42. Insecure

787 30 7
                                    


"Assalamualaikum Gus, Ning .."

Sapaan yang terdengar sopan meluncur dari bibir Humaira menyambut kedatangan Sulthan dan Shofia. Wanita yang dulu hampir dijodohkan dengan Gus di hadapannya itu, datang satu jam yang lalu. Bergabung dengan teman-teman Halida yang lainnya. Sementara Sulthan harus menunggu Shofia pulang mengajar dulu baru berangkat menghadiri syukuran ulang tahun yang ketiga, ponakan kecilnya itu.

Sebenarnya perayaan ulang tahun Athar hanya sebagai alasan Halida yang merindukan teman-temannya, mungkin pengaruh hormon dalam tubuhnya karena hamil. Ia sering merasa kesepian, karena sering ditinggal suaminya mengajar dan berdakwah. Sehingga keinginan berkumpul dengan teman-temannya tiba-tiba muncul begitu saja.

Raut wajah Sulthan tampak santai, namun tidak dengan Shofia. Perasaan bersalah tiba-tiba menghujani dirinya.

"Waalaikumussalam Ning. Apa kabar?" Sulthan menangkup kedua tangannya di depan dada, menatap sekilas lalu mengalihkan pandangannya.

"Alhamdulillah Gus, Gus sama Ning Shofia, baik?" Tanya Humaira balik.

"Alhamdulillah, sama Ning. Terima kasih mau menyempatkan hadir di ulang tahun Athar. "

Hanya senyum getir yang mampu Shofia layangkan. Ia benar-benar terjebak dalam situasi yang sangat tidak mengenakkan.

"Humaira ini lagi sibuk banget padahal loh Gus. Dia lagi sibuk mengelola sekolah anak jalanan bersama dengan teman-teman organisasinya. Dia juga aktif penyuluhan pembinaan ibu rumah tangga dalam mengolah sampah daur ulang menjadi barang yang lebih bermanfaat. " Suara Halida  terdengar, seolah menjadi penyelamat dalam suasana yang hampir membuat canggung orang-orang di sana. Namun pujian Halida untuk Humaira terdengar bagaikan sebuah hantaman bagi Shofia. Dia merasa kecil di antara orang-orang besar di sekelilingnya.

"Wah aksi yang patut didukung itu. Saya siap membantu kalau dibutuhkan." Sulthan menimpali.

"Wah kebetulan Gus. Kita lagi butuh banyak dukungan secara moril juga finansial. Kalau lihat follower punya njenengan yang banyak itu, sabi lah numpang viralin lewat akun-akun sosmed njenengan." Kesempatan hari ini yang bisa mempertemukannya dengan Gus Sulthan membawa suasana hatinya begitu berbunga. Kata-kata yang keluar dari bibirnya meluncur begitu ringan. Hingga bahasa yang ia pakai pun bahasa yang santai seperti dua orang sahabat yang sudah lama kenal. Mungkin juga karena gaya Gus Sulthan yang santai membuat Humaira tak sungkan padanya.

Obrolan demi obrolan mengalir dari satu topik ke topik yang lain. Namun Shofia merasa ia tak punya bahan untuk menimpali, juga tak begitu menguasai apa yang mereka bahas. Ah sebenarnya tidak juga, bukankah ia seorang pengajar? Harusnya ia bisa mengimbangi obrolan mereka. Entahlah barangkali itu hanya perasaannya saja. Mungkin Ia terlanjur insecure dengan kharisma yang melekat pada Ning Humaira. Ia pun pamit, beranjak hendak menemui Abah dan umi yang berkumpul dengan Syifa dan Halwa di ruangan yang lain.

"Ini dia nih, ponakan ameh Shofia yang ganteng. Selamat ulang tahun Athar, semoga jadi anak yang Sholeh, pinter. Aamiin. Ohya, ini, katanya Athar mau kereta ya? Ini kado dari Ami Sulthan sama ameh Shofia. Semoga Athar suka ya?" Shofia membungkuk, menyalami Athar yang tengah dipangku Syifa.

"Makacih ameh Shofia. " Ucap Athar dengan gaya khas anak kecil yang mendapatkan balasan pelukan dan ciuman dari Tante cantiknya.

"Ini pengantin barunya nih. Kapan nih mba, mau nambahin ponakan buat kita?" Celoteh Halwa yang disambut senyum sumringah Syifa.

"Iya nih, kapan mba? Nggak sabar gendong anak bayi lagi. " Sahut Syifa, Athar di pangkuannya pun turut tersenyum.

"Lah, Halwa sama Syifa ini lucu. Kalau mau gendong bayi mah nggak usah nunggu mba Shofia punya anak. Sebentar lagi juga Athar punya adik bayi loh. " Umi yang sedang mengatur mba-mba santri yang sedang menata jamuan makanan itu pun menyahut. Merasa gemas dengan celoteh dua anak perempuannya. Beruntung mereka mendapatkan izin dari pondok mereka untuk pulang.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang