79. Hari Pernikahan

916 153 21
                                    

Camelia menatap dirinya sendiri di cermin setelah Syahira dan Kaysa selesai mendandaninya. Gaun putih yang kemarin lusa dibelikan Junno pun telah dia kenakan. Hanya ditambah make up tipis dan tatanan rambut sederhana seperti yang dia inginkan.

“Kau sudah cantik, tidak perlu tambahan apa-apa lagi.” Syahira menyerahkan seikat bunga lily putih senada dengan gaun yang Camelia kenakan.

“Ayo cepat, penghulunya sudah datang.” Kaysa pun kembali setelah memeriksa keadaan di bawah.

Area di belakang asrama yang cukup luas disulap menjadi tempat pesta sederhana. Tidak ada pelaminan, tidak ada panggung apalagi pemain instrumen musik. Hanya ada beberapa meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa untuk tempat duduk orang yang secara khusus diundang.

Di sisi lainnya cukup ada meja prasmanan dengan hidangan yang tidak mewah tetapi tak bisa disebut alakadarnya juga. Namun cukup pantas untuk menjamu mereka yang mungkin hadir.

Camelia menatap sekeliling area di mana orang-orang sudah berkumpul, mencari wajah yang mungkin dia kenal selain Junno dan rekan-rekannya yang sudah sering berinteraksi selama mereka tinggal di sana. Tetapi nihil, bahkan ibu dan kedua adiknya yang berjanji akan menjadi wali nikah pun belum menampakkan batang hidungnya.

Camelia sempat merasa kecewa, tetapi perkataan Junno di malam sebelumnya menjadi pelipur lara dan dia berjanji tak akan memikirkan soal itu lagi. Karena dengan begitu, dirinya bisa mengetahui bahwa sudah tak ada lagi ikatan berarti yang bernama keluarga antara dirinya, Diana, Alif dan Mutiara. Apalagi saat melihat dua sosok orang tua Junno yang duduk paling depan dengan senyum sumringah membuat sakit hatinya perlahan terobati.

Dan kini, dia hanya fokus pada satu sosok yang berdiri menunggunya di depan sana, bersama penghulu dan tiga rekannya. Dalam balutan jas hitam rapi, rambut klimis dan wajahnya yang penuh rona kebahagiaan.

“Ayo, Tante. Om Junno udah nunggu dari tadi.” Gadis kecil yang memiliki nama sama dengan dirinya meraih tangan Camelia. Kemudian mereka melangkah bersebelahan menuju titik di mana akan dilangsungkan acara akad nikah tersebut.

Junno mengulurkan tangannya yang segera Camelia raih, lalu saling menautkan jari mereka berdua. Saling melempar senyum untuk beberapa saat sebelum akhirnya bersiap untuk hal paling sakral dalam hidup mereka.

“Sudah tidak ada yang ditunggu?” Pria yang dikenali sebagai penghulu itu bertanya.

Junno dan Camelia saling pandang.

“Kalau tidak ada mari kita mulai acara ini agar cepat selesai?”

Keduanya menganggukkan kepala.

“Baik, kedua mempelai dan negara memberikan wewenang kepada saya untuk menikahkan, dan karena satu hal yang membuat saudari kita Camelia Abigail tidak didampingi oleh keluarganya, maka tanggung jawab itu saya ambil alih. Tentunya atas persetujuan dan prosedur yang diizinkan oleh negara.”

Camelia dan Junno sama-sama menganggukkan kepala.

“Baik, Anda siap?” tanya penghulu, sekali lagi.

“Siap, Pak.” Junno menjawab dengan tegas namun hal itu membuat semua orang tertawa. Tentu saja dia siap karena memang ini adalah saat yang paling ditunggu-tunggu.

“Baik, Saudara Junno jabat tangan saya.” Pria itu mengulurkan tangannya yang segera Junno sambut tanpa memikirkan banyak hal. Lagipula dia tak mengharapkan siapapun lagi untuk datang karena memang sudah tau bagaimana akhirnya. Bahkan uang satu milyar yang sudah diserahkan pada Alif tak lagi dipedulikan karena semua tak sepenting pernikahannya dengan Camelia.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang