Udah meleyot, meletoy apa melehoy nih??“Masya Allah sweet banget.. .” Pekik Khodijah begitu melihat dan membaca isi dari secarik kertas yang dipegang Shofia.
Sedangkan calon pengantin itu masih terdiam dengan niqob di tangannya.
“Tuh kan Fi. Beliau paham kan? Apa yang Kamu takutkan kemarin kalau dia akan menjadikanmu bahan konten nggak bener kan? Bahkan dia ingin wajah kamu tak tereskpos di hadapan umum. “ Lanjut Khodijah.
“Sini mbak saya pakein. “ Ucap Anggi meminta niqob dari tangan Shofia.
“Tapi banyak loh mbak yang suka konten bucin dan romantis dari pasangan selebgram yang sudah menikah. Bisa terkenal nanti mbak Shofia sama Gus. “ Lagi, Anggi menimpali.
“Nggak bisa dikatakan bucin kalau suami nggak cemburu jika rela istrinya dipandang pria lain mbak. Itu artinya suaminya memiliki sifat dayyuts, tidak memiliki rasa cemburu pada istrinya. “ Ucap Khodijah.
Shofia terlihat banyak menyimak daripada menyahut. Sedari pagi ia hanya menanggapi dengan tersenyum tiap kali ada yang mengajaknya berbicara. Gadis itu Lebih banyak diam. Seperti saat ini bahkan wajahnya tampak datar saat membaca catatan kecil di dalam kotak pemberian calon suaminya itu. Walau di lubuk hati terdalam ia tersentuh dengan apa yang diungkapkan Sulthan dalam catatan itu. Ungkapan itu terdengar begitu manis dirasakannya.
Mungkin responnya akan berbeda jika tulisan itu berasal dari Alif, laki-laki yang sudah dicintainya dari beberapa waktu yang lalu bahkan sebelum kehadiran Sulthan dalam hidupnya. Pasti di wajahnya sudah terpasang senyum yang begitu lebar menggambarkan betapa bahagianya dirinya.
“Iya juga ya mbak ya. Kok saya nggak kepikiran . Harusnya emang suami itu menjaga muru'ah istri. Melindungi dari segala fitnah yang bisa saja terjadi. Masya Allah, Gus, Gus, udah ganteng, suamiable pulak. Uluh, uluh. “ Tukas Anggi, tangannya masih bergerak menata gaun dan segala pelengkapnya yang menempel di tubuh Shofia bersama asistennya.
Hingga terdengar lafal akad membahana, suaranya menggema hingga kamar di mana Shofia berada.
“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq.” Ucap Sulthan lantang.
Setelah itu terdengar doa dipanjatkan setelah akad dilafalkan.
Kini saatnya Shofia keluar dari kamarnya. Menemui pria yang kini telah sah menjadi pendamping hidupnya. Ya, pendamping hidup. Mulai detik ini ia harus berusaha mengosongkan hatinya dari nama seseorang yang tak seharusnya ada di sana. Ia harus merelakan hati dan juga hidupnya untuk pria yang telah mengikat janji dengan Tuhannya untuk melindungi dan membahagiakannya.
“Ayo Fia, sudah saatnya mempelai wanita dan mempelai pria bertemu. Masya Allah Fi. Beruntungnya kamu, Gus Sulthan ganteng banget. “ Sarah, ibu dari Shofia memasuki ruangan, dan menggandeng Shofia untuk segera menemui Sulthan.
“Ayo Fi. Kok aku deg-degan gini ya Fi. Waduh. Tenang, tenang. Yang mau nikah itu Shofia bukan lu Khodijah. “ Cerocos Khodijah , yang tanpa disadarinya membuat Shofia semakin tegang.
***
Begitu keluar dari kamar tempat ia disembunyikan selama akad berlangsung, pemandangan pertama yang Shofia lihat adalah begitu ramainya khalayak berkumpul. Semua pandangan takjub tertuju padanya. Terdengar decak kagum beriringan dengan langkah kaki yang ia ayunkan.
Dari berbagai penjuru serbuan kilatan cahaya kamera menyerangnya, membuat netranya sesekali menyipit untuk menghalau rasa silau yang menerpa. Kilatan-kilatan cahaya itu seakan berlomba untuk mengambil gambar terbaik darinya dari sisi manapun. Beruntung Sulthan memberikan niqob yang sekarang sudah terpasang di wajahnya. Namun tetap saja tak menghalangi pesona kecantikan Shofia.
Ditunjang dengan keanggunan dan keindahan gaun yang ia pakai membuatnya bak putri raja yang anggun. Mata hazelnya begitu memikat siapapun yang melihatnya.
Sulthan tampak berdiri menyambut kedatangan Shofia. Dengan setelan jas hitam lengkap, ia tampak gagah dan memukau.
Begitu sosok bergaun putih itu tertangkap ujung netranya, ia tak kuasa untuk melewatkannya sedetikpun. Menatap lurus wajah ayu itu lekat. Tatapan yang begitu lembut. Bagaikan mimpi, ia masih tak percaya bahwa gadis itu sekarang benar-benar akan mengisi hari-harinya. Menjadi penyemangat dalam setiap gerak langkahnya. Menjadi partner dalam setiap dakwahnya. Kini, wanita itu telah berdiri di hadapannya. Mimpi yang selama ini hanya bisa ia angankan, hari ini telah menjadi nyata.
Namun sayang, pendar sendu dari netra wanita yang kini telah sah menjadi istrinya itu, membuat hatinya merintih perih. Jauh dari lubuk hati terdalam, hatinya terasa tercubit, menyadarkan dirinya tentang beberapa hal.
Apa keputusannya untuk meminang Shofia adalah suatu kesalahan?
Apa ia terlalu gegabah memaksakan kehendaknya, tanpa bertanya lebih dahulu tentang kesediaan wanita itu?
Apakah ia terlalu sombong, telah menganggap tak ada wanita yang akan menolak pesonanya?
Kini ia menyadari keegoisannya. Rasa cinta yang membuncah yang memenuhi hatinya membuat rasa ingin memiliki sulit ia tepis.
Kepercayaan dirinya terlalu besar, banyaknya wanita yang mengelu-elukannya membuatnya merasa di atas awan. Ia berfikir Shofia juga pada akhirnya akan menerimanya dengan senang hati, seperti halnya wanita di luaran sana, yang bermimpi menjadi pendamping hidupnya.
***
Dua insan yang telah tertulis beriringan di garis takdir bagaimana pun jalannya pasti akan bersua di pelaminan. Seperti yang terjadi pada hari ini Sulthan dan Shofia telah resmi menyandang status sebagai pasangan suami istri, setelah beberapa jam yang lalu lafal Qabul terucap dari bibir Sulthan. Kini Shofia telah berada di dalam kamar pengantin yang di dalamnya dihiasi berbagai ornamen dan bunga-bunga bernuansa putih, tempat tidur dengan seprei dan kain penutup dinding dengan warna senada, warna brokenwhite yang tampak sederhana namun elegan tertata dengan indah. Kontras dengan kepingan kelopak mawar merah yang bertebaran di atas tempat tidur. Menambah suasana romantis nan bahagia bagi siapa pun yang melihatnya.
Pintu terbuka menampilkan seorang pria memakai setelan jas hitam. Dilihatnya punggung seorang wanita sedang mematut diri di hadapan cermin tampak susah payah berusaha melepas segala pernak-pernik di atas kepalanya. Melihat Shofia yang tampak kesulitan, ia pun mengayunkan langkah, menghampiri istrinya yang masih terbalut gaun pengantin dan hiasan di kepala. Kehadiran Sulthan yang tiba-tiba membuat rasa gugup sontak mendera. Tangan yang tadi bergerak di atas kepala serta merta membatu karena dinginnya suasana yang tercipta di ruangan itu. Karena ini adalah pertama kalinya ia berada dalam satu ruangan dengan seorang pria. Ya hanya ada dirinya dan pria tampan yang dipuja banyak orang itu, yang akan ada di setiap malam-malamnya mulai detik ini.
“Eh, jangan dilepas dulu, aku kan belum puas memandang wajah ayu istriku ini dengan riasan pengantin. “
Shofia merasakan dirinya bagaikan tersengat aliran listrik, saat sentuhan jemari Sulthan mengenai kulit tangannya yang tak lagi tertutup sarung tangan. Pria itu mencoba menahan jemari Shofia yang sedang menggapai-gapai mahkota di atas kepala untuk ia lepaskan. Wanita itu tengah berusaha menggoyang-goyangkan penopang mahkota yang menancap di sela-sela cepolan rambutnya.
***
Lanjut gak nih?? Jantung aman kan?? 😆😆

KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
RomanceKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...