70. Wali Nikah

1K 150 29
                                    

Junno menyodorkan kotak tisu pada Camelia untuk menyeka air matanya yang meleleh membasahi pipi. Meski suara tangisnya tak terdengar, tetapi dia tahu bahwa perempuan itu tengah bersedih.

“Kau tau, hal yang paling membahagiakan bagiku adalah tidak bertemu dengan mereka lagi. Tapi ini terakhir kalinya, bukan?” Dua lembar tisu Camelia tarik sehingga dia dapat menghentikan buliran bening itu untuk mengalir.

“Aku tau. Memang ini terakhir kalinya, aku janji.”

“Awas kalau nanti, atau lain kali kau membawaku menemui mereka lagi. Aku tidak akan memaafkanmu!” ancam Camelia, tetapi pria itu hanya terkekeh kemudian mencondongkan tubuhnya seraya menarik kepalanya untuk dia cium.

“Kalau begitu, berhentilah menangis dan mari kita selesaikan semuanya hari ini,” katanya sambil menatap wajah Camelia dari samping.

Kemudian mereka keluar dari mobil dan perempuan itu menatap tempat berikutnya yang mereka datangi. Yakni rumah besar miliknya yang saat ini ditinggali oleh ibu dan kedua adiknya.

“Entah bagaimana hasilnya nanti, tapi aku ingin memulai semuanya dengan benar. Kau masih punya keluarga dan aku pun sama. Maka, yang harus kita lakukan adalah mengabarkan berita bahagia itu untuk mereka.”

Camelia menatap wajah dengan raut sumringah itu. Memang tak tampak keraguan sejak mereka memutuskan untuk menikah dan itulah yang menjadi satu-satunya alasan baginya untuk menerima. Karena tak ada satupun harapan yang membuatnya bisa bertahan saat ini selain Junno.

Dan sambutan tiga wajah orang-orang terdekatnya menjadi pemandangan yang pertama kali Camelia dapatkan saat mereka memasuki pekarangan rumah, setelah berbulan-bulan lamanya tak bersua.

“Apa tidak bisa ditunda? Atau setidaknya diundur sampai beberapa bulan lagi?” Diana buka suara setelah Junno mengatakan secara langsung maksud dan niatnya menikahi Camelia.

“Sayangnya tidak bisa, Bu. Apa pun yang terjadi kami tetap akan menikah.” Pria itu menjawab.

“Aku tidak bertanya padamu, tapi pada putriku. Karena jika melihat dan mendengar semua yang kau katakan, jelas sekali kau sangat ingin menikahinya.” Diana melanjutkan.

“Ini keputusan kami berdua, Bu. Bukan hanya Junno.” Camelia pun angkat bicara.

“Benarkah? Lalu apa yang membuatmu setuju dan menerima pria ini untuk menikahimu? Bukankah karirmu sedang bagus? Banyak pekerjaan sedang menantimu? Lalu apa lagi? Kau mau menyerahkan hidupmu pada pria yang bekerja sebagai pengawalmu? Rendah sekali seleramu.”

Camelia hampir saja bangkit dan menyemburkan kalimat perlawanan sebagai jawaban atas apa yang ibunya ucapkan. Tentu  perempuan itu tidak akan membiarkannya lepas begitu saja apalagi jika berhubungan dengan uang. Mereka takut kehilangan atm berjalan dan sumber keuangan yang selama ini menopang kehidupannya. Tapi Junno segera menahannya.

“Sebenarnya tanpa restu keluarga pun kami tetap bisa menikah, Bu. Penghulu bisa menerima jika alasannya tidak ada wali yang bersedia menikahkan kami, dan semuanya jelas. Tapi kami berusaha untuk menghargai keberadaan anda dan adik-adiknya Camelia dengan memberitahukan kabar ini secara pribadi.”

Diana menatap wajah Junno lekat-lekat. Masa iya pria seperti ini yang akan menikahi putrinya? Seseorang yang bekerja menjaga keselamatannya dan dia tak tau bagaimana latar belakangnya. Tapi yang pasti, pria ini tidak mungkin selevel dengan Bima atau siapa pun yang dia tahu banyak mendekati sang putri.

“Menghargai katamu? Kau tau, dengan memberitahukan pernikahan ini saat hampir saja dilakukan itu merupakan penghinaan bagiku. Apalagi dengan pria sepertimu.” Diana balik menjawab.

“Bu!” Camelia tentu saja bereaksi, tetapi Junno hanya tersenyum.

“Pendapat Anda tentang saya tidak penting karena tidak ada yang kalian tau tentang apa pun. Sekali lagi, kami hanya berusaha menghargai keberadaan kalian. Jadi, setuju atau pun tidak tak akan ada pengaruhnya bagi kami.” Pria itu dengan pembawaannya yang tenang.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang