71. Percakapan Para Pria

1.3K 161 25
                                    

“Jangan terlalu kau pikirkan.” Junno duduk di sisi ranjang sambil mengusak rambut basah di kepalanya. Sementara Camelia asyik menatap langit petang jingga Jakarta di luar jendela kamar mereka.

“Tidak, hanya saja ….”

“Tinggal satu tempat yang harus kita datangi untuk mengabarkan berita ini.” Pria itu mengenakan pakaiannya yang sudah tersedia di ujung ranjang.

“Ke mana?”

“Surabaya.”

“Surabaya?” Camelia merubah posisi duduknya.

“Ya. Orang tuaku.” Dan Junno tertawa.

“Oh, astaga! Kenapa aku sampai tidak ingat soal itu ya? Semuanya seolah hanya tentangku saja padahal kau juga punya keluarga.”

“Aku bisa memakluminya.”

“Kapan kita pergi?”  Camelia tampak antusias.

“Kapan kau siap?” Junno malah balik bertanya.

“Kapan pun kau mengajakku.”

“Besok bagaimana?”

“Boleh.” Perempuan itu menganggukkan kepala.

“Benarkah?”

“Ya, tentu saja. Kau sudah bersedia mendatangi keluargaku yang berantakan demi restu yang tidak bisa kita dapat dengan mudah. Masa aku tidak mau kau bawa menemui keluargamu?”

Senyuman manis terbit di sudut bibir Junno. “Baiklah, besok pagi kita berangkat.”

“Kenapa besok pagi? Kenapa tidak sekarang saja?” Camelia tampak tidak sabar.

“Tidak, seharian ini kita baru istirahat. Dan ingat keadaanmu yang sedang hamil. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada kalian.” Junno menyentuh perut rata Camelia yang membuat pipi perempuan itu merona seketika.

“Kau mau makan sesuatu? Sekalian aku mau ambil minum juga ke bawah.” Dia hampir bangkit saat tiba-tiba saja Camelia menghambur memeluknya.

“Eee … Mell?” Dan tentu saja Junno merasa terkejut.

“Terima kasih, Junno. Kau menarikku dari hal gila ini.” Perempuan itu berujar.

“Bukan aku, tapi kau sendiri.”

Camelia mendongak kemudian menggelengkan kepala. Lalu di detik berikutnya dia mengecup bibir pria itu yang tiba-tiba saja tertutup rapat.

“Tapi kau yang menyadarkan aku.” katanya, seraya memindai kedua bola mata Junno yang berkilauan ditimpa cahaya lampu di langit-langit kamar.

“Mungkin memang jalannya begitu.” Lalu Junno merangkul tubuh  Camelia yang merapat kepadanya. Kemudian mereka berdua tertawa bersamaan.

“Umm ….” Dahi Camelia mengernyit sambil menyentuh dan menekan perut bagian atasnya pelan-pelan.

“Kenapa?” Sedangkan Junno memperhatikan.

“Aku mual. Apa gejala kehamilannya mulai terasa ya?”

“Apa?” Junno sedikit menarik diri.

“Ya, agak mual di sini, dan aku ….”

“Bisa jadi itu karena lapar.” Pria itu bangkit.

“Lapar?” Dan Camelia mengikutinya dengan pandangan.

“Ya. Mual karena perutmu kosong dan sudah tidak ada persediaan lagi karena diserap oleh anak kita.” Junno bergegas mengenakan celana panjangnya kemudian berjalan menuju pintu.

“Kau mau ke bawah?”

“Ya, aku harus membuatkanmu makanan.” Tanpa menunggu lama dia segera keluar dan meninggalkan Camelia sendiri di dalam kamarnya.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang