69. Tomat

470 18 5
                                    

Assalamualaikum..
Hai ..
Halo..

💖💖

"Arga, kamu mau ke mana? "

Arga mendongak, mendapati kehadiran Arsyila yang kini berdiri menatapnya dengan sorot  mata penuh tanya. Pagi belumlah datang, matahari belum menampakkan diri, tapi Arsyila menemukan Arga sudah tampak bersiap dengan tas ransel yang disampirkan di sebelah pundaknya. Arga yang sedang mengikat tali sepatu di kamarnya hanya mengangkat kepala beberapa detik, lalu kembali sibuk dengan sepatunya. Entah sejak kapan Arsyila memasuki kamarnya yang ia biarkan terbuka. Seolah sudah terbiasa dengan sikap dingin Arga, wanita itu tak begitu mengambil hati atas perilaku anak tirinya itu terhadapnya. Wanita dengan rambut lurus yang dibiarkan tergerai itu sadar bahwa kebahagiaannya selama ini adalah hasil merampas kebahagiaan milik Arga dan ibunya. Itu sebabnya kini ia berada di kamar remaja itu. Ia ingin menebus kesalahannya selama ini. Dan memperbaiki keadaan dengan meminta maaf pada Arga. Apa yang dilakukan Andhika semalam pada Arga, tak pelak, meninggalkan nyeri di dadanya dan pasti mengguncang jiwa anak tirinya itu.

Diabaikan, sampai Arga selesai mengikat tali sepatunya lalu bangkit berdiri. Tepat di saat Arga akan mengayunkan langkahnya yang ketiga, terdengar wanita itu memohon, mencegah langkah berikutnya, "Arga, maafin mama Syila ya. Maafin papa juga. Maafin kami, yang nggak bisa bikin Arga nyaman di rumah ini. " Syila tahu Arga selalu menolak saat diminta untuk memanggilnya mama. Karena bagi anak itu ibunya hanya satu, Silvia. Dan tak akan pernah ada wanita satu pun di dunia yang dapat menggantikannya. Tapi tak ada salahnya kan jika ia terus mencoba?

Arga terdiam di tempatnya berdiri. Tak menoleh, tak menyahut. Hanya diam dengan entah, memikirkan apa. Lalu kembali melanjutkan derapnya meninggalkan Arsyila yang menunggu jawaban. Yang wanita itu tahu, ia tak akan pernah mendengar suara Arga diperdengarkan untuknya. Sejak anak itu tahu, bahwa dirinyalah yang merenggut segala rasa sayang dan perhatian sang ayah selama ini.

***

Sulthan berdiri dengan menyenderkan lengan sebelah kanannya di ambang pintu dapur dengan melipat tangan di depan dada. Terpaku, menatap punggung seorang wanita yang tengah sibuk bergumul dengan peralatan dapur. Tak puas hanya mendapat siluet dari belakang, pria itu pun mendekat, memangkas jarak dengan wanita yang tampak cantik dengan bergo dusty pink-nya. Bersandar pada tepian kebinet dapur sederhana di rumah itu, lalu melanjutkan kegiatannya tadi, mengawasi wanita cantik yang tengah memasak, yang tak lain adalah Shofia. Istrinya. Kini, dengan santainya, pria itu memandangi Shofia lekat seolah sosok itu adalah pusat dari dunianya. Bola matanya mengikuti ke mana pun gerak sang istri. Hingga yang ditatap merasa salah tingkah dengan tatapan mautnya.

"Mas, ngapain di sini? "

Shofia pun buka suara, suasananya sangat tidak nyaman. Begitu canggung, membuatnya yang biasa berkutat di dapur, seketika nge-blank tidak tahu harus berbuat apa.

"Ngliatin kamu masak."

"Mas mending pergi aja, kalau diliatin begitu bisa nggak kelar-kelar masaknya. " Sungut Shofia, dengan tak mengalihkan pandangan dari apa yang ada di dalam genggamannya. Sebisa mungkin menghindari legamnya mata elang itu. Jangan, jangan sampai ia terperangkap tatapan laser itu. Atau ia akan tumbang karenanya.

Bukannya pergi, Sulthan malah berjalan mendekat. Mencondongkan kepalanya dan memosisikan wajahnya tepat di depan wajah Shofia. Hingga netra mereka pun bertemu.

"Kalau diliatin begini?"

Tuh kan? Emang dasar ni Gus tengil. Dia tidak akan pernah membiarkan Shofia lepas bebas dari godaan dengan mudahnya.

Shofia yang hendak mengiris tomat itu pun sontak membeku. Gugup, hingga tomat dalam genggaman pun menggelinding entah ke mana. Ditatap dalam jarak sedekat itu, ia merasa pasokan oksigen di udara habis, hingga ia kesulitan untuk kembali menghela nafas. Jantungnya seolah dipaksa untuk kerja rodi.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang