56. Bebek goreng

666 34 2
                                    

Spesial buat yang udah setia vote,
aaaahh.. kalian bikin aku terharu guys..

❤️❤️❤️

"Dik, Dik.. Shofia! Shofia!"

Pekik Sulthan mencoba menyadarkan istrinya yang tampak lemah tak berdaya. Panik, itu yang dirasakan Gus tampan itu  sekarang. Ingin rasanya menghubungi siapa pun untuk menolongnya, namun saat ia merogoh seluruh kantung bajunya, ia tak menemukan benda pipih itu.

Dengan sigap Sulthan menggendong Shofia menuju ke dalam kelas di belakang mereka. Karena ndalem berada cukup jauh, maka pria itu hanya meletakkan kepala Shofia di atas pangkuannya.

Keinginannya untuk segera bertemu dengan istrinya itu membuatnya lari begitu saja begitu dirinya menginjakkan kaki di pesantren, tak menghiraukan semua barang bawaannya, termasuk handphone di dalam tas ransel yang ia pasrahkan pada Aiman. Dan kini pria itu merasa kesulitan untuk mencari pertolongan.

Pipi pucat yang kehilangan ronanya itu Sulthan belai dengan ibu jarinya, mencoba membangunkan Shofia. Pria itu berpikir bahwa dirinya harus segera menemukan sesuatu yang berbau menyengat untuk mengembalikan kesadaran istrinya. Manik hitamnya menyapu ke seluruh ruangan hingga pandangannya berhenti pada botol hijau kecil yang terletak di sudut jendela. Ada minyak kayu putih di sana.

Jaket bomber hitamnya dia lepaskan lalu melipatnya untuk dijadikan bantalan kepala Shofia yang terkulai lemah. Kemudian bangkit dan mengambil minyak itu. Setelahnya ia kembali meletakkan kepala wanita itu di atas pangkuannya. Di depan hidung istrinya ia ayunkan jari telunjuknya yang telah diolesi minyak kayu putih.

Setelah beberapa saat, wanita di pangkuannya itu pun menggerakkan kepalanya, tanda kesadarannya telah kembali. Perlahan membuka mata, dan mengerjap-ngerjap beradaptasi dengan cahaya yang mengenai retinanya. Begitu bayangan di hadapannya sempurna, sontak ia menegakkan punggungnya dan duduk agak menjauh dari Sulthan.

Alis laki-laki itu terangkat seraya tersenyum geli.

"Mas! Jenengan sudah pulang ta? " tanya Shofia tergagap yang dijawab dengan anggukan santai begitu kalem khas Sulthan. Tak ketinggalan senyum tipisnya.

"Sudah enakan?" tanyanya.

Shofia mengangguk lemah.

Gadis itu sontak menggigit bibirnya, begitu suara aneh terdengar dari dalam perutnya. Cacing-cacing dalam perutnya seakan ramai-ramai memekik demonstrasi meminta jatah. Yang ditanggapi Sulthan dengan menggelengkan kepala disertai kekehan ringan yang memperlihatkan deret gigi putihnya.

Shofia menunduk, malu!

Ya, pikiran penuh  beberapa hari ini telah mencuri selera makannya, hingga waktu makannya kini berantakan, bahkan sering terlewat.

"Ayok!" Ajak Sulthan, tubuhnya bangkit dan mengulurkan tangan pada Shofia yang langsung mendapat sambutan wanita itu walau ragu.

"Ke mana mas ?" Tanya Shofia bingung. Tapi langkahnya terus mengikuti langkah pria yang menggenggam tangannya erat.

"Ke hatimu eaa..., Ya pulang lah. Emangnya kamu mau nginep di sini, heum?" Godanya.

"Tadinya aku mau gendong sampai ndalem biar keliatan romantis. Tapi aku pikir aku nggak akan kuat. Pasti berat, harus melewati tangga pula. Kayaknya kamu perlu diet Dik. Biar kalau aku gendong seringan kapas." Katanya santai.

Senyap. Sulthan merasakan tak ada pergerakan dari wanita yang ia gandeng. Pria itu pun menoleh dan mendapati Shofia menghentikan langkahnya dengan bibir mencebik.

"Memangnya  saya gendut ta mas?" protes Shofia dengan tatapan ngeri.

Lagi, pria itu tersenyum.

"Nggak, nggak gendut kok. Cuma kelebihan lemak dikit. " Sontak Sulthan terjengit kaget dan ber-au -au ria begitu pinggangnya dibombardir cubitan dari Shofia.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang