76. Pengaruh Obat

5.7K 615 50
                                    

Yang nggak suka dan bosan dengan cerita ini mending skip aja, ya. Alurnya bakal panjang, takutnya malah mati kebosanan. Nggak ada paksaan buat baca sampe tamat. Serius.

DISCLAIMER ini cuma hiburan aja, nggak dipungut biaya juga. Akan banyak hal yang nggak masuk di akal. Daripada mood nulisku ambyar dan jadi berantakan, nanti aku malah pindah haluan jadi Kang Laundry. Jadi, yang nggak berkenan bisa melipir dulu. 🙏

Buat yang masih stay sampai bab ini saya berterima kasih sekali. Sayang kalian banyak-banyak 💜 Saranghyeo



-


-


-



-


Iris mata palsu berwarna abu itu membesar saat Kirana menarik tangan Gama.

"Pak Gama, sepertinya asisten kamu perlu diajari sopan santun," ucap Marini menahan emosi melihat lelaki yang menjadi incarannya direbut begitu saja. "Saya sudah mempersilakan dia masuk, ya. Tapi sekarang malah bertindak kurang ajar."

"Bu Marini, maafkan Kirana. Tapi saya memang harus pergi sekarang. Sepertinya pertemuan malam ini sudah melenceng jauh dari apa yang kita rencanakan," ucap Gama seraya mengerjap-ngerjapkan mata. pusing tiba-tiba mendera. "Kita akan bicara lagi di waktu yang tepat."

Gama melepas tangan Kirana dari pergelangan tangannya. Sebagai gantinya lelaki itu menggenggam tangan Kirana dan segera mungkin meninggalkan kamar Marini.

"Brengsek, padahal sedikit lagi aku bisa menikmati tubuh kekarnya," umpat Marini begitu mereka pergi.

Di dalam lift Gama tampak gusar. Dia melepas jas, dan mengendurkan dasinya. Merasa ada yang tidak beres dalam tubuhnya setelah sempat menyesap minuman yang Marini berikan. Tubuhnya seperti terbakar, panas dan gerah.

"Mas baik-baik aja?" tanya Kirana melihat keringat dingin keluar dari dahi dan area leher lelaki itu.

"Aku merasa tidak baik. Kirana, bisa kamu pesankan satu kamar? Sepertinya aku tidak bisa menyetir dalam kondisi begini." Napasnya bahkan mulai memburu.

Kirana yang takut lelaki itu kenapa-napa langsung menurut. Begitu keluar dari lift, dia langsung memesan kamar.

Wajah Gama yang sempat pias, kini memerah. Rasa panas menjalari tubuhnya. "Brengsek, apa yang wanita itu bubuhkan di minuman itu?" umpat Gama dengan napas terengah. Dia melihat Kirana bergegas menghampirinya.

"Saya sudah mendapat kamar. Saya antar Mas dulu ke sana. Setelah itu saya akan pulang." Dia membantu Gama berdiri untuk dibawa ke lift kembali.

Sekuat tenaga Gama tidak menyerang Kirana, meskipun ada keinginan yang sangat besar dalam dirinya untuk mencium wanita itu.

Lift berhenti di lantai lima. Kirana kembali memapah lelaki itu lagi untuk masuk ke kamar yang sudah dia pesan. Dengan cepat kamar itu bisa dia temukan.

"Kirana, aku sebenarnya nggak ingin menyakiti kamu lagi. Tapi, sekarang aku benar-benar nggak tahan," ujar Gama dengan napas naik turun saat mereka sudah berhasil masuk ke kamar.

Kirana yang tidak mengerti maksud perkataan Gama hanya menyipitkan mata.

"Aku nggak tau apa yang wanita brengsek itu beri pada minumanku. Rasanya seluruh tubuhku seperti terbakar," lanjut Gama kali ini dia melepas kemejanya dan membuang begitu saja.

Saat itulah Kirana tahu bahwa Gama sedang terpengaruh sesuatu.

"Lebih baik kamu pergi sekarang, karena kalau tidak, aku bisa menyakitimu lagi," ucap Gama seraya memejamkan mata berusaha keras untuk tidak menyentuh Kirana.  Dia meremas tengkuknya sendiri.

The Devil inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang