Mudah-mudahan di lapak Gama, nggak ada penyusup yang cepu, biar ini bisa aku up sampai tamat.
______
Gama menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tampak berat mengatakannya. Yang dia lakukan hanya diam dan menatap lurus kepada Kirana—yang masih berdiri di dekatnya.
"Bapak suka minuman itu?" tanya Kirana, melihat tidak ada reaksi yang berarti dari bosnya tersebut.
"Not bad." Gama beranjak berdiri seraya meraih bukunya. Dia lantas bergerak ke salah satu rak buku yang ada di kamar, dan meletakkan buku setebal tiga senti itu di rak paling atas. "Kamu kenapa belum berganti pakaian? " tanya lelaki itu, memperhatikan Kirana yang saat ini bergerak ke jendela kaca.
Wanita itu mengurai tali tirai. Sebelah tangannya lantas terangkat saat menutup kaca jendela dengan tirai tersebut.
Hal itu cukup membuat Gama tertegun. Dia menelan ludah melihat tanda lahir di bahu belakang Kirana. Itu tampak seksi dan indah di matanya. Tanpa sadar Gama mendekati wanita itu.
"Nanti, Pak. Sekalian mandi," sahut Kirana. Dia berbalik dan terkejut seketika saat menemukan Gama sudah berdiri menjulang di hadapannya. Keduanya saling tatap sejenak, sebelum Kirana melepas pandang dan izin keluar.
Namun, Gama dengan cepat mencekal lengannya saat wanita itu hendak beranjak. Secara refleks tatap mereka kembali bertemu.
"Sa-saya harus kembali ke kamar, Pak. Apa Bapak masih butuh sesuatu?" tanya Kirana sebisa mungkin bersikap profesional meskipun dia tidak bisa menghindar ketika detak jantungnya tiba-tiba berpacu dengan cepat.
Bagaimana tidak? Lelaki tampan itu terus menatap dirinya tanpa suara. Jujur itu membuat Kirana sedikit takut. Kejadian saat Gama menggagahinya berkelebat, membuat matanya terpejam. Tanpa sadar tangan wanita itu mengepal, tubuhnya mendadak bergetar. Apalagi ketika wajah Gama bergerak mendekat.
Alarm di kepalanya berbunyi nyaring. Dia tidak ingin kejadian hari itu terulang lagi. Tepat ketika ujung hidung Gama menyentuh ujung hidungnya, telapak tangan Kirana bergerak mendorong dada bidang lelaki itu.
Cekalan tangan Gama sontak terlepas. Lalu perasaan kehilangan tiba-tiba hinggap ketika Kirana bergerak menjauh. Meninggalkannya sendiri, yang terkejut sendiri dengan tindakannya barusan.
Gama membuang napas kasar dan mengusap wajah. "Apa yang aku lakukan? Sial," umpatnya, bergerak duduk dengan perasaan gusar.
"Kendalikan diri Anda, Tuan."
Gama menoleh mendengar suara Sukma. Dia berdecak. "Telat kalau kamu mengingatkan aku sekarang, Sukma."
Sukma tersenyum, sosoknya lantas mengecil dan duduk di meja, berhadapan dengan Gama. "Saya sarankan Anda menikahi Nona Kirana saja."
"Apa?"
"Bukannya Anda mau mempertanggung-jawabkan perbuatan Anda pada Nona Kirana?"
"Dengan cara menikahi dia? Kamu jangan mengajakku bercanda." Gama tidak habis pikir penjaganya itu bisa menyarankan hal yang menyesatkan itu.
"Saya tidak bercanda."
"Kamu sangat tahu aku hanya akan menikah dengan wanita yang bisa menghilangkan kutukan sialan ini. Sementara wanita itu bisa apa?"
Sukma mengusap dagu. Matanya menatap ke atas seolah tengah memikirkan sesuatu.
"Apa Anda tidak pernah berpikir kalau Nona Kirana adalah wanita itu?" tanya Sukma. "Apa Anda tidak sadar? Tidur Anda beberapa hari terasa begitu tenang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil inside You
Romance"Kamu pikir, kamu itu siapa?! Berani sekali mengatur hidupku." Gama menatap tajam, penuh intimidasi kepada wanita yang kini terpojok dengan bibir bergetar. "Kamu itu cuma asisten! Aku ingatkan sekali lagi posisimu. Kamu itu cuma asisten!" bentak G...