72. Marini

4.3K 603 66
                                    

Kirana mengangguk takut-takut.

Lalu dengan kasar Gama melepas cengkeraman tangannya pada lengan wanita itu.

"Kenapa, kenapa Bapak melakukan ini sama saya?" tanya Kirana pelan seraya mengusap lengannya yang masih terasa sakit.

"Apa maksud kamu?" Gama kembali menatap sebal asistennya itu.

Dada Kirana kembali merasa sesak. Kemarin dia benar-benar merasa seperti orang yang dicampakkan.

"Tolong jangan pernah menyentuh saya lagi," ucap Kirana dengan bibir bergetar. "Itu menyakiti saya." Lalu tanpa bisa dicegah, air matanya meluncur begitu saja.

Gama tertegun melihat pipi Kirana basah. Wanita itu mencoba menyembunyikan air mata. Namun, Gama tahu Kirana menangis, meski tidak ada suara isakan di sana. Pelan pria berahang tegas itu menarik napas panjang dan mengembuskannya.

"Saya minta maaf soal kemarin. Saya cuma sedang bingung," ucap Gama tanpa menoleh kepada Kirana yang tengah menyembunyikan tangis. "Saya benar-benar bingung."

Tangannya terangkat hendak meraih puncak kepala Kirana, namun urung. Dia hanya berhasil menggenggam udara, lalu kembali menarik tangannya.

***

Kirana bersyukur karena rapat dengan klien kali ini bukan dia yang menemani Gama, melainkan Lita. Sebenarnya dia wajib ikut ke mana pun Gama pergi, tapi lelaki itu seolah memberi ruang kepadanya untuk sendiri.

Kirana sedang membuat laporan ketika ponselnya bunyi. Matanya menyipit melihat nomor asing tertera pada layar benda pipih itu. Dengan tangan yang masih sibuk mengetik, dia mengangkat panggilan dengan tangan lainnya.

"Halo," sapanya.

"Halo, Kiran. Sibuk, ya? Sori nih, aku ganggu kamu."

Suara yang sangat familier. "Nugo?"

"Ya Tuhan, kamu nggak nyimpan nomor aku?" tanya Nugo di ujung sana.

"Sori, ponselku kemarin ganti jadi nomor kamu masih ada di ponsel lama," sahut Kirana nyengir, dia lantas meninggalkan aktivitasnya sebentar untuk berbicara dengan orang yang akan menjadi seniornya di kampus nanti. "Gimana, Nug. Ada yang bisa aku bantu?"

"Kamu kaya customer service aja. Emang kalau aku nelpon kamu karena butuh bantuan doang?"

Mau nggak mau Kirana terkekeh. "Sori. Abis tumben banget kamu telepon aku."

"Aku mau mastiin aja. Apa malam ini kamu bisa aku ajak makan malam?"

Pertanyaan itu membuat Kirana diam sesaat. Dia ingat ajakan Gama untuk menghadiri Grand opening restoran milik temannya. Dan Kirana menolak, jelas karena dia masih sakit hati.

"Pukul berapa?" tanya Kirana.

"Sekitar pukul tujuh."

"Oke. Bisa. Tapi kita ketemu di tempatnya langsung nggak apa-apa kan?" Kirana tidak mungkin membiarkan Nugo menjemputnya di rumah Gama. Dia bisa diinterogasi habis-habisan.

"Boleh, kalau begitu sampai ketemu nanti malam."

Bukan tanpa alasan Kirana menerima ajakan makan malam itu. Dia ingin menyegarkan pikiran. Membuang jauh-jauh segala hal yang membuat hatinya sakit. Apalagi yang bersangkutan dengan Gama.

Begitu sambungan telepon terputus, pesan dari Raja masuk. Dan yang membuat Kirana mengerutkan kening, di pesan itu Raja menanyakan soal malam minggunya.

Kirana mencubit ujung hidung, merasa geli sendiri membaca pesan itu. Kepalanya menggeleng, dan tanpa berniat membalas pesan itu dia melanjutkan pekerjaannya lagi.

The Devil inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang