35. Pacaran ?

1K 40 0
                                    

Seorang pria yang berjalan pelan seolah tak ingin diketahui keberadaannya, memasuki dapur di mana tiga orang perempuan yaitu umi Salma, Shofia dan mbak Marni tengah berkutat di sana.

Mengendap-endap, ia mendekati istrinya yang tengah membantu Marni mengupas kentang. Dilepaskannya pisau dari genggaman Shofia dan meletakkannya di atas meja.

"Gus!" Pekik Shofia pelan. Terkejut dengan kehadiran Sulthan yang begitu tiba-tiba. Membuat Salma dan Marni menoleh.

"Ada apa Gus?" Tanya Salma.

Tatapan pria yang tampak keren dengan jaket jeans biru langitnya itu beralih ke netra teduh sang ibu, tersenyum.

Digenggamnya tangan istrinya yang masih memasang wajah bingung dan heran dengan tingkah sang suami, lalu ditariknya perlahan hendak membawanya keluar dari dapur.

"Mau ke mana gus?" Tanya Salma dengan senyum geli. Pengantin baru di depannya begitu manis. Membuatnya ingat dengan masa-masa yang ia lalui sebagai pengantin baru dulu. Marni tersenyum tersipu, melihat keakraban dua sejoli di depannya.

"Shofia saya pinjam dulu ya umi. Umi masak sama Mbak Marni aja dulu. " Ia menoleh menatap Salma sesaat, lalu kembali melangkah dengan tangan menggenggam tangan istrinya. Sedangkan Shofia, bagai kena hipnotis dengan patuhnya ia mengikuti langkah Sulthan.

Bibir yang sedikit terbuka dan tatapan heran, juga dahi mengernyit. Tampak lucu membuat Sulthan terkekeh pelan selama menggandeng tangan wanita dengan tampang bingung tergambar jelas di wajahnya.

Aiman datang dengan mengendarai Vespa putih milik Rafa, berhenti di depan teras ndalem.

"Ini Gus Vespanya, sampean harus mengucapkan terima kasih loh sama aku, dengan rayuan maut dan perundingan cukup alot, akhirnya aku berhasil pinjem ni Vespa. " Ucap Aiman dengan menepuk-nepuk dadanya, bangga.

Sulthan mendesah, "ya, ya, suwuuun asistenku yang keren, yang nggak ada duanya, nggak ada tiganya, nggak ada em.."

"Cukup Gus! Ampun.. ampun.. mau nyampe angka berapa sampean sebut? Kupingku iki loh wes kedat-kedut. " Protes Aiman.

Shofia menahan senyum mendengar Gus artis dan asistennya itu beradu mulut.

Tak sadar, Sulthan pun tersenyum memperhatikan istrinya yang tersenyum geli, lalu membuang muka karena malu, saat tahu dirinya sedang diperhatikan. Membuat senyum Sulthan semakin terkembang.

"Wes ta, kalem ae, nanti ta kasih bonus satu piring nasi kalau makan di warung."

"Walah Gus, kalau nambah nasi doang lauknya nggak buat apa. "

"Yo wis karep-karepmu lah."

"Yuk dik, jalan-jalan. Dulu aku pernah bilang mau ngajak kamu naik motor kan kalau sudah halal? Karena kamu nggak mau naik si hitam jadi naik si putih ini aja."

"Modal dong Gus. Jangan minjem. Masa Gus Sulthan nggak mampu beli Vespa. Apa kata dunia?" Ledek Aiman.

"Kalau ada yang bisa dipinjem, ngapain beli? Ayo dik naik. "

***

Mentari tampak menyala terang, dibelai mesra angin pantai yang berhembus. Seolah tersenyum, menghangatkan dua sejoli yang tengah mengatur degup jantung yang berdentum tak biasa. Di atas tikar keduanya kini tengah menikmati angin sepoi yang membuat daun-daun pohon kelapa melambai-lambai. Debur ombak hadir, seakan mengaburkan irama detak yang tercipta di dalam dada mereka.

"Suka?"

Suara berat itu begitu lembut membelai pendengaran gadis berjilbab hitam di sampingnya. Selembut hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya yang tampak berbinar melihat pemandangan khas pantai di sekelilingnya.

Until You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang