01. Kepulangan Junno

8.1K 199 33
                                    

Junno menjatuhkan senapannya yang sudah kosong kemudian beralih pada dua pistol di pinggang. Dia menembakkan senjata tersebut pada beberapa pengawal pimpinan mafia yang menghadang, sehingga dengan beberapa kali tembakan saja mereka tumbang.

Dua pria menangkapnya namun Junno siaga. Dia segera menghindar dan dengan tendangan keras mampu melumpuhkan keduanya. Diakhiri dengan dua tembakan di kaki sehingga mereka benar-benar tak bisa berkutik lagi.

Kemudian berondongan tembakan dari arah atas membuat semua anggota Pasukan Hantu yang berjumlah delapan orang itu menyebar untuk mencari perlindungan. Dan incaran mereka lah yang melakukannya.

Setelah merasa tersudut dan kehilangan banyak anak buah karena ulah pasukan elit tersebut sehingga akhirnya membuat dia keluar juga dari persembunyiannya.

"Menyerahlah, Jhon!" Rama berteriak dari persembunyiannya

"Menyerahlah karena kau sudah kehilangan mereka!" teriaknya lagi.

"Kau sudah tak punya siapa-siapa lagi, jadi menyerahlah kepada negara!"

"Cuih!" Pria bernama Jhon itu meludah ke tanah. "Aku akan menyerah, tapi langkahi dulu mayatku!" katanya yang berniat kembali menyalakan magazinnya untuk menyerang Pasukan Hantu.

Namun suara tembakan terdengar dan pria di atas balkon itu tiba-tiba tumbang dengan kepala pecah dan darah segera membanjiri lantai tempatnya tergeletak.

"JUUUUNNN!!" Membuat Rama berteriak karenanya.

"Aku kabulkan keinginannya. Bukankah aku murah hati?" Junno muncul dari arah samping dengan masih menodongkan pistolnya padahal target mereka sudah tak bernyawa.

"Kau sialan!" Rama berteriak lagi.

"Kau bertele-tele. Dia itu mafia bukannya penjaga rumah. Negosiasi tidak ada dalam kamusnya." Junno memasukkan pistolnya kembali ke tempatnya.

***

"Kau serius dengan niatmu, heh?" Rama menghampiri Junno yang tiba dengan membawa surat pengunduran dirinya.

Mereka berkumpul terlebih dahulu di markas besar setelah benar-benar meyakinkan bahwa apa yang diniatkan Junno untuk pengunduran dirinya dari pasukan khusus sudah matang.

"Ya, aku rasa." Pria itu menjawab.

"Baik, kalau begitu kami tidak lagi bisa menghalanginya karena itu adalah pilihanmu. Tapi ingat, jika suatu hari kau mendapat kesulitan, maka kembalilah. Pasukan Hantu akan selalu menjadi rumahmu." Bimasakti dan yang lainnya pun tak bisa menghalangi, karena ini soal hati.

Junno sudah memutuskan dan memang sudah sejak lama dia menginginkannya. Namun baru hari inilah mereka mengizinkan, setelah misi terakhirnya membasmi bandar narkoba mereka selesaikan. Dan atas dirinya pula lah misi itu berhasil dilaksanakan dengan hasil yang begitu membanggakan.

"Baik, Pak. Terima kasih. Pasukan Hantu akan selalu menjadi rumah bagi saya." Pria itu pun memberikan penghormatannya yang terakhir kepada komandan mereka, begitupun kepada ketua dan rekan-rekannya. Sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan tempat tersebut.

***

Sudah dua tahun Junno tak benar-benar pulang karena menjalankan tugas negara. Dan rasa rindu benar-benar menguasai hatinya hingga dia tak mampu lagi menahan. Apalagi interaksi terakhirnya bersama sang istri terjadi beberapa Minggu yang lalu sebelum akhirnya ia disibukkan oleh misi yang baru saja selesai Minggu ini.

Dan dengan bersemangat Junno melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam apartemen yang sengaja dibelinya untuk Lingga sang istri yang dinikahinya tiga tahun yang lalu. Meski dirinya sengaja tak memberi tahu perihal kepulangannya ke Jakarta hari itu.

Dia naik ke lantai sepuluh di mana unitnya berada, da dengan sekuat tenaga berusaha menahan diri dari semangat yang timbul karena sebentar lagi ia akan bertemu Lingga.

Junno tak bisa membayangkan bagaimana reaksi perempuan itu ketika mendapati dirinya pulang. Mungkin dia akan sedikit terkejut, lalu menangis dan akhirnya mereka berpelukan. Dan hal-hal indah lainnya akan terjadi setelah ini.

Tentang membangun keluarga, tentang hidup bersama, dan bagaimana mereka akan menjalani kehidupan rumah tangga. Karena mulai saat ini dia tidak akan lagi pergi tiba-tiba dan pulang setelah beberapa hari. Dan keputusannya untuk mengundurkan diri dari Pasukan Hantu adalah pilihan yang tepat. Mengingat itulah yang istrinya inginkan. Dan dia pasti bahagia jika mengetahuinya.

Junno masih ingat kode untuk membuka pintu unitnya, dan rupanya perempuan itu belum menggantinya. Menjadikannya bisa dengan mudah masuk dan ingin segera mengejutkannya.

Waktu baru menunjukkan pukul sembilan malam dan biasanya Lingga belum tidur. Dia hanya akan menonton drama Korea di kamar mereka dengan semua cemilan kesukaannya. Baru membayangkannya saja Junno sudah tak sabar.

Dia mengendap masuk setelah meletakkan tas besarnya di sofa. Tempat itu tampak sepi dengan lampu yang suda dimatikan, namun cahaya dari celah pintu kamarnya masih terlihat.

Junno tersenyum, dan dirinya memang tidak salah karena Lingga sepertinya memang belum tidur.

Dia mendekati pintu lalu menempelkan telinganya di sana. Merasa ingin tahu drama apa yang kali ini sedang dia tonton. Seperti yang selalu Lingga beritahukan kepadanya setiap kali dia menghubungi.

Dan suara-suara asing pun terdengar lirih dari dalam sana. Membuat senyum Junno semakin lebar. Ini terasa menggelikan karena perempuan itu pasti sedang menonton film dewasa. Terdengar dari suara des*han yang cukup jelas.

Kemudian terdengar suara tawa yang cukup keras dan ucapan-ucapan manja. Diikuti suara rayuan pria yang kemudian membuat kening Junno sedikit berkerut.

"Shh, Sayang!" Namun itu terdengar seperti suara Lingga.

"Kenapa? Kamu suka ya?" Lalu suara pria terdengar lagi.

"Hmm ... kali ini jangan terlalu keras, kan malu kedengaran tetangga. Kemarin aku diprotes." Suara Lingga menjadi semakin jelas.

"Masa? Tapi kamu sukanya begitu kan?" Kemudian mereka tertawa.

Junno membeku untuk beberapa saat. Namun suara rintihan dan des*han kembali terdengar dan kini semakin keras. Pikirannya buruk namun ia mencoba untuk berpikiran positif.

Junno kemudian menelan handle pintu pelan-pelan, bermaksud untuk mengejutkan Lingga. Dia kemudian mengintip dari celah pintu, namun apa yang dilihatnya kemudian membuatnya merasa tidak percaya.

Dia membelalakkan mata.

Dua tubuh polos tengah bertautan di atas tempat tidurnya dengan begitu liar. Si pria menghentak dengan brutal sementara si wanita menggeliat-geliat tak karuan. Dan wajahnya begitu jelas tampak menikmati aktivitas tersebut.

"Ooohhh Sayang, kamu hebat sekali! Lihat betapa kuatnya dirimu, dan aku menyukainya. Terus, Sayang. Aku menyukainya!" Lingga terus meracau dalam kendali pria yang sama sekali tak dia kenali.

Dan amarah segera menguasai Junno dalam hitungan detik ketika melihat perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu berbagi raga dengan pria lain.

Junno mendorong pintu hingga terbuka lebar, namun hal itu tak menyadarkan keduanya. Mereka malah menjadi semakin liar dan semakin tak terkendali saja.

Pria di atas Lingga bahkan berpacu lebih cepat saat sepertinya dia merasakan hampir diserang pelepasan. Sementara perempuan itu terus meracau dengan kata-kata tak senonoh seperti dia adalah seorang jal*Ng dari jalanan.

Junno mengendap ke dekat mereka dan dengan sekuat tenaga menahan diri agar tak gegabah dalam bertindak. Meski kemurkaan jelas sedang menguasainya saat dia menyimak pergumulan liar di depan matanya.

Dengan tangan bergetar Junno mengambil pistol dari pinggangnya kemudian menodongkannya ke arah pria yang tengah menggauli istrinya. Dan moncongnya segera menempel di belakang kepalanya.

"Lanjutkan, maka kuledakan kepalamu!" Katanya dengan suara menggeram.

Pria itu segera berhenti dan dia hampir menoleh.

"Lanjutkan dan akan ku ledakakkan kepalamu, brengs*k!" Kemudian dia berteriak membuat Lingga yang hampir mencapai klim*ksnya pun segera tersadar.

"Binatang!" Katanya yang kemudian menembakkan benda itu tepat di kepala pria selingkuhan istrinya.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang