Lambaian tangan Raja bisa segera Kirana lihat ketika dia baru memasuki restoran bersama Gama. Kakak tiri bosnya itu hanya sendiri, tidak ada Silvana di sebelahnya.
"Saya males liat wajahnya, Kirana," ucap Gama seraya membuka kancing lengan kemeja dan menggulungnya ke atas.
"Mas ke sini untuk memenuhi undangan Silvana. Anggap saja Pak Raja nggak ada. Saya akan pastikan, Mas lebih banyak berinteraksi dengan Silvana nanti."
Gama tidak merespons. Entah apa yang sedang Kirana rencanakan, dia tidak peduli.
"Selamat siang, Pak. Maaf, sudah membuat Anda menunggu," sapa Kirana begitu sudah sampai di meja reservasi mereka.
"Nggak masalah, Nona Kirana. Bahkan seabad pun saya rela menunggu untuk wanita secantik kamu."
Balasan ucapan Raja terdengar berlebihan. Sangat berlebihan di telinga Gama. Namun, lelaki itu malas merespons. Dia memilih menarik kursi dan mengabaikan keberadaan kakak tirinya.
Raja bangkit dan segera menarik kursi untuk Kirana, membuat wanita itu terkejut. Namun, segera mungkin Kirana melempar senyum dan mengucapkan terima kasih.
Hal itu tidak luput dari perhatian Gama, dan membuatnya berdecak. "Nggak usah berlebihan dengan asistenku."
"Aku nggak berlebihan, hanya melakukan yang seharusnya dilakukan saja," sahut Raja santai.
Selalu saja begini, tidak akan pernah lepas dari yang namanya perdebatan. "Mbak Silvana ke mana ya, Pak?" tanya Kirana mengalihkan perhatian mereka.
Kepala Raja memutar, seperti mencari seseorang. "Tadi dia ke toilet sebentar, tapi kenapa belum muncul batang hidungnya juga, ya? Sebentar, saya telepon dulu." Raja baru akan menghubungi tunangannya ketika tatapnya menemukan sosok Silvana yang tengah berjalan ke arahnya. "Ah, itu dia."
Semua mata melihat ke arah datangnya Silvana. Wanita itu tampak berjalan begitu anggun seraya melambaikan tangan. Sampai Kirana pikir dia lebih cocok menjadi Putri Indonesia daripada menjadi wanita karier.
"Ternyata udah datang semua. Sori, udah pada nunggu lama, ya?" sapa Silvana begitu sampai ke meja.
"Nggak, kami belum lama sampai, kok," sahut Gama tersenyum kecil. Sebuah sentuhan pada kakinya membuat Gama melirik sebelah kanannya. Dia melihat Kirana memberi sebuah kode yang sulit Gama pahami. "Apa?" dia bertanya melalui mata. Dan dibalas sebuah lirikan dari Kirana yang wanita itu tujukan pada Silvana.
"Kalian sudah pada pesan belum?" tanya Silvana duduk di kursinya.
Melihat itu membuat Kirana serta merta memutar bola mata karena kesal melihat Gama yang tidak memiliki gerakan cepat Harusnya pria itu menarik kursi untuk Silvana.
Gama mengernyitkan dahi melihat tingkah Kirana yang dinilai aneh. Dia memutuskan mengabaikan dan menatap lembut ke arah Silvana. "Kami belum memesan makanan. Kita pesan sekarang saja," ucapnya lantas memanggil salah seorang pelayan restoran.
"Pak Raja dan Mbak Silvana, kapan akan menikah kalau saya boleh tahu?" tanya Kirana tiba-tiba saat pelayan yang mencatat pesanan mereka pergi.
Silvana dan Raja sontak saling pandang mendengar pertanyaan yang mungkin tak terduga itu. Gama sendiri memberi isyarat asistennya itu untuk tutup mulut.
"Maaf, kalau pertanyaan saya tidak berkenan," ujar Kirana lagi melihat belum ada respons dari pasangan di hadapannya.
"Ah, tidak, Kirana. Tidak apa-apa," sahut Silvana cepat. "Kami memang belum merancang tanggal pernikahan, kok." Dia melirik Raja di sebelahnya, seraya tersenyum tipis.
Gama berdeham dan langsung menarik perhatian Kirana. Wanita itu menaikkan dua alis melihat tingkah si bos.
"By the way, ada apa kamu mengajak kami makan siang? Apa ada hal penting yang ingin kalian sampaikan?" tanya Gama seperti sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Sebenarnya aku yang ada urusan. Kalau aku langsung yang meminta bertemu, kamu pasti menolak," sahut Raja.
Raja memang paling bisa memanfaatkan tunangannya. "Apa?" tanya Gama tanpa basa-basi.
"Aku butuh bantuan untuk pembebasan lahan yang berlokasi di belakang gedung perusahaan kalian," sahut Raja.
"Apa keuntungan buat kami?" tanya Gama sok jual mahal. Rumor ini sudah lama Gama dengar. Soal kesulitan Raja melakukan pembebasan tanah di kampung yang dulu pernah menjadi lokasi kosan Kirana berada, itu bukan hal baru lagi.
"Kamu akan mendapatkan salah satu unit apartemen yang kami bangun di atas lahan itu," ucap Raja.
Gama menyeringai. "Kamu pikir satu unit apartemen nilainya besar buatku? Kamu tidak tahu saja penghuni di sana seperti apa."
"Sebentar, apa kalian membahas tentang perkampuang di belakang gedung Gama Sakti Grup?" tanya Kirana ikut masuk ke dalam obrolan.
"Betul, Nona. Coba kamu bujuk bosmu itu agar mau bekerja sama menangani masalah ini." Raja menyahut seraya melempar senyum termanisnya ke arah Kirana.
Gama memutar bola mata bosan. "Jika benefit tidak sesuai, aku malas membantu."
Obrolan mereka terjeda saat pesanan datang. Kirana kebingungan melihat menu yang ada di depan meja. Semua yang tersaji adalah menu seafood. Di antaranya ada kepiting dan lobster. Kirana menghela napas melihat semua makanan itu.
"Ada apa, Nona? Apa kamu nggak suka menunya?" tanya Raja yang menyadari sikap Kirana.
Kirana meringis dan menggeleng. "Saya suka, kok." Dan sekarang dia mulai kebingungan menu mana yang akan mulai dia makan. Dia melirik piring Gama dan Raja yang sudah terisi kepiting berwarna merah. Keduanya lantas bergerak dengan lihai membongkar badan kepiting dengan sebuah alat, lalu mengambil dagingnya dengan mudah.
"Aku ambil dagingnya buat kamu." Gama memindahkan daging-daging kepiting yang sudah dia keluarkan ke piring Silvana.
"Terima kasih, Gam, kamu selalu tahu apa yang aku suka," ucap Silvana tersenyum lebar.
Kirana di sisi Gama menyaksikan hal itu tanpa berkedip. Dia lantas melihat piringnya sendiri yang masih kosong belum terisi apa-apa. Senyumnya terbit ketika melihat Gama kembali mengeluarkan daging kepiting lagi. Namun, lagi-lagi lelaki itu memberikannya kepada Silvana. Senyum Kirana yang lebar sontak surut.
Bibirnya melipat dan mulai memperhatikan menu lain yang mudah untuk dimakan. Kirana belum memutuskan akan mengambil salah salah satu menu ketika Raja tiba-tiba mengambil piring kosong Kirana dan menggantinya dengan piringnya yang sudah terisi dengan daging kepiting.
"Kamu makan ini saja. Sudah saya kupas," ucap Raja membuat Kirana kikuk seketika.
"Te-terima kasih, Pak." Mata Kirana berbinar melihat piring itu penuh dengan daging kepiting. Dia lantas segera mengambil sedikit nasi putih.
Kirana tidak menyadari dua pasang mata di depannya tengah mengawasi dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Mau tambah lagi?" tanya Raja, sok perhatian.
"Ah, nggak, Pak. Ini sudah cukup, kok."
Kirana kembali tersenyum lebar. Selain tampan dan sopan, Raja juga lelaki yang baik. Mulai detik ini Kirana akan menjadikannya idola.
"Beri aku imbalan yang sesuai, maka akan aku pertimbangkan," tandas Gama ketika Raja kembali membuka percakapan tentang pembebasan tanah.
Raja menghela napas. "Aku sodaramu kalau kamu lupa."
"Sodara?" Gama menaikkan sebelah alis. "Sejak kapan kita sodara?" Gama mengambil tisu dan mengelap mulutnya. "Kirana, makanmu sudah selesai kan? Kita kembali ke kantor sekarang saja," ujarnya seraya mendorong kursi ke belakang.
"Baik, Pak." Kirana segera berdiri. Dia mengucapkan terima kasih kepada Silvana dan Raja. Lalu beranjak berdiri, untuk mengiringi Gama.
"Pembebasan tanah bukan perkara mudah, apalagi tanah yang akan kamu ambil itu milik warga kampung yang sudah lama tinggal di sana," ucap Gama lagi sebelum dia benar-benar meninggalkan meja.
_____
jangan lupa save cerita ini ke library dan reading list, ya, Gaes.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil inside You
Romance"Kamu pikir, kamu itu siapa?! Berani sekali mengatur hidupku." Gama menatap tajam, penuh intimidasi kepada wanita yang kini terpojok dengan bibir bergetar. "Kamu itu cuma asisten! Aku ingatkan sekali lagi posisimu. Kamu itu cuma asisten!" bentak G...