58. Beasiswa

4.9K 584 37
                                    

Tempo cerita ini lambat? Iya emang lambat, per bab 1000an kata lebih. Aku nggak suka bikin bab panjang, tapi sukanya bikin cerita jadi panjang. Jadi, sabar-sabar, ya. 

Moga teman-teman menikmati alur ceritanya.
Jangan lupa ramaikan ya, kasih react buat tokohnya, jangan semangatin aku buat nulis, percuma,  soalnya aku semangat nulis kalo dikasih Soekarno-Hatta segepok. 😂

❤️❤️❤️




"Ya ampun, Kirana. Kamu baik banget, sih. Baru kali ini Pak Gama punya aspri sebaik kamu. Biasanya kan songong-songong," ucap Lita ketika Kirana membagikan oleh-oleh yang dia bawa dari Jogja. Apalagi Kirana juga memberikan oleh-oleh spesial berupa dress batik padanya.

"Aku cuma mau bagi kebahagiaan doang. Lagi pula cuma sedikit. Anggap aja ini dari Pak Gama," ujar Kirana, seraya mengeluarkan souvernir yang dia beli di Malioboro untuk dibagi ke staf lainnya.

"Pak Gama nggak pernah juga sebelumnya begini. Kalau perjalanan bisnis ya kerja aja. Boro-boro mikir oleh-oleh buat semua stafnya. Kamu benar-benar memberikan perubahan positif buat dia, Kirana. Makasih banget loh ini oleh-olehnya."

Haha-hihi mereka terjeda ketika Gama datang, lelaki itu memanggil Kirana sejenak lantas pergi lagi.

"Udah sana buruan. Nanti kena omel lagi." Lita mendorong punggung Kirana agar segera memasuki ruangan si bos.

Semua staf di workstation itu berterima kasih padanya, sebelum Kirana kembali ke ruang CEO yang merangkap sebagai ruangannya juga.

"Ada apa, Pak?" tanya Kirana begitu memasuki ruangan besar itu.

Gama yang sudah duduk di balik meja kerjanya menunjuk meja Kirana dengan dagu. "Coba kamu lihat brosur-brosur di meja kamu."

Kirana menoleh ke arah mejanya, dahinya mengernyit, meski begitu dia tetap beranjak ke sana. Matanya melihat begitu banyak brosur di atas meja. Brosur tentang universitas dan perguruan tinggi yang ada di Jakarta.

Kirana beranjak duduk dengan pelan sembari meraih salah satu brosur. Apakah Gama serius dengan ucapannya tentang dirinya yang harus bersekolah lagi?

"Kamu pilih saja mau lanjut di perguruan tinggi mana, nanti kita registrasi segera mungkin," ucap Gama sebelum Kirana berkomentar apa pun.

Kirana tidak pernah bermimpi untuk lanjut kuliah. Karena meskipun itu universitas negeri, biayanya pasti mahal jika tidak mendapatkan beasiswa. Lagi pula fokusnya sekarang bukan pendidikan untuk dirinya, melainkan pendidikan adik-adiknya dan membantu orang tua.

"Kenapa diam?" tanya Gama melihat tidak ada respons apa pun dari asistennya itu.

"Pak, saya sepertinya nggak perlu kuliah lagi. Nggak apa-apa, kan?" tanya Kirana lirih.

Kening Gama berkerut. "Harusnya kamu senang bisa melanjutkan kuliah lagi. Ini kenapa malah nggak mau?"

"Bukannya saya nggak mau. Tapi, Pak, biaya kuliah itu nggak murah. Sekarang saya sedang fokus buat bantu bapak dan ibu. Kalau saya kuliah lagi, akan ada biaya tambahan yang harus saya keluarkan lagi," terang Kirana mengungkapkan kecemasannya.

Gama menarik napas panjang dan mengembuskannya. "Apa saya pernah bilang ke kamu untuk memikirkan biaya kuliah? Saya cuma nyuruh kamu milih universitas yang kamu ingin. Untuk semua biaya kuliah, kamu tidak perlu memikirkannya, karena perusahaan akan membiayai kuliah kamu full sampai kamu lulus."

Mata bening asisten itu terbelalak. Dia cukup terkejut mendengar penjelasan Gama. "A-apa itu benar, Pak?"

"Hm," Gama mengangguk. "Perusahaan akan memberi kamu beasiswa. Hanya saja mungkin kamu cuma bisa kuliah ekstensi mengingat setiap harinya kamu harus bekerja dengan saya. Pilihlah perguruan tinggi yang bisa menyesuaikan jadwal kerja kamu," lanjutnya, membuat senyum Kirana berangsur melebar.

The Devil inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang