melanjutkan sembari merapikan rambut Zielle yang berantakan terkena angin. "Bukankah ini yang sejak dulu Anda impikan, mendapatkan kepercayaan dari beliau."

"Kau benar, Aylin." Mencoba memberikan nuansa yang positif pada percakapan mereka, Zielle berusaha tegar. "Baru saja aku menerima kabar bahwa persiapan acara duel antara Nathaniel dan Black berjalan cukup baik. Aku akan berusaha semaksimal mungkin supaya Yang Mulia tidak kecewa padaku."

"Yang Mulia."

"Ya?"

"Saya bangga bisa mendampingi Anda."

Pujian tulus dari Aylin adalah suntikan energi baru bagi Zielle. Matanya yang sebelumnya terlihat lelah, kini bersinar kembali. Sejenak ia terdiam, membiarkan kata-kata itu meresap ke dalam jiwanya.

"Mengenai acara duel itu, apakah Anda sudah mengabari Pangeran Nathaniel?" tanya Aylin penasaran.

"Setelah menerima surat tantangan dari Black, raja langsung menginformasikan kabar ini kepada Nathaniel. Hanya saja untuk detail acaranya, aku baru mengabarkannya ke anak itu kemarin."

"Dan Pangeran Nathaniel menerima tantangan duel tersebut?"

"Mau tidak mau dia harus menerimanya. Duel ini bukan duel biasa, Aylin. Ini menyangkut harga diri mereka."

.....

Penjara Menara – Kemarin.

"Itu kau rupanya," sapa Nathaniel saat melihat Zielle masuk ke kamar tahanannya. "Orang sibuk sepertimu ada urusan apa datang kemari?"

Zielle tak mampu menyembunyikan ekspresi kecewanya. Ia bersandar pada badan pintu, memberikan jarak yang terasa begitu dekat, tetapi sejauh dunia yang berbeda. "Putri sulung Count Kimoni bunuh diri di istanamu."

"Putri Count Kimoni? Ah... maksudmu Elle."

Zielle mencermati wajah Nathaniel dan menjadi heran setelahnya. "Tidakkah kau merasa sedih, Nathaniel? Elle, dia kekasihmu bukan?"

Nathaniel menjawab dengan tenang, wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Kematian adalah bagian dari kehidupan. Kita tidak bisa mengendalikannya."

"Bagaimana kau bisa begitu dingin, Nathaniel?" Amarah yang ditahan sekuat tenaga dalam diri Zielle mulai memberontak. "Lady Kimoni bukanlah seseorang yang bisa kau abaikan begitu saja."

"Bijak sekali calon raja kita ini," kekeh Nathaniel. "Kau melupakan sesuatu, Zielle. Antara aku dan Elle, tidak pernah ada ikatan yang pasti. Kematian seseorang yang tidak memiliki tempat istimewa di hatiku tidak akan membuatku bersedih." Nathaniel duduk dengan tenang di pojok ruangan, memandang ke arah luar jendela dengan tatapan yang sulit ditebak. "Dunia ini keras, saudaraku. Aku hanya berusaha menikmati sisa hidupku dengan fokus pada hal yang benar-benar penting saja. Elle, sayang sekali, dia bukanlah salah satu di antaranya."

Meski ruangan tahanan itu kecil, ketegangan di antara dua pria dewasa yang memegang kuat prinsip hidupnya masing-masing membuat suasana seolah meledak oleh gelombang emosi yang tak terbendung. Zielle yang frustrasi pada sikap Nathaniel memilih diam dalam kekecewaan yang mendalam. "Omong kosongmu sungguh tak manusiawi. Kuharap pada duel besok, Black memberikanmu karma yang pantas."

.....

Queen of Shield - Putri Sang DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang