Langit malam berpendar begitu terang, tak menampakkan sisi gelap seperti malam-malam biasanya. Bintang-bintang berkelap-kelip, mengerling manja bagaikan lampu bertebaran di atap semesta. Tak mau kalah, bulan pun tampak begitu penuh, memantulkan sinar matahari dengan indahnya.Setelah muroja'ah bersama umi Salma selepas jamaah shalat isya, Shofia dan Khodijah tampak sibuk di kamarnya. Shofia dengan tumpukan kertas hasil mengarang pidato bahasa inggris murid-muridnya yang harus ia nilai. Sedang Khodijah tengah fokus dengan laptop di hadapannya.
"Jangan tidur kemaleman Di, biar besok bisa ke pantai pagi-pagi. " Lirik Shofia tajam, Khodijah tampak sedang streaming drama Korea kesukaannya setelah tadi sempat membantu Shofia mengoreksi tugas murid-muridnya. Tak seperti Shofia yang tak begitu menyukai hal-hal berbau negeri ginseng itu, Khodijah justru sebaliknya, walaupun bukan fangirl garis keras. Ia hanya menonton drama Korea untuk membunuh rasa bosan juga penat dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Tentunya jika ada waktu luang. Seperti malam Minggu ini. Selepas shalat isya para santri senior termasuk para asatidz yang bermukim di sana, melakukan murojaah bersama umi Salma. Baru mereka bisa menghabiskan malam Minggu mereka masing-masing.
"Besok? "
"Iya, besok."
"Pending ya Fi. Besok jatah Gus Sulthan ngisi majelis pagi. Aku nggak mau ketinggalan Kim Seon Ho tausiyah. Hehe." Khodijah memelas. Sebagai warga pesantren ia juga tak mau ketinggalan mengikuti tausiyah Gus tampan itu. Gus yang menurut Khodijah memiliki wajah yang mirip dengan Kim Seon Ho karena selain memiliki lesung pipi, pria itu juga memiliki wajah baby face dan innocent. Dan setiap mendengar itu, bola mata Shofia memutar. Jengah.
"Pending lagi?" Tanya Shofia lesu.
Khodijah mengangguk. "Minggu depan deh. Janji. " Ucapnya dengan jemari membentuk huruf v.
"Jangan janji Di. Capek aku tu. " Shofia mencebik. Namun tak ada yang bisa ia lakukan. Sahabatnya yang ngefans sama Gus itu tidak bisa dirayu dengan apapun lagi agar mau menepati janjinya. Bahkan disogok makanan kesukaannya pun tak mempan.
***
Minggu pagi yang cerah. Mentari perlahan merangkak naik seiring bertambahnya jama'ah yang terus memenuhi aula pesantren dan halaman di sekitarnya. Mereka terus berdatangan, berkumpul bagaikan lautan manusia. Suara Sulthan yang tengah menyampaikan tausiyahnya menggema ke seluruh penjuru pesantren, merambat bersama angin sejuk yang berembus.
"Di, bawa ini ke panggung ya." Salma menyodorkan nampan berisi minuman dan makanan ringan pada Khodijah untuk dijadikan kudapan pengisi kajian siang ini yang tak lain adalah Sulthan.
"Nggih Umi," Khodijah menerima nampan dengan hati-hati.
Begitu sampai dekat aula, Khodijah memekik, "duh, perutku sakit Fi. Kamu yang anter ke atas yah. Aku udah nggak tahan nih. " Khodijah meringis seperti menahan sakit di perutnya. Memberikan nampan pada Shofia yang dibalas dengan helaan nafas dan tampang malas. Namun melihat Khodijah yang tampak kesakitan, ia tak bisa menolak.
Haruskah dirinya lagi?
Berhadapan dengan Gus itu?Aiman dari kejauhan tersenyum. Sepertinya Khodijah sudah berhasil ia hasut agar masuk ke dalam agen yang dibuat asisten gus itu. Agen dengan misi untuk mendekatkan Shofia dengan Sulthan.
"Mau ke mana?" Tanya Aiman pada Khodijah yang melintas di depannya.
"Pura-pura ke toilet, tadi aku bilang sakit perut." Jawabnya, dengan pura-pura tergesa-gesa.
Jempol Aiman terangkat ke atas, "bagus." Katanya hampir tak bersuara.
"Wah pinter juga nyari alesan. Akalnya ada aja. " Aiman terkekeh. Dia mengayunkan langkah mendekat pada Shofia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
RomansaKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...