"Pengen banget ke pantai, pokoknya Minggu depan harus jadi ya Di. " Ucap Shofia pada Khodijah di ruang guru. Keduanya baru saja selesai mengajar. Shofia mengajar Bahasa Inggris sedang Khodijah mengajar Bahasa Indonesia. Ada jeda satu jam sebelum mereka kembali ke kelas untuk mengajar."Oke, oke kakak. " Jawab Khodijah antusias. Jari telunjuk dan ibu jarinya ia tautkan membentuk huruf o.
Padahal kemarin yang begitu menggebu-gebu ingin ke pantai adalah Khodijah, tapi sekarang Shofialah yang begitu menginginkannya. Entah kenapa, hari minggu belakangan ini, Sulthan selalu berada di pesantren hingga Shofia sering diberi perintah olehnya. Sedang hari di mana ia mengajar Gus itu juga sibuk lawatan, entah untuk mengisi undangan tausiyah di masjid-masjid luar kota, atau janjian kolab bareng youtuber lain. Seperti hari ini, pagi tadi Gus itu nampak membawa koper bersama Aiman. Kalau tidak salah dengar dari umi Salma Gus itu akan bepergian selama tiga hari ke depan.
"Mbak Shofia, ini nama-nama peserta yang akan ikut lomba mewakili sekolah kita. Mbak shofia bisa kumpulkan mereka untuk melakukan pelatihan lebih intensif selama seminggu ke depan. Selama sebulan ini sudah kita gembleng untuk peserta lomba ekstra kurikuler, seperti bela diri dan olah raga. " Alif datang membawa sehelai kertas berisi nama-nama murid yang terdaftar mengikuti lomba cerdas cermat dan ketangkasan antar pondok pesantren.
"Oh iya ustadz, nanti saya kumpulkan anak-anak sepulang sekolah. "Timpal Shofia.
"Jangan sampai lupa, acaranya Senin depan, jadi harus dipersiapkan dari sekarang. Biar hasilnya maksimal. "
"Tenang, Ustadz. Apapun perintah ustadz, apa sih yang nggak bisa Shofia lakuin. " Celetuk Khodijah yang membuat wajah shofia merah padam bak kepiting rebus. Matanya melebar tak percaya. Jemarinya reflek mencubit pinggang sahabatnya itu.
"Hm, ya sudah bagus kalau begitu. Terima kasih mbak Shofia, mari mbak Khodijah." Entah mengapa Alif tampak salah tingkah, telinganya pun memerah. Ia beranjak keluar ruang guru dengan tergesa-gesa.
Bagus? Ngomong apa aku ini? Benak Alif.
"Ya ampun Di, ah dah lah. " Rasanya Shofia ingin mengomel habis-habisan, bisa-bisanya Khodijah berbicara begitu di depan ustadz Alif. Saking geramnya ia tak tahu harus ngomong apa.
Mau ditaruh di mana mukanya?
Di kantong boleh, di dompet boleh Fi. Hihi. Asal jangan di tempat sampah, kan sayang muka cantik begitu dibuang."Sorry, tapi kalau satu di antara kalian nggak ada yang ngasih kode duluan, sampe lebaran gajah nggak kelar-kelar Fi. Jangan nyesel kalau ada kabar seandainya ustadz Alif udah nglamar anak gadis orang. "
Shofia tertegun. Benar apa yang dikatakan sahabatnya itu.
Tapi kenapa bukan Alif yang melempar sinyal?
Kenapa harus dirinya?
Lah kan yang naksir situ Fi?***
Langit sore begitu indah, sekumpulan awan berarak bagai barisan anak-anak kecil yang berlarian ke sana kemari. Membawa kedamaian, bagi mereka yang tengah dirundung malang.
Di teras ndalem Shofia dan Khodijah kini tengah membantu umi Salma berkutat dengan tanaman yang baru saja umi beli. Ada monstera, aglonema juga beberapa mawar merah dan putih.
"Lucu ya umi, kok bisa tanaman ini dinamai janda bolong?" Celetuk Shofia, dimasukkannya tanaman itu ke dalam pot baru yang lebih besar. Kekehan kecil terdengar dari umi.
"Soalnya kalau kue yang bolong itu donat Fi." Seloroh Khodijah yang membuat umi semakin terkekeh geli.
"Iya betul itu apa yang dibilang Khodijah. " Sahut Salma.
"Ada lagi si, yang bolong.. tapi .. ah jangan deh serem. " Timpal Khodijah lagi, kali ini pundaknya bergidik ngeri.
"Oh itu, aku tau. Itu kan .. eum sun.. " belum selesai Shofia menyelesaikan kalimatnya, tangan Khodijah buru-buru membekap mulutnya. Membuat wajah cantik Shofia kotor kena tanah yang menempel di tangan Khodijah.
"Stop Fi, plis jangan diterusin. " Shofia yang tahu sahabatnya yang penakut itu pun hanya bisa tertawa. Tawa Shofia pun menular, Salma yang sedari tadi melihat interaksi dua perempuan di hadapannya pun ikut tergelak. Apalagi setelah melihat wajah Shofia yang belepotan. Khodijah yang menyadarinya pun ikut terkekeh.
"Ya aneh aja, kok bisa kata janda berjejer dengan kata bolong. Kan bisa tuh, kolor bolong atau daster bolong."
"Tauk" Jawab Khodijah, senyum kecutnya mewakili reaksinya mendengar guyon garing yang dilempar Shofia.
"Kamu nggak suka monstera Fi?" Tanya umi Salma__ mengambil pot kosong untuk diserahkan pada Shofia.
"Saya suka mawar merah umi. Cantik. "
"Kayak kamu ya?" Goda Salma.
"Ah umi, ada-ada aja. Saya kan jadi seneng." canda Shofia, deretan giginya terlihat karena cengiran khasnya.
Salma tersenyum simpul. Shofia selalu saja bisa menjadi partner ngobrol yang menyenangkan.
"Seneng tuh dipuji umi? Saya nggak umi? " Sahut Khodijah.
"Kalian sama-sama cantik. " puji Salma, bibirnya mengulas senyum.
"Ngomong-ngomong, sudah ada pangeran berkuda putih yang datang belum?" Lanjutnya.
"Hehe, belum umi. Yang ada pangeran bersarung gajah oleng." Timpal Shofia yang sontak membuat tawa ketiganya meledak.
"Umi, Ning Humaira itu bakal calon.. eum ..." Tukas Khodijah ragu sedangkan tangannya masih sibuk memindahkan tanaman aglonema ke dalam pot.
"Umi pinter cari calon mantu." Sahut shofia.
Salma tersenyum, menangkap apa yang dibicarakan Shofia dan Khodijah.
"Menurut kalian Ning Humaira cocok nggak sama Sulthan? " tanya Salma seraya meletakkan pot ke rak berbentuk sepeda berwarna putih yang berada tak jauh dari kursi teras.
"Nggak umi, mending sama saya aja." Seloroh Khodijah dengan cengiran khasnya.
"Hus! Kamu mau, tapi masalahnya gusnya mau apa nggak?" Sergah Shofia sambil menekan-nekan tanah di dalam pot setelah bunga mawar merah ia masukkan ke dalamnya.
"Hehe, kali aja mau Fi. Siapa tahu jodoh. Ya kan umi??"
Salma hanya tersenyum, dua orang mantan santrinya yang kini menjadi pengajar di pesantrennya itu memang sudah menjadi hiburan tersendiri baginya. Kehadiran mereka mampu mengobati sedikit, rasa rindunya pada dua anak gadisnya, Syifa dan Khalwa yang tengah menuntut ilmu.
"Cocok umi, cocok banget. Cantik sama ganteng. Dua-duanya pinter. Ilmu agama yang mumpuni. Cocok nerusin Abah kyai mimpin pesantren nantinya. Apalagi kata Khodijah sama-sama punya dimple. " Urai Shofia kali ini ia benar-benar fokus menatap Salma, gadis itu tampak serius menyampaikan pendapatnya.
"Dimple?" Salma mengernyit.
"Maksudnya lesung pipi umi." Sahut Khodijah, kedua pipinya ia tangkup dengan jempol dan telunjuknya.
"Iya betul umi, mereka itu udah kaya sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Serasi. " Jempol Khodijah terangkat menyetujui apa yang dikatakan sahabatnya.
"Tapi sayang, Sulthannya nggak mau. " Jawab Salma sendu.
"Lah kok. Ning Humaira itu spek idaman loh padahal." Kata Shofia.
"Apa mungkin Gus sudah punya calon sendiri umi? Mungkin Syakila Namira?" Khodijah menyahut dengan raut bertanya-tanya.
"Bukan," jawab Salma.
"Terus siapa dong?" Tanya keduanya.
Salma hanya mengedikkan bahu. Menandakan bahwa dirinya pun tak tahu jawabannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Love Me
RomanceKepulangan Gus Sulthan setelah menyelesaikan pendidikan S2-nya dari Kairo Mesir begitu dinantikan para warga pesantren Al-Hidayah. Namun menjadi awal hari sial bagi Shofia, seorang guru di MA di bawah naungan pondok pesantren Al-Hidayah. Gadis itu t...