11. Kebiasaan Gama

6.6K 580 19
                                    

Satu minggu tinggal di rumah Gama tidak ada yang aneh. Kirana bahkan bisa tidur dengan pulas. Pulas bukan karena betah dan nyaman di rumah besar itu, lebih karena pulas saking capeknya menjadi asisten seorang Gama.

Kirana memastikan Gama makan makanan yang biasa dikonsumsi manusia pada umumnya, tapi anehnya sikap dan tutur katanya seperti orang yang habis menelan api. Selalu panas membakar hati. Bahkan kadang sampai perih. Oleh sebab itu orang-orang di kantor sangat heran lantaran Kirana bisa bertahan selama satu minggu belakangan.

"Pemecah rekor. Kamu orang pertama yang bisa bertahan di sisi Pak Gama selama ini," ucap Lita menyenggol lengan Kirana ketika mereka bertemu kemarin.

Kirana mengerjap. "Baru juga satu minggu aku kerja sama dia," sahut Kirana pelan.

"Seminggu itu awal yang baik. Asisten-asisten sebelum kamu nggak ada yang lebih dari tiga hari bertahan di sana."

"Masa sih?" Kirana menggaruk pelan belakang lehernya.

"Iya, kan aku udah pernah cerita. By the way kamu nggak dapat gangguan dari ... " Lita celingukan memastikan tidak ada yang mendengar ucapannya. Lalu dia berbisik. "Kamu  emang nggak diganggu sama makhluk penghuni rumah Pak Gama?"

"Itu mah 24 jam per tujuh hari selalu digangguin, Mbak. Kan aku asisten dia," sahut Kirana polos.

Lita menabok lengan Kirana gemas, membuat perempuan itu kesakitan dan secara refleks mengusap lengannya. "Kok aku dipukul sih, Mbak? Kan penghuni rumah Pak Gama ya Pak Gama sendiri. Satu lagi ada si Mbok dan Mang Eman. Tapi, kalau mereka mah nggak suka ganggu."

Lita geleng-geleng kepala tak habis pikir. "Maksud aku tuh penghuni rumah Pak Gama itu, makhluk tak kasat mata, alias hantu. Kan gosipnya rumah Pak Gama berhantu."

Kirana mengibaskan tangan. "Nggak ada, Mbak. Itu cuma gosip. Hoax. Nyatanya ya aku baik-baik aja di sana. Nggak ada gangguan apa-apa."

Lita mengerutkan bibir mendengar keterangan Kirana. "Tapi, si Secil lalu asisten sebelum dia bilang kalau tiap malam itu ada makhluk seram dengan badan besar yang selalu menindih tubuh mereka ketika tidur. Katanya sih  tubuh makhluk itu penuh bulu-bulu macam genderuwo. Kan serem," terang Lita seraya bergidik ngeri. "Makanya enggak ada yang betah. Tidur mereka nggak pernah pulas. Mana sebelum subuh harus bangun lagi," lanjutnya.

"Kalau sebelum subuh harus bangun sih memang benar, Mbak. Tapi soal hantu itu aku selama ini masih aman-aman aja. Nggak ada hal aneh di rumah itu."

Seperti sekarang ini. Sebelum subuh Kirana sudah terjaga. Gama memiliki kebiasaan bangun pagi-pagi, jadi sebelum pria itu berteriak-teriak memanggil namanya, Kirana sebisa mungkin bangun lebih awal, dan menyiapkan segala kebutuhan Gama.

Kirana sudah bersih-bersih terlebih dulu sebelum memasuki kamar Gama. Dia akan menyiapkan  segelas infus water yang sudah dia buat dari semalam. Kebiasaan Gama yang selalu meminum infus water ketika bangun tidur sudah sangat dia hafal. Bahkan urutan bahan untuk membuatnya sudah di luar kepala. Pagi ini dia membawa satu botol infus water dengan bahan irisan jeruk lemon, mentimun, kiwi dan apel hijau.

Gama masih tidur dengan napas teratur saat Kirana memasuki kamar. Sebagai seorang asisten dia diberi akses masuk tanpa harus mengetuk pintu terlebih dulu. Awalnya agak aneh bagi Kirana, tapi ternyata memang tujuannya untuk mempermudah karena bosnya itu adalah orang yang sangat tidak sabaran.

Kirana berdiri di sisi ranjang tidur sembari menuang minuman aneh itu ke dalam gelas panjang. Lantaran pagi ini masih hening, suara kucuran air dari botol terdengar begitu nyaring. Sampai-sampai Gama menggeliat dalam tidurnya.

Kirana melirik sejenak pria yang masih berselimut itu. Dadanya terbuka. Satu kebiasaan Gama yang lainnya. Pria itu selalu bertelanjang dada ketika tidur, yang mau tak mau Kirana harus menyesuaikan dengan kebiasaan itu. Awalnya berat karena dia merasa malu melihat tubuh kekar itu berkeliaran di depan mata. Namun, lama-lama Kirana terbiasa meski kadang bikin deg-degan juga.

"Tolong jangan ganggu aku, Sukma. Aku masih mengantuk," gumam Gama dengan mata yang masih tertutup rapat.

Sukma, nama itu sering kali keluar dari mulut Gama. Entahlah Sukma itu siapa. Dugaan Kirana itu nama pacarnya, soulmate-nya bisa jadi. Yang jelas Kirana tidak berani menanyakan itu kalau tidak mau kena bentak.

Setelah menuang air ke dalam gelas, Kirana menyiapkan pakaian olahraga dan pakaian kantor yang akan pria itu kenakan hari ini.

Kirana terkejut ketika keluar dari walk in closet sudah ada Gama di depan pintu. Pria itu menatap Kirana sekilas sebelum beranjak masuk. Secara refleks Kirana menyingkirkan badan memberi ruang agar bosnya bisa masuk ke ruang ganti. Dia sendiri lantas bergegas keluar kamar. Namun, sebelum itu dia mengambil gelas kosong yang ada di atas nakas. Seperti biasa Gama sudah menandaskan isinya.

"Kosongkan jadwal saya hari ini," ucap Gama datar. Dirinya sudah berganti dengan setelan trening berkelir putih yang Kirana pilihkan.

"Baik, Pak." Kirana mengangguk lalu kembali beranjak. Saat dia membuka pintu kamar, Gama dengan seenaknya menyerobot langkahnya.

"Asisten itu belakangan," cibir Gama, tersenyum miring sebelum kembali melangkah.

Masih pagi buta, tapi pria itu sudah mulai muncul jiwa iblisnya. Kirana menarik napas panjang-panjang berusaha mengisi ulang stok sabarnya.

"Temani saya ngegym, sarapan biar si Mbok yang menyiapkan." Gama kembali bersuara. Langkahnya bahkan berhenti sesaat dengan arah tubuh berbalik menghadap Kirana. "Gerakanmu itu masih lelet. Menyeimbangi langkah saya saja sudah pontang-panting. Jadi, terhitung mulai hari ini kamu harus ikut olahraga pagi. Paham?"

"Pa-paham, Pak." Kirana sedikit mencebik.

Sungguh, olahraga adalah hal yang paling tidak Kirana sukai. Pekerjaannya saja sudah membuatnya capek ditambah lagi suruh olahraga. Apa itu namanya tidak dobel capek?

"Kamu keberatan?" tanya Gama yang masih mengawasi raut wajah Kirana.

Gama tidak mungkin salah membaca raut masam yang wanita itu tunjukkan. Meski dia gagal membaca isi kepala Kirana, tapi dengan melihat mimik wajah perempuan itu saja dia sudah paham.

Kirana gelagapan dan segera menggeleng. "Tidak sama sekali, Pak."

"Kalau begitu kenapa masih diam di situ? Cepat ganti pakaianmu, kamu nggak akan olahraga dengan pencil skirt begitu, kan?"

Secara spontan Kirana memandang dirinya sendiri. Sepagi ini dia sudah mengenakan pakaian formal. Pencil skirt disambung kemeja lengan panjang yang bagian kerahnya berpita. Mode on fire untuk berkerja.

"Iya, Pak."

Kirana buru-buru turun dari lantai dua menuju kamar. Saat melewati ruang makan dia melihat bayangan hitam bergerak cepat menuju ke arah dapur. Kirana sedikit tersentak dan kaget. Gelas di tangannya bahkan hampir terlepas. Dengan cepat dia menoleh ke arah dapur dan kembali mengayunkan kakinya dengan pelan.

Kirana berharap itu bukan hal yang menyeramkan. Tidak ada aktivitas apa pun di dapur ketika Kirana sampai di sana. Bahkan lampu dapur masih mati sama seperti saat dia mengambil botol infus water dari dalam kulkas.

Jadi, yang tadi dia lihat apa? Kirana sangat yakin bayangan hitam itu menuju ke arah dapur.

"Jangan-jangan ada pencuri di rumah ini?"

Sontak mata Kirana melebar, dia bergegas melangkah mencari sakelar lampu. Dibanding hantu dan sejenisnya, Kirana lebih takut dengan setan yang berwujud manusia.

Dia berhasil menemukan sakelar lampu dapur. Namun, sebelum dia menekan sakelar itu, lampu dapur tiba-tiba menyala dengan sendirinya. Kirana cukup terkejut. Bagaimana mungkin lampu di sini bisa menyala sementara tangannya sama sekali belum menekan tombol on?

Belum hilang rasa terkejutnya gara-gara lampu, tiba-tiba dari belakang sebuah tepukan mendarat di bahu. Sontak tubuh Kirana menegang. Dan dengan gerakan pelan, kepalanya menoleh ke belakang. Seketika itu mata Kirana membola dan detik berikutnya dia menjerit sejadi-jadinya.

____________

Kira-kira siapa yang menepuk bahu Kirana?


The Devil inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang