Assalamualaikum Readers yang makin aku cinta. Love sekebon wat kalian.. ♥️♥️
Karena semangat dari kalian nih, idenya ekspres.
Jadi jangan males vote dan komen ya. ✌️✌️
🥰🥰🥰
"Bagaimana Gus? Setelah bertemu Humaira dan melihat keadaannya, apa sudah terpikirkan jawabannya? "
Harun melontarkan tanya kepada Sulthan yang tengah duduk lesehan di ruang beralaskan karpet, ruangan yang cukup luas untuk menjamu tamu. Mereka kini duduk bercengkrama setelah beberapa saat yang lalu Sulthan diminta untuk menjadi imam shalat Jumat di masjid An-Nur. Sengaja Harun meminta waktu secara khusus untuk berbicara soal pribadi dengan Sulthan dan meminta para ustadz yang ikut menjamu untuk meninggalkan mereka berdua.
Sulthan tercenung sesaat lalu menghembuskan nafas berat seolah ada hal besar yang menganggu benaknya. Pertanyaan pendek tapi tentu membutuhkan jawaban panjang dan harus disampaikan dengan selembut mungkin agar pria yang sangat ia hormati karena kedalaman ilmu dan kebijaksanaannya itu tak merasa terluka baik harga dirinya maupun hatinya. Dia tak sepenuhnya menyalahkan permintaan Harun, sebagai ayah mungkin apa yang dia lakukan adalah usaha maksimal yang ingin ia persembahkan kepada putrinya yang sedang dirundung malang. Siapa pun pasti tak akan tega melihat keadaan putrinya yang terkulai tak berdaya dalam kesakitan. Dan seorang ayah pastinya akan berbuat apapun untuk mengembalikan senyum di wajah cantik putrinya.
"Gimana Gus, apa sampeyan bisa bantu saya mengembalikan keceriaan Humaira seperti dulu?" Harun kembali bertanya setelah beberapa saat menunggu kebekuan Sulthan.
Kembali Sulthan menghela nafas, mencoba meraup keberanian untuk memberikan alasan yang sekiranya bisa dimaklumi oleh Harun.
"Begini kyai. Saya akan bantu dan support usaha penyembuhan Ning Humaira. Tapi tidak dengan menikahinya. Saya sudah berumah tangga dan saya tidak akan pernah menduakan istri saya. Seperti janji saya yang akan menjadikan rumah tangga saya sakinah mawadah warahmah, yaitu dengan selalu menjaga perasaan dan kebahagiaan istri saya. Apa jadinya seandainya dia tahu, jika dia harus berbagi suami dengan wanita lain.
Seperti halnya saya yang ingin menjadi satu-satunya raja dalam hidupnya, begitu pula dengan saya, yang sudah seharusnya menjadikannya satu-satunya ratu di dalam istana saya. Tanpa membawa ratu lain ke dalam istana kami. " Dengan perlahan, Sulthan mencoba memberi pengertian pada Harun alasan penolakannya untuk menikahi Humaira. Walau berat tapi harus ia lakukan. Menikah bukan perkara sehari, dua hari. Tapi seumur hidup. Rasanya sungguh kejam, jika dirinya harus menyakiti Shofia dengan menghadirkan wanita lain di dalam kehidupan rumah tangga mereka. Mungkin ini ujian dari Allah apakah dia bisa melewatinya atau tidak. Apakah dirinya akan menyerah dalam berusaha mendapatkan cinta Shofia atau akan terus berjuang. Tapi sekarang, cinta atau tidaknya Shofia padanya, bukankah akad nikah yang ia ikrarkan harus ia jalani. Tanggung jawab sebagai seorang suami sudah sepatutnya ia jaga yaitu menjaga keharmonisan rumah tangga dengan tidak mengkhianati istrinya. Bukankah selama ini Shofia sudah menjadi istri yang baik baginya, hanya nafkah batin saja yang belum terpenuhi. Dan masalah itu ia yakin berjalannya waktu Allah akan melembutkan hati istrinya.
"Tapi Gus, njenengan pun tahu, dalam agama kita, laki-laki diperbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu. Tolonglah Gus, sebagai seorang bapak saya hanya ingin melihat Humaira bahagia. Dia sangat mencintai sampeyan Gus. Pasti dia akan memberikan bakti seorang istri sepenuhnya buat sampeyan. Dia bisa bermanfaat untuk umat tanpa mengabaikan tanggung jawabnya terhadap suami. Karena dia sangat mencintai sampeyan. Dan saya pikir sampeyan adalah satu-satunya obat untuk kesembuhannya. " Kembali Harun meminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
Roman d'amourKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...