55. Hilang

608 31 4
                                    

Habis baca judul bab, tekan bintangnya ya.. 🤗
Lalu, tarik nafas dalam-dalam.. 🤭
baca bab ini butuh stok sabar segudang guys.. karena babnya panjang banget, sepanjang angan-anganmu tentang Gus Sulthan. 😆semoga nggak bosen dan berhenti di tengah jalan. 😩

Semangat!!!

❤️❤️❤️

Dari kejauhan tampak seorang perempuan berwajah mendung dan berpayung awan kelabu, tengah berdiri dengan kedua tangan bersandar pada pembatas pinggiran koridor lantai atas sekolah. Tatapan kosong ia layangkan lurus ke depan.

Indahnya panorama pesantren dari lantai dua sekolah tempatnya berpijak, seolah tampak biasa saja. Hamparan langit biru dengan sekumpulan awan putih berarak tak lagi memikat netranya. Bahkan kicauan burung pipit yang menari-nari di udara lalu bertengger di dahan pohon Tanjung di pelataran sekolah, tak mampu mengalihkan perhatiannya. Lambaian pucuk jilbab merah mudanya yang tertiup angin pun seakan tak sedikitpun mengusiknya. Perempuan cantik itu tengah hanyut dalam gelisah, terombang-ambing dalam gamang. Tatapannya nanar memandang jauh ke dalam situasi yang begitu rumit. Situasi yang mampu merampas seluruh pasokan kata dalam benaknya. Hingga ia tak punya daya untuk sekedar menjabarkan rasa yang berkecamuk di dalam dada.

Suasana sunyi sekolah yang ditinggalkan para penghuninya sungguh sangat bertolak belakang dengan isi kepalanya yang teramat ramai dan bising. Andaikan kepalanya adalah sebuah balon, mungkin sudah dari kemarin-kemarin meletus karena sudah melampaui batas elastisitasnya, didesak berkubik-kubik udara yang melesak.

Berita hoax yang berisi fitnah tentang dirinya sudah tak lagi ia hiraukan. Namun efek dari berita itu telah membabat habis kewarasan mentalnya. Hujatan-hujatan yang menyayat hati, komentar pedas yang memekakkan telinga, tuduhan-tuduhan yang semakin hari kian tak terkendali, bukan hanya menyudutkan dirinya, tapi suaminya, keluarganya di kampung, keluarga ndalem bahkan nama baik pesantren, tempat di mana ia mengabdikan diri. Bertahun-tahun sudah, tempat ini menjadi rumah kedua baginya, sejak ia dibawa sang bapak untuk melanjutkan SMP di Al-Hidayah, pondok pesantren milik Yahya yang merupakan sahabat sang bapak semasa mondok di waktu SMP hingga SMA.

Belajar di tempat dan waktu yang sama tak lantas membuat nasib dua sahabat itu pun serupa pula. Yahya kini berubah menjadi ulama besar, seorang kyai pemimpin pondok pesantren meneruskan kepemimpinan pondok pesantren milik ayahnya, kyai Abbas. Sementara Alwi, ayah Shofia hanya seorang petani yang di waktu senggangnya mengajar ngaji anak-anak kampung tanpa memungut bayaran. Hanya terkadang beberapa wali santrinya memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih yang tak selalu berupa uang, acap kali dengan hasil bumi yang mereka tanam.

Dari semua kesederhanaan yang disuguhkan sang bapak, tak lantas menjadikan Shofia rendah diri. Justru gadis itu merasa bangga memiliki seorang ayah yang begitu bersahaja, mempersembahkan hidupnya untuk kemaslahatan orang-orang di sekitarnya. Tak pernah mempermasalahkan seberapa banyak nilai dunia yang laki-laki itu peroleh, Alwi tetap menjalani hidup dengan kesederhanaan untuk menebar manfaat sebanyak-banyaknya. Dan Shofia tak pernah mengeluh bahkan keberatan dengan profil sang bapak.

Kurang lebih dua belas tahun silam di suatu reuni Akbar para alumni pondok pesantren di mana bapak dan Abah dipertemukan kembali setelah sekian lama tak bersua. Mereka saling bertukar cerita hingga pada akhirnya Abah mendengar tentang prestasi-prestasi yang diraih Shofia, bagaimana gadis kecil itu sangat mencintai ilmu pengetahuan dan sangat ingin menempuh pendidikan di pondok pesantren. Mendengar itu, Abah Yahya menawarkan diri untuk menjadi orang tua asuh putri kecil sahabat karibnya itu. Dan sejak saat itu Shofia kecil diboyong ke Al-Hidayah, untuk mengenyam pendidikan SMP hingga SMA bahkan hingga jenjang kuliah, semua tanpa biaya berkat kebaikan Abah Yahya.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang