76. Kembali Ke Jakarta

966 158 28
                                    

“Kenapa tidak sekalian saja nanti?” Surati melipat kaos milik putranya yang baru saja dia angkat dari jemuran.

“Ada hal yang harus kami urus, Bu.” Sementara Junno memastikan semua yang dibawanya dari Jakarta masuk ke dalam tasnya dan milik Camelia.

“Padahal menikah di sini saja kalau tidak akan mengadakan pesta. Ibu urus semuanya.” Perempuan itu seolah merasa tidak rela karena anak dan calon menantunya akan segera pulang.

“Sudah terlanjur Adam uruskan, Bu. Belum lagi agar keluarganya Camelia juga tidak repot harus datang ke sini.” Junno menoleh ke arah calon istrinya yang masih asyik dengan makanan yang Surati buatkan.

“Memangnya kau yakin mereka akan datang? Aku rasa tidak.” Namun Camelia hanya tertawa.

“Maksudnya?” Sedangkan Surati sedikit mengerutkan dahi.

“Ibu, nanti jangan kaget ya kalau ketemu dengan keluarga saya. Mereka tidak seperti orang-orang di sini. Tapi, ya … saya juga nggak yakin mereka akan datang.” Dengan polosnya Camelia menjelaskan.

“Kenapa mereka tidak akan datang? Tidak setuju dengan pernikahannya?”

“Bisa disebut begitu.”

“Lantas kenapa kalian malah memaksa?”

“Umm ….” Camelia meneguk air minumnya hingga tandas. “Intinya, saya tidak punya keluarga seperti di sini. Dan menikah dengan Junno sepertinya akan menyelamatkan hidup saya, jadi ….”

Surati kembali menatap putranya yang terdiam.

“Ibu tidak usah khawatir. Aku pastikan semuanya baik-baik saja.”

“Kalian ini sudah dewasa. Kamu bahkan sudah pernah berumah tangga, jadi Ibu yakin kamu tau apa yang kamu lakukan. Apa pun itu, jalani saja asal kalian masih di jalan yang benar.”

“Itu maksudku, Bu. Tapi jangan kaget juga kalau nanti akan ada kabar lain setelah kami menikah. Ibu tau bagaimana orang-orang yang bekerja seperti Camelia, kan?”

“Gosip maksudnya?”

“Ya. Dan rencananya setelah menikah nanti kami akan mengadakan konferensi pers.”

“Apa harus?”

“Untuk Camelia, ya. Belum lagi kami sedang menghadapi kasus serius, kan? Harus diselesaikan satu per satu, Bu.”

Surati menarik dan menghembuskan napasnya pelan-pelan. “Selesaikan saja lah, Ibu tidak akan ikut campur soal itu. Kalian yang paling mengerti, kan?”

“Ya, aku mengatakan ini hanya agar Ibu dan Bapak tidak shock.”

“Ibu tidak akan nonton tivi dulu kalau gitu.”

“Bapak juga hanya akan nonton bola, lah. Tidak menonton berita atau gosip.” Abyaksa menimpali. Dia baru saja tiba setelah menguris beberapa hal di kelurahan.

“Memangnya sejak kapan Bapak nonton acara gosip? Macam kurang kerjaan saja.”

“Sejak tau kamu jadi pengawal Camelia. Kan kalian sering masuk pemberitaan.”

“Duh?”

Dua perempuan di dekat mereka pun tertawa.

“Ini. Mungkin mau kamu bawa.” Lalu Abyaksa menyodorkan sebuah map plastik berwarna bening kepada sang putra.

“Apa ini?”

“Surat wasiat.”

“Surat wasiat?”

“Ya, dan alih nama semua yang kita punya.”

“Maksud Bapak?” Junno mengerutkan dahi sehingga kedua alisnya tampak saling bertautan.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang