*****
Hentakan kaki Sulthan terasa begitu tegas kala melangkah keluar kamar dengan nafas memburu seirama dengan dadanya yang naik turun. Matanya menyala bak api yang berkobar seolah mencerminkan badai yang membabi buta yang memporak-porandakan hatinya. Gemuruhnya menghantarkan panas ke sekujur tubuhnya. Ia terus berjalan. Entahlah bahkan dia sendiri tak tahu ke mana arah yang akan ia tuju.
"Assalamualaikum Gus, " suara Alya yang tengah berjalan di koridor arah ndalem menyapa telinga, membuat Sulthan sontak menoleh dan sejenak meredam panas hatinya demi menjawab salam santrinya.
"Waalaikumussalam, " jawab Sulthan, Alya pun hendak beringsut dari hadapan Sulthan namun urung, karena ternyata Sulthan masih ingin melanjutkan ucapannya.
"Alya, kamu lihat di mana Ning Shofia? "Tanya Sulthan.
"Kalau nggak salah tadi saya lihat Ning Shofia pergi sama Bu Khodijah Gus. Sepertinya mereka mau ke rumah sakit untuk melihat keadaan ustadz Alif. " Jawab Alya jujur.
" Ustadz Alif? Kenapa ustadz Alif? " Kedua alis Sulthan hampir menyatu, terkejut dengan berita dari Alya.
"Ustadz Alif baru saja mendapat musibah Gus. Beliau kecelakaan saat pulang bepergian satu jam yang lalu. " Jelas Alya.
Sulthan mematung. Jadi Shofia mengabaikan segalanya begitu mendengar kabar Alif kecelakaan? Sampai tak sempat membereskan segala barang-barang yang akhirnya ia temukan di dalam kamar mereka?
***
Shofia tak bisa menahan kesedihannya. Walau bagaimanapun Alif adalah salah satu orang yang dekat dengannya sebagai staf pengajar di Al-Hidayah. Dirinya banyak belajar dari ustadz kalem itu, karena pria itu lebih dulu mengajar dari pada dirinya. Di samping itu, Alif dan Shofia memiliki pengalaman yang sama dalam menuntut ilmu di Al-Hidayah yang kemudian mengabdi di sana. Ditambah lagi, mereka sama-sama aktif sebagai abdi ndalem. Jadi banyak sekali kesempatan yang mereka lewati bersama. Kalau dulu, yang dirasakan Shofia adalah rasa cinta seorang perempuan terhadap lawan jenisnya. Namun tidak untuk sekarang. Ia menangis, bersedih untuk Alif bukan lagi karena rasa cintanya seperti dulu. Tapi lebih kepada rasa sayangnya kepada seorang sahabat, kakak, senior dan guru yang begitu peduli padanya selama ini. Yang selalu membantu mengingatkannya pada hal-hal yang nyaris saja ia lupakan, membantunya dalam melakukan tugas-tugasnya yang dirasa berat tanpa diminta dan tidak pernah mengeluh karenanya. Mungkin itu yang membuat benih-benih cinta itu akhirnya tumbuh. Namun, kini semua itu berganti menjadi rasa empati dan rasa sayang selayaknya sayangnya seorang adik pada kakaknya. Tidak lebih.
Di lorong rumah sakit, Sulthan bisa melihat bagaimana Khodijah duduk bersama Shofia. Khodijah tampak merangkul Shofia yang tampak sedih. Walau wajahnya tertutup niqab, dari kejauhan Sulthan bisa melihat bagaimana kesedihan Shofia lewat gestur yang ditampakkan istrinya itu. Jemari Shofia yang sesekali menyeka air mata, semakin mengobarkan api di hatinya. Matanya kian memerah seolah menggambarkan api yang menyala-nyala di benaknya.
Maafkan aku, Shofia. Kali ini aku nggak bisa menekan amarahku. Aku cemburu. Benar-benar cemburu.
Aku pergi. Untuk meredam hebatnya gemuruh di tubuhku. Aku takut amarahku akan menyakitimu. Aku pergi sampai panas hatiku mereda. Aku menepi hingga bibirku mampu kembali tersenyum padamu.
Dengan dada yang bergejolak hebat, Sulthan melangkah menjauh meninggalkan rumah sakit.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
RomanceKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...