54. Sarung Keris Berukir Naga

5K 622 54
                                    

Dengan sedikit ngotot dan juga paksaan, akhirnya pihak hotel mau mencarikan supir untuk Kirana. Wanita itu membawa tubuh Gama yang tertidur dibantu oleh salah seorang pegawai hotel serta Sukma, turun ke lantai bawah.

Tubuh Gama lantas dibaringkan di jok penumpang. Kirana menyusul kemudian. Dia menyangga dan menyandarkan kepala Gama di pangkuannya.

"Ke rumah sakit, Mbak?" tanya supir yang sudah siap di belakang kemudi.

"Tidak. Kita ke Gunung Kidul."

Supir itu sedikit mengernyit, tapi mulai menyalakan mesin mobil.

"Nona Kirana jangan panik dan harus tetap tenang," ucap Sukma yang duduk di depan bersama si Supir.

Kirana kembali melihat keris itu yang masih terus berputar di atas perut Gama, mengikuti ke manapun lelaki itu. Cahayanya makin terang.

"Hanya Nona Kirana dan pemilik sarung keris yang bisa melihat keris itu. Orang lain tidak bisa."

Wanita yang tidak sempat mengganti piyama dengan pakaian layak pakai itu mengangguk kecil. Pantas saja, pegawai hotel dan si supir tidak bereaksi lebay seperti dirinya. Ah, terlalu banyak hal-hal ganjil yang terjadi belakangan ini.

Apa kehidupan bosnya semistis ini?

Waktu itu Kirana memang pernah melihat kulit perut Gama tiba-tiba membentuk sebuah keris. Namun, tidak sampai keluar dan melayang-layang seperti sekarang.

"Sudah tiga kali keris itu menampakkan diri," ujar Sukma tanpa Kirana tanya. "Pertama saat usia Tuan Gama masih 17 tahun. Saat itu, Tuan Gama sedang berada di Surakarta. Kedua saat di kolam renang bersama Anda, Nona. Dan, ketiga adalah sekarang. Namun, yang sekarang, sampai keluar dari perut Pak Gama. Yang artinya keris itu sudah menemukan tempatnya," lanjut Sukma menjelaskan.

"Tapi, bagaimana kamu bisa tahu kalau tempat keris ada di rumah orang tuaku?" tanya Kirana lirih.

"Mbak tanya sesuatu?" tanya si supir tiba-tiba. Ah, Kirana lupa ada orang lain selain dirinya dan Gama di mobil ini.

"Tidak, Pak. Bapak fokus nyupir saja jangan hiraukan kalau saya bicara. Saya sedang bicara dengan laki-laki yang tidur ini," sahut Kirana.

"Oh, njeh, Mbak. Jalanan menuju Gunung Kidul tengah malam begini sebenarnya serem lho, Mbak. Kalau ndak ada teman, saya ndak mau jalan ke sana sendirian. Banyak cerita-cerita misterinya, Mbak," ujar si Supir lagi.

"Bapak bismillah saja. Insyaallah perjalanan kita lancar dan nggak ada aneh-aneh."

"Njeh, Mbak." Supir itu lantas diam, dan kembali fokus ke jalanan, yang memang Kirana akui terlihat menyeramkan di tengah malam begini.

"Apa Nona Kirana menyukai Tuan Gama?" tanya Sukma tiba-tiba, membuat Kirana serta-merta salah tingkah.

"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?"

Si supir terkekeh. "Saya ndak tekok opo-opo e, Mbak."

Kirana membuang napas kencang-kencang. Lalu melirik si supir. "Bapak fokus menyetir saja. Kan tadi saya udah bilang."

"Oh, njeh, Mbak. Ngapunten."

Kirana menggeleng, lalu membanting punggung ke sandaran jok.

"Sepertinya Nona Kirana benar-benar menyukai Tuan Gama." Sukma kembali bersuara.

"Kenapa kamu bisa berkesimpulan seperti itu? Saya bahkan belum menjawab pertanyaan kamu," gumam Kirana melirik khodam milik Gama itu.

"Wajah panik Nona saat bangun tidur tadi sudah menjelaskannya."

The Devil inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang