10. Jodoh

780 52 0
                                    

”Gus, itu putri saya. Cantik kan Gus? “ kata Dani, seorang pengusaha sukses yang turut hadir, telunjuknya mengarah pada seorang gadis dengan gamis warna dusty pink dan scarf motif warna senada.  Tengah sibuk menyiapkan segala piranti alat makan ke meja tempat di mana makanan diletakkan.

“Oh iya pak. Cantik. Bapaknya aja ganteng, anaknya ya pasti cantik.” Jawab Sulthan diplomatis. Dia menatap sekilas lalu netranya sibuk menyapu ke seluruh ruangan.

“Kalau jadi jodoh Gus mau?” Tanya pria paruh baya itu dengan wajah serius. Sulthan terkesiap, lalu tersenyum.

“Namanya Adiba Gus. Baru pulang dari Kairo seminggu yang lalu. Dia sudah menamatkan pendidikannya di Al-Azhar. Anak saya aktif di berbagai komunitas sosial. Insya Allah bisa mendampingi Gus dalam berdakwah. “ Lanjut pria dengan kumis tipis di wajahnya itu.

“Maaf pak. Bukannya saya menolak putri bapak. Tapi, saya sudah punya calon sendiri. “ Sudah banyak orang yang menawarkan putrinya padanya, namun tetap saja selalu membuatnya merasa tak nyaman saat menolaknya.

“Oh, selebgram itu ta. Jadi bener soal berita yang beredar itu?” Selidik Dani, ada gurat kecewa di wajahnya.

“Bukan pak. Bukan. Saya sama Syakila hanya rekan kerja. Netizen saja kadang suka melebih-lebihkan. “ kilah Sulthan, jujur lama-lama ia jengah juga digosipin dengan Syakila.

Pertemuan mereka berawal dari kunjungan Syakila ke Kairo untuk mencari informasi tentang universitas Al-Azhar untuk kepentingan konten YouTube nya. Kawan Syakila yang juga kawan Sulthan mempertemukan mereka dan berakhir dengan kolaborasi dalam membuat konten. Karena sebelumnya, Sulthan kerap membuat konten islami semacam quote ataupun nasihat religi juga video tausiyah singkat yang ia unggah di sosial media. Dan sejak saat itu, pertemuan mereka semakin intens, membuat vlog Travelling, kuliner khas Timur Tengah dan konten lainnya. Tak diduga sebelumnya, sambutan warganet begitu antusias dengan konten-konten mereka. Keelokan wajah yang dimilikinya dan wanita itu, membuat mereka sering dijodoh-jodohkan.

“Gus boleh foto nggak?” Suara perempuan terdengar menginterupsi obrolan Sulthan dan Dani.

“Gus, ini putri saya mau foto boleh?” Timpal Dani. Begitu melihat putrinya menghampirinya.

“Oh, boleh pak. “Sulthan pun berdiri bersiap untuk berpose. Adiba, putri pak Dani tadi bergerak mendekat di sebelah kanan Sulthan.

“Maaf mbak, sendiri aja?”

“Kenapa memangnya Gus?”

“Lebih baik rame-rame biar seru.” Tolak Sulthan secara halus.

“Iya berdua Gus. Boleh kan? “ Pinta wanita itu.

“Maaf mbak. Kalau bisa fotonya jangan berdua. Saya nggak mau nanti tersebar berita hoax alias fitnah yang enggak-enggak.” Sergah Sulthan. Bahkan dengan Syakila yang selama ini dijodoh-jodohkan oleh netizen pun sekalipun ia tak pernah foto hanya berdua dengannya. Selalu ada kru lain yang ikut mendampingi.

Dirinya menyadari bahwa dunianya bukan lagi seluas pesantren, atau kota kelahirannya bahkan jauh lebih dari itu. Akan ada banyak mata juga hati yang menilai serta menghakimi. Jadi sebisa mungkin ia mawas diri dengan segala tindak-tanduknya.

Begitu melihat ibu-ibu lewat, ia pun memanggil mereka.

“Bu, sini foto Bu. “ Pekik Sulthan dengan melambaikan tangannya. Ibu-ibu itu pun girang, karena sedari tadi mereka menunggu waktu untuk minta foto dengan Gus tampan itu. Dengan sigap, para ibu itu pun mendekat. Satu-persatu dari mereka mengambil tempat, berbaris bersaf dengan rapi demi mendapatkan gambar sesuai yang diharapkan.

“Suwun Gus. “ Ucap para ibu itu saling bersahutan bergerak menjauh meninggalkan Sulthan, Dani dan Adiba, putrinya. Setelah beberapa kali jepretan kamera dengan berbagai pose dilakukan. Dari pose kulkas dua pintu alias kaku sampai pose gaya bebas di mana ada yang membuat tanda huruf V, love, fingerprint dengan tangannya masing-masing. Mungkin satu yang terlewat, gaya kupu-kupu.

“Anak saya sangat mengagumi sampean Gus. Boleh dong foto berdua buat kenang-kenangan?” Tandas Dani, kali ini dengan nada sedikit memaksa. Adiba hanya mampu tersipu. Helaan nafas meluncur dari pria gagah berpeci hitam itu.

Sulthan bingung, harus bagaimana lagi dia menjelaskan.

“Saya rasa foto bersama ibu-ibu tadi sudah cukup pak. Bukankah di sana ada saya juga anak bapak ?” Ia menyesali dirinya yang mungkin terdengar ketus. Padahal ia sedang menghadapi orang yang lebih tua darinya. Tapi ia sudah memberikan alasan secara halus namun sepertinya si bapak tidak paham juga. Jujur ia merasa jengah.

Melihat ketidaknyamanan di wajah Sulthan, Dani seakan tersadar dari kekeliruannya.

“Sepurane Gus, maaf sudah membuat sampeyan nggak nyaman. “ Ucap Dani dengan wajah menyesal. Belum Sulthan membalas, terdengar Adiba turut menimpali.

“Maaf Gus. Maaf kalau sikap kami tidak sopan. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk foto.” Ucap Adiba dengan wajah menyesal.

Rasa tak enak menyeruak, Seketika sebuah ide muncul guna mengobati rasa kecewa pria paruh baya itu. Sulthan pun memanggil Dani dan putrinya.

“Ya udah pak, ayo foto tapi bertiga ya. Bapak di tengah. “ Saran Sulthan. Gadis itu berbinar, senyum tipis tersemat di wajah Dani.

Setelah mengambil beberapa gambar, Sulthan mengajak Dani untuk mengambil makanan yang sudah disediakan.

“Mari pak, makan dulu. Bapak pasti sudah lapar. Mari Pak. “ Sulthan pun merangkul Dani, berjalan menuju meja tempat makanan disajikan.

Sebuah tepukan di bahu kanannya membuat Sulthan sontak menoleh ke belakang. Didapatinya kyai Abdul tengah tersenyum padanya.

“Makanya kalau memang sudah ada calon, cepetan dihalalin terus diumumkan. Biar nggak ada lagi yang berharap jadi istrimu Gus. “ Seloroh kyai Abdul yang ternyata sudah berdiri di belakang Sulthan, ikut mengantri mengambil makanan. Sepertinya sedari tadi beliau memerhatikan interaksi Sulthan dan Dani.

Pria gagah itu terkesiap. Lalu tersenyum sopan.

“Eh pak kyai, insya Allah pak kyai. Nyuwun pandonganipun pak kyai. (Minta doanya pak kyai).” Jawab Sulthan ta’dzim.

***

Matahari sudah hampir tenggelam saat Shofia dan Khodijah kembali ke pesantren. Setelah mencoba bakso di warung bakso yang baru buka itu, Shofia mengajak Khodijah untuk jalan-jalan ke mall. Selama hampir dua jam, dua gadis itu mengelilingi tempat itu untuk membeli jilbab juga hanya sekedar melihat-lihat.

Setelah memarkirkan motor di parkiran yang tak jauh dari ndalem, Shofia dan Khodijah pun berjalan menuju ndalem.

“Fi, itu bukannya ustadz Alif? “ Ujar Khodijah.

“Mana?” Jawab Shofia lesu. Ternyata jalan-jalan di mall cukup menguras tenaganya.

“Itu.. itu loh.” Khodijah menunjukkan dengan jari telunjuknya pada laki-laki yang tengah berjalan ke arah mereka.

“Oh itu?” Rasa lelah Shofia seakan sirna begitu mendapati wajah teduh pria berbaju Koko biru Dongker itu. Kuyu di wajahnya berganti menjadi binar bahagia.

“Assalamualaikum,” sapa Alif.

“Waalaikumussalam, “ balas Shofia dan Khodijah.

Tangan Alif menggenggam sebuah kantong plastik lalu menyodorkannya pada Shofia.

“Tadi pak kyai minta dibelikan bakso di warung bakso viral itu. Yang ini buat mbak Shofia sama mbak Khodijah. Kebetulan saya sudah makan di tempat tadi. “ Urai Alif.

“Kita jug...” Tatapan tajam Shofia sontak menghentikan kalimat Khodijah.

“Oh, maturnuwun ustadz. Kebetulan kita juga penasaran sama bakso itu.” Shofia menerima bungkusan itu dengan dada berdebar. Kupu-kupu seakan menari-nari di dalam perutnya.

Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang indah bagi Shofia. Hanya diberi sebungkus bakso yang mungkin tidak ada maksud apa pun di dalamnya, namun mampu membuatnya terbang melambung ke udara.

Gadis itu kembali merekam segala apa yang ia rasa terhadap Alif ke dalam buku diarinya, buku yang ia beri nama “Terbelenggu gelegak rindu”. Untuk mengabadikan tiap debaran jantung yang tercipta kala bersua dengan ustadz Alif.

Degup jantung kian kencang,
Debarannya membuatku melayang,
Hanya menatap selayang pandang,
Membuatku terbang hingga awang-awang.


Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang