10. Peran

1.3K 83 5
                                    

"Kau hari ini ada syuting?" Bima membiarkan Camelia memasangkan dasinya.

Pagi-pagi sekali pria itu sudah terbangun dan bersiap untuk pergi menghadiri rapat penting di gedung pemerintahan.

"Belum tahu, Lina belum mengabari." Lalu Camelia meraih jas dan membantu ia mengenakannya, seperti biasa.

Bima sedikit terkekeh.

"Kenapa? Ada yang lucu?" Membuat perempuan itu tertawa.

"Kau tahu, Mel? Terkadang aku merasa jika kau adalah istriku." Lagi-lagi Bima membiarkan Camelia mendandaninya seperti yang memang selalu dia lakukan setahun belakangan.

Tepatnya sejak mereka menjalin hubungan yang entah harus disebut apa atau bagaimana. Karena keduanya jelas sama-sama memiliki kepentingan.

"Ya, jika Bapak mau menganggap begitu silahkan saja. Bukankah selama ini saya memang selalu menjadi apa yang Bapak inginkan?" Camelia mengusap jas yang menempel di tubuh tingginya.

Di tempat itu memang tersedia pakaian untuknya jika sesekali dibutuhkan, dan Camelia selalu memadu padankannya dengan baik sehingga kapanpun Bima keluar dari unitnya, makan penampilannya akan sangat sempurna.

Pria itu memang tidak bisa disebut muda, tapi belum terlalu tua juga. Dan 38 tahun adalah usia matang dengan segala kemapanan yang menjadi dambaan semua orang.

Tampan, kaya, sukses dan memiliki kehidupan yang baik. Namun siapa sangka Bima menyimpan rahasia besar dalam hidupnya? Yakni hubungan dengan beberapa perempuan sebelum Camelia yang memang dijadikan selingan dalam hidupnya.

Meski tak dipungkiri, dia pun sudah berkeluarga dengan perempuan secantik Delisa Atmaja, seorang sosialita terkenal yang merupakan putri seorang menteri.

Namun baginya itu tidaklah cukup, karena Bima menyenangi petualangannya dengan perempuan-perempuan cantik lain yang kebanyakan adalah merupakan orang terkenal.

Namun hubungannya kali ini dengan Camelia terasa berbeda. Selain waktu itu dia yang mendapatkannya dalam keadaan yang masih suci, perempuan itu juga memiliki sesuatu yang tak pernah dia temukan pada wanita manapun yang dikencaninya. Maka, setahun belakangan hanya dialah yang menjadi tempat pulangnya selain rumah di mana Delisa berada.

"Kau benar." Bima memeluk tubuh bak gitar spanyolnya yang aduhai itu. Yang juga menjadi tempatnya melampiaskan nafsu kelelakiannya yang tidak pernah merasa puas.

"Jadi, apakah itu menandakan jika kau bersedia aku nikahi?" Pertanyaan itu kembali terlontar dari mulutnya.

Camelia terdiam.

"Tidak mau? Kau lebih suka kehidupan yang seperti ini?" Bima berujar.

"Atau kau juga memiliki hubungan selain denganku, sehingga kau tidak mau menjadi yang kedua bagiku?"

Perempuan itu kemudian terkekeh.

"Sekarang kau yang tertawa."

"Apa karena Bapak berlaku seperti itu, jadi menganggap saya juga sama?" Camelia malah bertanya. Dan dia mendongak lebih dekat pada wajah pria itu tanpa rasa gentar sedikitpun.

Bima tertawa.

"Tidak ya? Hum?" Lalu dia mengeratkan pelukan kemudian menundukkan wajah untuk meraih bibir Camelia yang selalu terlihat meggiurkan.

"Sudah hampir siang, Pak." Namun perempuan itu mengingatkan seraya memundurkan wajahnya.

Bima tertawa lagi dengan wajah terdongak ke atas.

"Ah, Camelia! Kau memang pandai membuatku berdebar seperti ini. Tidak heran aku selalu ingin kembali dan memilih untuk bersamamu saja." Kemudian dia melepaskannya.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang