74. Nyaris

371 15 5
                                    

Refleks, Shofia membuka mata dan memalingkan wajah saat terdengar dering smartphone yang ia tahu milik suaminya. Dengan canggung ia berlagak seolah tak terjadi apa-apa, melupakan adegan yang nyaris menerbangkan Sulthan hingga nirwana. Rasa malu yang mendera, memaksa Shofia untuk mengabaikan getaran dada yang tak terkendali.  Mencoba bersikap setenang mungkin, Shofia berlagak seolah tak terjadi apa pun yang butuh tindakan lanjut. Dipungutnya benda pipih itu di atas meja, "Mas, hp-nya bunyi." Melirik sekilas id caller yang tertera dan segera memberikannya pada sang suami.

Mendapati kegagalan hal mendebarkan yang hampir saja terjadi barusan tapi ternyata urung, Sulthan tampak mengangkat alis dan menghela nafas dalam. Dengan raut lemah ia menerima hp yang disodorkan Shofia.

"Mba Syakila mas, angkat mas, kali aja penting. " Dengan gugup Shofia bangkit dari duduknya.

"Kamu mau ke mana? Di sini aja." Dengan segera Sulthan mencekal lengan Shofia untuk tetap tinggal di sisinya. 

"Saya ke dapur dulu mas. Haus. Mau ambil minum." Shofia berkilah. Tiba-tiba rasa canggung dan malu menyeruak, membuat otaknya tak berfungsi dan kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Kalau kata anak zaman sekarang nge-lag sebentar sebelum akhirnya, terlintas kata dapur menjadi satu-satunya tempat yang bisa ia jadikan sebagai tempat pelarian.

"Ya, gimana Syakila? Ada kabar apa? Sampai malam-malam begini telepon?" Tanya Sulthan, setelah membuka percakapan dengan salam. Dan dibalas oleh Syakila di seberang sana. Ya, Syakila lah sosok di balik telepon.

Shofia yang ternyata menghentikan langkah saat sudah dekat dengan pintu, tak bisa menahan diri dari rasa penasaran tentang obrolan suaminya dengan Syakila. Ia mendengar sebentar, hingga akhirnya ia memilih pergi dari sana.

"Wah kayaknya ganggu ya Gus. Ya udah deh besok aja aku telpon lagi. " Mendengar nada gusar dari seberang telepon, Syakila merasa tak enak. Takut dirinya dianggap orang tak tahu waktu saat menelpon seseorang.

"Owalah, wis kadung telepon, arep dipateni barang. Ndang ngomong, Ojo gawe aku Ra ISO turu karena penasaran. " Desak Sulthan.

(Owalah, sudah terlanjur telepon mau dimatikan. Cepet ngomong, jangan bikin aku nggak bisa tidur karena penasaran.)

"Gini Gus. Istri dan santri sampeyan kan lagi viral. Banyak netizen yang penasaran trus mereka  pengen aku undang istri sampeyan sama Arga di kontenku Gus. Kira-kira bisa nggak Gus?" Syakila mulai mengemukakan apa maksud dan tujuannya menghubungi Gus tampan itu.

"Boleh, tapi aku tanya istriku dulu ya. Dia keberatan apa nggak. " Jawab Sulthan.

"Ok, gimana kalau kita obrolin secepatnya Gus? Biar aku sama timku bisa ngobrol langsung sama istrimu sekalian minta izin sama Abah Yahya. Karena aku pengen bikin konten dengan latar pesantren mu Gus. Pengen nunjukin pesantren sampeyan beserta santrinya. " Usul Syakila, terdengar menggebu-gebu.

"Wah, bagus itu. Itung-itung promosi pesantrenku juga. Tapi, aku nggak bisa bahas itu dalam waktu dekat. Malam ini aku mau berangkat ke Medan. Dan aku bakal tiga hari di sana. Gimana kalau sepulang aku dari sana? " Sulthan tampak senang dengan konsep yang ditawarkan Syakila. Hanya saja ia tak bisa mendiskusikannya sesegera mungkin.

"Boleh. Ok. Deal ya. Nanti kita silaturahmi ke pesantren sampeyan ya Gus. "

"Ok. "

***

"Shofia.. Shofiaaaa.. " Khodijah mengguncang dengan kencang bahu Shofia yang turun. Sorot matanya tajam menantang mata redup Shofia. Ia kesal hingga ubun-ubun pada sahabat kesayangannya itu.

"Ah, aku males panggil kamu Ning kalau gini caranya. Udah! buat aku aja Gus Sulthannya. Kasihan banget Gus setampan itu dikacangin. " Khodijah masih meracau, memuntahkan segala kekesalannya pada sahabatnya, yang ia pikir makhluk paling aneh di dunia. Beribu-ribu wanita ia yakin tak akan sanggup menolak pesona Sulthan, tapi wanita di hadapannya ini dengan sadar mengabaikan pria yang begitu mencintainya.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang