30. Roller Coaster

726 38 3
                                    

"Ya nggak bisa begitu to Nduk. Masa iya kita batalin lamaran Abah Yahya? Kamu ini loh. Bapak masih nggak habis pikir, apa sih yang bikin kamu nggak suka sama Gus Sulthan? Apalagi kamu sudah lama kenal sama Gus juga sering lihat kesehariannya gimana, harusnya kamu bersyukur, banyak perempuan perempuan bermimpi jadi istri Gus Sulthan itu. Beliau itu lagi viral sekarang Nduk. Dielu-elukan banyak orang. Lah, kamu malah dengan entengnya mau menolak lamaran beliau. Kamu bakal jadi mantu kyai Yahya loh. Bukankah itu kehormatan bagi kita yang hanya kalangan orang biasa. Pasti orang-orang bakal bilang kalau bapak ketiban durian runtuh. Gus Sulthan itu sedari kecil sudah mondok, lalu kuliah di Kairo sana. Insya Allah ilmu agamanya bagus.  Terus apa kata orang nanti? Seandainya orang biasa kayak kita berani menolak lamaran Gus Sulthan yang banyak disukai itu? Yang kata emak-emak pengajian, menantu sejuta mertua. Kata anak-anak perempuan yang ngaji sama bapak, itu suami para ukhti Indonesia. Bisa dihujat kamu Nduk, karena sudah menolak Gus.  Lagipula apa kamu nggak takut, kalau nanti susah dapet jodoh karena sudah menolak lamaran orang shaleh kaya Gus?  Menurut Abah, selain ganteng dia baik juga sopan. "

"Kenapa bapak nggak tanya dulu sama Shofia, tentang kesediaan Shofia pak?"

"Coba, apa yang bikin kamu keberatan? Apa ada laki-laki lain? Coba, kalau ada kenalin sama Bapak. "

Bagaimana mau ngenalin, orang laki-lakinya saja tidak tahu tentang perasaannya.

"Wis to, nurut. Bapak bahagia banget loh nduk. Kamu bisa mendapatkan calon suami yang shalih, bisa mengajak kamu meniti jalan ke surga. Bapak nggak nyangka, petani seperti bapak bisa besanan sama sahabat bapak waktu mondok dulu yang sekarang sudah menjadi kyai besar, kang Yahya. "

"Ah, jangan-jangan kamu minder ya, ngrasa nggak pantes jadi istri Gus? Tenang, kyaimu itu orang yang rendah hati, tidak melihat orang dari kastanya. Beliau menerima kita yang dari keluarga biasa. Karena bapak juga awalnya kaget dan nggak percaya. Tapi Bu nyai  meyakinkan bapak kalau niatan mereka itu serius. Mau menikahkan Gus sama kamu."

Itulah rentetan kalimat halus dari bibir Alwi yang terdengar lembut tanpa paksaan. Namun tak memberi celah bagi shofia untuk menolak. Saat Shofia menyuarakan keterkejutannya perihal lamaran Abah Yahya untuk Sulthan. Ia menyayangkan keputusan ayahnya yang tidak menanyakan pendapatnya dahulu. Mungkin benar, dia aneh karena tidak bisa jatuh cinta pada  manusia yang begitu mudah membuat orang jatuh cinta. Tapi, bukankah kita tidak bisa menyamaratakan selera setiap orang? Bukankah setiap orang punya pilihannya masing-masing?

Banyak hal yang terlintas di pikirannya bagaimana nanti seandainya ia menikah dengan Gus artis itu. Apakah ia akan diseret untuk menemaninya saat ia live apapun kegiatannya? Saat bangun tidur, makan, bahkan semua kegiatan sehari-harinya hanya demi memenuhi keinginan para penggemarnya? Ah, memikirkan semua itu, rasa pening tiba-tiba menghantam kepalanya.

Kata-kata Alwi terus berdengung di telinga Shofia beradu dengan suara riuh rendah iring-iringan rombongan dari keluarga kyai Yahya yang datang ke rumahnya hari ini. Acara lamaran yang begitu mendadak, yang direncanakan seminggu sejak dirinya tahu bahwa Sulthan telah meminangnya. Dan tiga bulan ke depan ia akan disibukkan dengan segala persiapan acara pernikahannya.

Belakangan, hidup Shofia tak ubahnya naik rollercoaster. Begitu cepat, dan mengejutkan  setiap harinya. Mulai dari Abah Yahya yang datang meminang,  kemudian seminggu berikutnya keluarga besarnya datang dalam rangka acara lamaran. Dan tiga bulan lagi, dirinya akan resmi menjadi istri dari seorang Gus yang selama ini selalu membuatnya kesal. Dan mengubur dalam-dalam cita-cita cintanya bersama Alif.

"Kalian kan sudah kenal lama, jadi lebih baik disegerakan. " Ucap umi Salma waktu itu.

"Shofia, sini keluar nak. Temui tamunya, kamu akan dipakaikan cincin dan perhiasan sama umi Salma. " Sarah menggamit lengan Shofia lembut, membawanya ke ruang tamu. Semua orang menatap takjub padanya. Gamis Warna lavender tampak cantik membalut tubuh Shofia. Model puff Sleeve, dengan manset lengan bermandikan Swarovski. Lalu di bagian tubuhnya dilapisi Lace dengan warna senada bertabur payet dan manik-manik swarovski yang tertata apik membuat gaun itu terlihat mewah dan semakin menonjolkan kecantikan Shofia.

Shofia tampak menunduk, hingga jemari Salma menggenggam tangan kirinya, mengangkatnya lalu menariknya mendekat. Disematkannya cincin bermata berlian, hanya satu butir agak besar di tengahnya, tampak simpel nan elegan. Setelahnya, gelang dengan model yang sama telah terpasang di lengan Shofia. Dan yang terakhir, umi dengan perlahan melingkarkan kalung dengan liontin cantik senada dengan cincin dan gelang. Setelah semua terpasang, tatapan lembut umi layangkan pada calon menantu yang terlihat begitu cantik malam ini.

"Nggak nyangka, perasaan baru kemarin kamu masuk pesantren. Sekarang sudah mau nikah aja. Umi udah anggap kamu seperti anak umi sendiri, eh ternyata beneran jadi anak umi. " Didekapnya Shofia erat. Lalu dikecupnya kening Shofia lembut.

Digenggamnya jemari Shofia, "Umi titip Sulthan ya, jangan sungkan-sungkan nyentil, kalau suatu saat  dia berbuat keliru. " Salma mengerling gemas, membuat Shofia tersenyum canggung. Ah, benar yang dikatakan bapak. Dia seharusnya bersyukur di mana lagi dapat ibu mertua begini.

***

"Gus sampean mau makan apa? "

"Kita mau makan di mana ini Gus?"

"Mau makan sekarang apa nanti Gus?"

Beberapa pertanyaan meluncur terlewat begitu saja membuat Aiman yang tengah mengemudi, dengan wajah kecut melirik orang yang sudah mengabaikannya. Yang dilirik tengah asyik senyum-senyum di depan gawainya.

Owalah, rupane sing mau aku dikacangin. Pantes gak Ono suarane. Lagi wa-nan Karo sopo to de'e?

(Owalah, ternyata dari tadi aku dikacangin. Pantes nggak ada suaranya. Lagi wa- nan sama siapa dia?)

Sulthan mendapat pesan dari Halwa yang ikut rombongan umi dan Abah ke solo.
Adiknya itu mengirim gambar Shofia yang tengah dipasangkan perhiasan oleh Salma. 

Halwa :
"Terciduk tampak belakang. Tampak depan nggak perlu kan?"

Sulthan : "Harus dong. Bukti belum akurat kalau wajah tak teridentifikasi. Kirim video segera."

Halwa : "Nanti aja. Belum mahrom. "

Sulthan : "Dek.."

Halwa : "Iya sabar. Nanti lihat di status ku aja mas."

Sulthan : "Jangan dibuat status!"

Halwa : "Tenang, nanti aku tutupin stiker."

Sulthan : "Jangan! Udah japri ke nomor mas aja."

Halwa : "Loh kenapa to? Kabar bahagia harus disebar kan?"

Sulthan : "Rahasiakan pertunangan dan umumkan pernikahan."

Halwa : "Yo wis, buat calon mempelai pria sabar ya, puasanya dilanjut dikiiiit lagi. Inget loh mas, ghadul Bashar.  "

Sulthan : "Dek.. serius loh ini. Apa iphonenya aku cancel aja gimana?"

Halwa : " Ih bener Lo kata kang Daffa, Gus Sulthan itu suka ngancem 😌😌. "

Sulthan : "Deek.. serius. Nanti tak kirim kuota deeh.."

Sulthan masih terpaku, menatap gawainya. Beberapa saat menunggu. Namun tak ada tanda-tanda adanya balasan. Lima menit berlalu tak ada satupun notifikasi dari Halwa masuk. Sulthan mendesah pasrah, lalu memasukkan smartphonenya ke dalam kantong bajunya.

"Man, belum sampai juga?" Ketus Sulthan. Kepalanya celingukan, memindai jalan di depan dan tempat di sekelilingnya.

"Lah, sampean tadi di tanya diem aja Gus. Jadi saya bingung mau mampir ke warung yang mana. "

"Ya udahlah ke hotel aja. Capek. "

"Memangnya nggak laper Gus? "

"Nanti makan di hotel aja."

Aduh, kenapa sih sampean Gus. Tadi loh kaya orang gila, senyum-senyum sama hape, sampai-sampai diajak ngobrol nggak ngeh. Lah Kok sekarang tiba-tiba  suntuk gitu.

***

Walah Gus,Gus jangan suka ngambek doong.. 😆😆😆

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang