Jarum jam di dinding menunjuk angka sebelas. Kajian berakhir satu jam yang lalu. Kini Shofia dan Khodijah sedang berkutat di dapur bersama Marni, Asri dan Ani. Hari ini semua anggota keluarga ndalem berkumpul. Ada Gus Raffa dan istri, Ning Halida serta Gus Athar putranya. Syifa dan Khalwa pun turut hadir. Sabtu sore mereka tiba di pesantren, dan Senin pagi harus kembali ke pesantren di mana mereka menimba ilmu. Abah Yahya sengaja meminta izin kepada kyai pengasuh pesantren mereka agar bisa memberikan izin untuk pulang walau sehari. Karena rupanya sang kyai sedang didera kerinduan yang mendalam pada kedua putrinya.
Khalwa duduk di bangku SMA, sedang Syifa kuliah di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Mereka sama-sama mondok di pesantren yang sama.
"Mbak Shofia, lihat tuh. Mas Sulthan udah pantes jadi bapak kan?" Celetuk Syifa di sela-sela kegiatannya menikmati sebungkus kripik kentang di tangannya. Shofia yang tengah menata makanan di meja makan pun menoleh. Dilihatnya Ning putri ketiga dari Abah Yahya itu yang tengah duduk di karpet bersama Khalwa, sedang Abah, Umi dan Gus Raffa juga Ning Halida tak ketinggalan Gus Sulthan duduk di atas sofa. Gus itu tengah memangku keponakannya, Athar. Khalwa berada di karpet mencoba ngobrol dengan Athar dengan bahasa bayi.
Sulthan pura-pura abai, dan fokus pada Athar.
"Emang udah bapak-bapak kan?" Shofia menyahut jahil. Yang disambut tawa semua orang. Shofia dan Khodijah mondok sedari usia SMP hingga kuliah sampai mengajar pun di sini, itu sebabnya hubungan Shofia dan keluarga ndalem begitu dekat, itu mengapa Shofia tak segan bercanda di tengah keluarga kyainya.
"Hmm spill dong mas, siapa sih calon istrinya?" Goda Khalwa.
"Iya pasti special sampai Ning Humaira tereliminasi. "Seloroh Syifa. Tadi, Syifa dan Khalwa sempat menonton secara streaming kajian Gus Sulthan. Dan mereka melihat adegan kakak nggantengnya itu menggoda Shofia. Itu sebabnya sekarang ia menjadi bulan-bulanan adik-adiknya.
Sulthan tak bergeming. Hanya melirik tajam. Lalu bangkit dari duduknya.
"Yuk Thar, pergi dari sini. Telinga kamu yang masih bersih ini jangan sampai tercemar dengan kebisingan ghibah emak-emak rumpi." Ujarnya seraya menutup telinga Athar dan berlalu pergi. Dibawanya Athar dalam gendongan keluar dari ndalem.
***
"Gus!" Shofia berseru memanggil Sulthan. Pemilik nama pun menoleh. Pria itu tengah mengajak Athar melihat para santri yang sedang bermain bola di lapangan tak jauh dari ndalem. Ia berdiri, dengan Athar duduk di belakang lehernya dengan kaki menjuntai ke depan di kedua sisi kepalanya.
"Punten Gus, ditimbali (dipanggil) umi diajak makan bareng. " Sulthan hanya mengangguk.
"Athar, kita makan dulu yuk. " ajak Sulthan.
"Nggak mau, Athar mau nonton bola." Jawab Gus kecil itu dengan gaya khas anak kecil yang menggemaskan.
"Ya sudah gus. Biar Gus Athar sama saya aja. Gus ke ndalem sekarang. Sudah ditunggu. " Ucap Shofia. Tangannya bergerak hendak mengambil Gus kecil itu dari gendongan Sulthan.
"Gus Athar, sayang... . Ikut mbak yuk. Nonton bola sama mbak Shofia. Okay? Biar aminya makan siang dulu. " rayu Shofia.
"Athar main sama ameh Shofia dulu ya. Nanti main lagi sama Ami. " Bisik Athar yang masih bisa didengar Shofia. Mendengar dia disebut ameh oleh Sulthan, netra coklat Shofia sontak melebar. Seperti biasa reaksi Shofia selalu berhasil membuat Sulthan tersenyum puas.
Sulthan pun berderap menjauh. Beberapa langkah ia terhenti, Shofia terdengar sedang berbicara pada Athar, "ameh Athar nanti harus keren, bukan mbak Shofia kan ya?"
Ditatapnya punggung gadis itu yang tengah menggendong keponakan kecilnya,
Kamu pikir kamu nggak keren?
Kamu spesial, Shofia...
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
RomanceKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...