57. Ketagihan

642 29 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim..
Tarik nafas.. hembuskan..
Jangan lupa tap bintang di bawah.. 🤗🤗

"Apa kamu yakin dek, nggak pengen perkarakan kasus ini? Kita bisa pakai pasal pencemaran nama baik kalau kamu mau. Kita pasti menang, karena kita punya banyak saksi, ada rekaman cctv juga dan semua orang akan tahu kalau berita ini hanyalah fitnah. Dan Andhika bakal kena batunya. Dia bisa hancur karena ulahnya sendiri.  " Ujar Sulthan di tengah kegiatannya membaca buku, sambil memperhatikan istrinya yang sedang sibuk mempersiapkan isi tasnya. Selepas subuh tadi, mereka bertolak dari Wonosalam dan kembali ke Al-Hidayah.

"Yakin mas. Saya rasa, semakin kita merespon berita hoax itu, efeknya justru akan melebar kemana-mana. Bahkan pembelaan kita bisa dipelintir sesuka hati mereka, dan bisa saja membuat semuanya semakin runyam. Toh orang-orang di sini tahu keadaan yang sebenarnya terjadi seperti apa. Jadi, saya pikir dengan tidak menggubrisnya, kabar hoax ini akan menguap dengan sendirinya. Lagipula, kasihan Arga. Saya yakin dia sudah lama tidak merasakan kenyamanan dalam hidupnya. Bagaimana jadinya jika hidupnya dibuat semakin tidak nyaman karena ulah bapaknya yang menebar fitnah, dan mendapati reputasi ayahnya menjadi buruk karena hal ini. Saya takut, kedepannya dia akan semakin kehilangan arah, dan tersesat ke jalan yang salah. " Shofia menghentikan aktifitasnya dan fokus menatap wajah sang suami demi mengatakan apa yang menjadi alasannya selama ini agar Sulthan mampu mendengarnya dengan baik.

Sulthan terhenyak. Menutup lalu menyimpan buku yang ia pegang di atas meja. Lalu bangkit berdiri, menghampiri Shofia di dekat meja di mana ia menyimpan segala keperluan mengajarnya. Berdiri, mensejajarkan diri dan menghadap wanita itu. "Bagaimana bisa kamu setenang ini Dik. Reputasi kamu sudah diobrak-abrik oleh si Andhika itu. Dan kamu masih memikirkan nasib anaknya? " Cecar Sulthan dengan kerutan berlapis di kening.

Shofia tak menjawab. Dia memungut benda pipih di dalam tasnya, men-tap salah satu aplikasi  lalu menggeser layar ponselnya, seperti ada yang sedang ia cari di sana dan ingin menunjukkannya pada Sulthan.

"Coba jenengan liat ini mas.  " Pintanya sambil menyorongkan ponsel miliknya. "Saya pernah melihatnya di salah satu buku catatan Arga. Saya rasa dia mempunyai luka yang ia simpan sendiri selama ini. "

Hidup hanya milik mereka yang punya cinta.

Cinta adalah ibu..

Dan ibu adalah warna..

Saat waktu membawa ibuku pergi,
maka tercerabut pula jiwaku, pelangiku.

Jadi tuhan, sampai kapan kau menahan jasad ringkih ini di dunia yang hitam, senyap dan beku ini?

"Selama ini Arga merasa kesepian mas. Dia merasa sendiri di sini. Aku telah gagal membuatnya merasa nyaman di sini, di pesantren yang seharusnya bisa ia sebut sebagai rumah. Aku takut dia merasa terasing, karena aku kurang maksimal dalam merangkulnya seperti usahaku pada murid-muridku yang lain. " Ucap Shofia bergetar. Aliran air matanya turun tak mampu ia cegah. Bola matanya memerah seirama dengan hatinya yang berdenyut nyeri membayangkan hari-hari yang dijalani Arga selama ini. Merasa sendiri, hampa dalam sepi.

Shofia berubah menjadi pribadi yang sensitif dan peka terhadap apa yang menimpa murid-muridnya. Sejak ia kehilangan sahabatnya saat duduk di bangku kuliah. Laila Az-Zahra namanya. Sahabatnya yang selalu menjadi pencair suasana di mana pun ia berada, yang dengan segala kelakarnya mampu membuat siapapun terpingkal dibuatnya. Namun siapa sangka, jika di kemudian hari gadis itu memilih menyerah, ia merasa seakan tak lagi punya alasan untuk hidup. Gadis itu ditemukan tak sadarkan diri dengan mulut berbusa di kamar kostnya, setelah beberapa jam menelan obat dosis tinggi.

Shofia merasa kecolongan. Bagaimana bisa ia tidak tahu apa yang sedang dialami Laila. Banyak waktu yang ia lalui bersama temannya itu, tapi  Laila tak pernah sedikitpun bercerita tentang apa yang menjadi kegundahan hatinya. Pernah suatu kali Laila bercerita tentang kondisi keluarganya yang tak senormal yang dimiliki teman-temannya. Ia besar dalam keluarga broken home yang membuatnya sering merasa kesepian dan sendiri. Namun Shofia tak pernah menyangka jika Laila akan mengambil jalan pintas seperti itu. Karena dalam kesehariannya, gadis itu lebih banyak menunjukkan tawa dan nyaris menyembunyikan tangisnya.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang