27. Melamar?

731 42 5
                                    

Malam ini Sulthan bertugas mengisi kajian kitab di asrama santri laki-laki. Abah, umi dan Raffa tengah berada di teras ndalem. Asyik bercengkrama.  

“Bah, rupanya Allah mendengar doa Abah.” Ucap umi Salma kepada Abah Yahya.

“Doa yang mana umi?” tanya Abah Yahya tak paham.

“Ternyata Sulthan suka sama Shofia bah. Bukannya dulu Abah punya niat jodohin mereka? Tadi umi udah bilang sama Sulthan,  kita bakal lamar Shofia buat dia. Gimana bah?” saran umi Salma.

“Bagus kalau begitu umi. Alhamdulillah, akhirnya Abah nggak perlu khawatir lagi. Selama ini Abah takut dia bakal dapet jodoh dari kalangan artis. Banyak gosip kalau dia dekat dengan si ini si itu. Secara pergaulannya nggak jauh-jauh dari YouTuber dan konten kreator juga beberapa artis. “ timpal Rafa.

Memang benar, jika kedekatan Sulthan dengan beberapa wanita yang dikenalnya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Abah Yahya. Ia takut anaknya akan berjodoh dengan wanita yang tidak sekufu dengannya.

“Kalau gitu, kita musti cepat-cepat datangi pak Alwi umi.  Dan sampaikan niat baik kita.” Balas Abah Yahya seraya menyesap teh hangat miliknya.

“Iya bah, umi setuju. Gimana kalau besok bah?” Pinta umi Salma begitu semangat.

“Besok?” Yahya terperanjat.

“Iya, usia Sulthan sudah cukup untuk menikah. Lagian kita nggak tahu kan, kali aja Shofia sudah dilamar orang lain. “ Urai Salma.

“Bener itu Bah. Kita perlu khitbah Shofia secepatnya. Keburu dikhitbah orang lain. “ Tukas Rafa seraya mengambil beberapa butir kacang rebus di piring.

“Benar juga. Ya sudah besok kita berangkat ke solo. “ pungkas Abah Yahya.

***

Kajian yang Sulthan lakukan sudah selesai. Kini ia berjalan untuk kembali ke ndalem. Dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup lantunan shalawat yang terdengar begitu menyejukkan. Ternyata Shofia sedang melatih rebana para santriwati.

"Kok berhenti? " tanya Sulthan. Kehadirannya yang begitu mendadak membuat semua santri yang ada, menoleh. Termasuk Shofia. Gerak tangan mereka yang hampir saja menata rebana, sontak terhenti.

"Gus." Seru mereka serempak. Terperanjat melihat sosoknya yang begitu tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka. Dan Aiman di belakangnya.

"Assalamualaikum." Ucap Gus tampan itu, kakinya melangkah mendekat.

"Waalaikumussalam." Jawab mereka.

"Latihannya sudah selesai Gus. Sudah malam. " Jawab mereka. 

"Coba mainkan satu kali lagi. Saya vokalisnya kalian yang mengiringi. " Pinta Sulthan. Manik coklat Shofia melebar.

"Tapi ini sudah malam Gus. Para santri udah pengen istirahat." Tolak Shofia halus.

"Nggak apa-apa kok Gus. Satu lagi ini. Nggak apa-apa kan Alya?" Timpal Khodijah. Ia meminta persetujuan Alya, salah satu santri yang ikut latihan.

"Iya nggak apa-apa Bu, Gus . " jawab Alya malu-malu. Alya sempat menyesali saat Shofia menolak permintaan Sulthan, tapi sepertinya Khodijah mengerti kemauan santriwati di sini. Mereka tampak berbinar menyambut persetujuan Khodijah.

Sulthan mengambil darbuka, kemudian menabuhnya seraya melantunkan shalawat. Diiringi santri-santrinya. Semua terperangah dengan kemerduan suara Gus mereka.

مُغْرَمْ… قَلْبِيْ بِحُبَّكْ مُغْرَمْ
يَا مُصْطَفَانَا الْمُكَرَّمْ
يَا رَسُوْلَ الله

Setelah menyelesaikan satu bait, ia menyuruh Shofia meneruskan, tangannya melambai ke arahnya. Shofia yang sedari tadi menekuk wajahnya, mencebik dan menatap malas. Ia tak suka dengan Sulthan yang tiba-tiba muncul. Walau di hatinya memuji suara merdu Sulthan yang begitu mendayu-dayu.

"Maaf Gus. Sudah malam. Lebih baik diakhiri cukup sampai di sini. " Kilahnya. Shofia bangkit. Meraih sandalnya dan melangkah menjauh. Meninggalkan semua. Meninggalkan Sulthan yang terdiam dan tersenyum tipis memandang punggung gadis itu menjauh.

"Mbak Shofia. Owalah dalah. Mbak. Rene loh mbak. Aku pengen krungu suarane sampean mbak. " Teriak Aiman.

***

Entah apa yang dilihat Sulthan. Langit-langit kamar yang hanya menyajikan Gibson putih dengan ornamen bunga-bunga di pinggirannya membuat pipinya memanas. Seolah layar yang menampilkan sesuatu yang membuatnya begitu berbunga-bunga.

Dengan tangan ia lipat di bawah kepala, kedua sudut bibirnya terus terangkat membuat lesung di pipinya menampakkan diri. Entahlah padahal berkali-kali ia mendapat penolakan juga tanggapan tak ramah dari Shofia tapi kenapa hal itu tak menyurutkan perasaannya padanya. Justru sikap Shofia membuatnya semakin penasaran dan gemas sendiri. Tampang gadis itu saat kesal membuatnya semakin ingin mengerjainya. Rasanya menyenangkan. Wajah gadis itu seolah ditampilkan di layar berganti-ganti, wajahnya saat kesal, tersenyum, tertawa, mencebik, melotot. Senyum pria itu semakin terkembang hingga deretan giginya tampak. Saat mengingat ucapan uminya bahwa ia dan abah akan menyampaikan lamaran kepada orang tua Shofia.

Tubuhnya ia serongkan ke kiri, lalu kembali menghadap langit-langit, lalu miring ke kanan. Begitu seterusnya hingga kantuk pun datang.

***

"Emang boleh ya seganteng itu?" Tukas Khodijah. Tangannya ia tangkupkan di bawah dagu, tatapannya menerawang entah ke mana. Ia sedang mengagumi ketampanan Sulthan saat melantunkan shalawat tadi.

Shofia melirik malas, menggeleng lemah. Lalu kembali menekuri bukunya kembali.

"Kamu itu kenapa to Fi. Pake acara nggak ngebolehin Gus gabung sama kita." Protes Khodijah. Hampir saja kesempatan langka bisa bershalawat dengan Sulthan hilang.

"Di, Di. Biasanya kamu loh, yang minta cepet-cepet selesai. Lah kok sekarang malah minta nambah. " cerca Shofia.

"Kan beda Fi. Biasanya kan nggak ada Gus Sulthan. Alya dkk loh, pada kesenengan." Khodijah ngotot.

Shofia mendengkus keras.

"Iya iya. Lagian kan kesampean juga kan kolab sama Gus? Kok Yo aku iseh diseneni barang (kok ya aku masih dimarahi). " tukas Shofia. Sejak ia kepergok sulthan saat memperhatikan Alif dari kejauhan, ia selalu kesal jika berhadapan dengan Gus itu.

"Fi, aku kok penasaran ya siapa nanti yang jadi calon istrinya? Wah mimpi apa bisa menikahi Bidadara seganteng Gus Sulthan?" Khodijah menubruk tubuh Shofia di sofa, merangsek, menggamit lengan  Shofia gemas.

"Mana aku tahu. Bukan urusanku juga. " Jawab Shofia malas.

"Ya jadi urusanmu lah. Orang yang dia sukai kayanya dirimu."

Shofia menggerakkan jemarinya di depan bibirnya, seperti sedang menutup retsleting, lalu melempar kunci ke sembarang arah. Seakan mengatakan. "Masa bodo dan nggak mau tahu."

***

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang