Sebenarnya aku ragu up bab ini. Takut kena hujat 😆
_______
"Sudah lebih baik?" tanya Gama berdiri di sisi tempat tidurnya sendiri seraya menatap tubuh ringkih Kirana yang meringkuk di bawah selimut.
Beberapa menit lalu, Gama baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Menggantikan tukang urut jadi-jadian kiriman dari sekretarisnya. Setelah tangis Kirana mereda, Gama membawa perempuan itu ke kamarnya. Atas petunjuk Sukma dia membuat sebuah ramuan untuk mengobati lebam di bahu dan dada Kirana.
"Saya tidak tau ini akan berhasil atau tidak. Tapi tidak salahnya mencoba," ujar Gama sembari membawa cawan kecil memasuki kamar. "Bangun."
"Biar saya sendiri yang melakukannya, Pak," sahut Kirana mencengkeram kuat ujung kain yang dia selipkan di belahan dadanya. Dia belum mengenakan pakaian apa pun pasca kejadian makhluk menyeramkan itu menyentuhnya.
"Tidak bisa. Ada doa-doa khusus yang harus saya ucapkan saat mengobati. Kamu tidak bisa melakukannya sendiri."
"Tapi, Pak-"
"Jangan merepotkan dengan banyak membantah saya, Kirana. Atau kamu mau iblis itu lagi yang menyentuh tubuh kamu?"
Kirana menggeleng cepat. Mengingat wajahnya saja sudah membuat bulu kuduknya merinding. Dia terpaksa berbalik badan, lalu membiarkan Gama mengoles entah ramuan apa.
Kirana memejamkan mata ketika telapak tangan Gama dan ramuan itu bergerak di kulit bahu. Gerakannya lembut, lalu sesekali menekan namun tidak sakit. Aroma kunyit dan kencur menyengat, menyerang indra penciuman Kirana. Ada aroma lain juga yang mendominasi. Namun, dia tidak terlalu hapal.
Tubuh Kirana masih menegang, selama Gama masih menyentuhnya.
"Balik badan," pinta Gama dengan suara serak.
Kirana terkesiap. Balik badan?
"Saya akan mengobati bagian dada kamu."
"Itu biar-"
"Saya sudah bilang kan kalau kamu tidak bisa melakukannya sendiri?" potong Gama dengan nada jengkel. Asistennya itu bebal atau bagaimana?
"Pak, saya-"
"Cepat berbalik, Kirana," hardik Gama cepat. Membuat wanita itu melonjak kaget.
"Ba-baik, Pak." Tanpa pikir panjang dia memutar, menghadap langsung ke depan sang Bos dengan wajah takut.
Gama hendak menarik kain Kirana, tapi dengan cepat Kirana mencegahnya. Wanita itu memegang erat-erat kainnya. Hingga membuat lelaki yang saat ini hanya mengenakan kaus berkerah itu menggeram.
"Kamu ingin sembuh tidak?!"
"Iya, tapi-" Mata Kirana membulat ketika Gama menyentak kainnya hingga cengkraman tangannya terlepas. Kain batik tulis itu pun luruh hingga sebatas pinggang, menampakkan tubuh bagian atas Kirana yang terbuka.
Tanpa menghiraukan Kirana yang mematung dengan wajah tertegun, Gama meraup kembali ramuan pada cawan dengan keempat ujung jarinya. Lalu mengoleskannya di kulit dada bagian atas Kirana yang memar kehitaman.
Ujung jemari pria itu bergerak memutar di sana memberikan sebuah sentuhan dan tekanan searah jarum jam. Gama sama sekali tidak peduli dengan wajah Kirana yang memerah. Pandangannya terasa kosong. Sejujurnya dia mencoba menutup mata, mengabaikan pemandangan indah yang terpampang jelas di depan mata.
Namun, dia juga lelaki biasa. Beberapa kali dia mengumpat dalam hati ketika mengagumi keindahan lingkar dada Kirana yang cukup besar. Kulit Kirana begitu lembut dan halus, membuatnya tak rela menjauhkan jari jemarinya di sana. Puncak dadanya yang memerah dan menantang membuat pangkal pahanya terasa sesak. Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil inside You
Romance"Kamu pikir, kamu itu siapa?! Berani sekali mengatur hidupku." Gama menatap tajam, penuh intimidasi kepada wanita yang kini terpojok dengan bibir bergetar. "Kamu itu cuma asisten! Aku ingatkan sekali lagi posisimu. Kamu itu cuma asisten!" bentak G...