24. Jalan-jalan

907 68 3
                                    

"Kau mau pergi?" Junno baru saja oembali dari kegiatan olah raga paginya ketika di saat yang bersamaan Camelia pun keluar dari kamarnya.

Dengan mengenakan jeans panjang dan kaos yang cukup ketat membungkus tubuh indah yang kemarin dibelinya saat acara jalan-jalan di mall.

"Ya."

"Ada acara? Kenapa aku tidak tahu? Aku pikir kau masih libur hari Minggu begini?" Pria itu melenggang ke dapur untuk menghilangkan air minum.

"Hanya mau keluar saja. Bukankah setiap hari Minggu biasanya orang-orang pergi? Aku lihat Car Free Day sepertinya seru."

"Yeah, memang. Mereka lari pagi dari rumah."

"Begitu ya? Jadi aku salah kostum?" Camelia melihat dirinya sendiri.

"Ya kalau niatmu untuk olah raga jelas salah. Tapi kalau untuk jalan-jalan tentu saja tidak."

"Nah  … jalan-jalan lagi saja!" Perempuan itu dengan raut ceria.

"Apa? Jalan-jalan lagi? Tidak salah?" Junno kembali ke hadapannya.

"Tidak. Sepertinya jalan-jalan di hari Minggu juga bagus."

"Nanti Lina mengomel lagi." Dia mengingatkan kejadian semalam ketika manager menelpon mereka.

"Tidak akan. Hari ini penampilanku biasa saja, jadi tidak ada yang akan mengenalku. Aku bahkan akan menggunakan topi seperti kemarin dan masker untuk menutupi wajahku. Bagaimana? Bagus kan ideku?"

Junno menatap wajahnya yang penuh harap.

"Tapi dandananmu tetap mencolok," ucap pria itu sambil melenggang ke arah kamarnya.

"Mencolok apanya? Apa ini kurang biasa?"

Pria itu tergelak dan dia berhenti tepat di depan pintu.

"Biasa katamu?" Lalu berbalik. "Tidak ada orang biasa yang jalan-jalan di hari Minggu dengan full make up seperti itu. Kau kira mau syuting?" katanya, mengkritik penampilan Camelia yang memang masih terlalu mencolok karena make upnya.

"Umm  …." Perempuan itu mengusap bibirnya yang merah merona karena lipstik yang dia gunakan.

"Orang biasa tidak berdandan sepertimu, kecuali jika mereka ingin menarik perhatian," ucap Junno lagi yang masuk ke dalam kamarnya. "Tunggu aku mandi sebentar." Dia berteriak sebelum akhirnya menutup pintu rapat-rapat.

Camelia tertegun cukup lama memikirkan ucapan pria itu. Lalu dia merogoh ponsel di dalam tasnya dan melihat wajahnya yang memang menggunakan make up seperti yang biasa digunakannya setiap hari.

Bibirnya bahkan tampak masih merekah meski lipstik merahnya sudah dihapus. Maka, segera saja dia kembali ke dalam kamarnya untuk menghapus segala jenis yang dipakainya sebelum ini.

"Mel?" Junno mengetuk pintu kamarnya ketika dia tak menemukan perempuan itu di ruang tengah. "Kau jadi pergi?" Pria itu bertanya.

"Sebentar." Dan Camelia menjawab dari dalam sana.

Tak berapa lama kemudian dia keluar dengan penampilan berbeda. Hanya memoles wajahnya dengan bedak tipis dan membiarkan yang lainnya begitu saja.

Junno tertegun menatap wajahnya yang tak seperti biasanya. Jarang sekali Camelia muncul tanpa full make up dan kali ini perempuan itu melakukannya.

"Rasanya aneh keluar dari kamar tanpa make up seperti biasanya. Aku seperti orang lain." Camelia membingkai wajahnya sendiri dengan raut malu-malu.

Ini memang pertama kalinya dia tak menggunakan make up seperti biasanya di depan seseorang. Rasanya asing tak menggunakan semua polesan itu, tapi entah mengapa dia malah mengikuti ucapan Junno.

"Kau tetap cantik." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut sang pengawal, yang membuat Camelia sedikit tersipu.

Pujian demi pujian sering dia dapatkan dari banyak orang, baik itu sesama artis maupun kritikus style di beberapa majalah terkenal, tapi tak ada yang pernah membuatnya merasa seperti ini.

"Benarkah? Hahah. Tapi aneh sekali rasanya, seperti kau melepaskan topeng yang menyembunyikan wajahmu." Sia salah tingkah.

"Ya, benar. Kau sudah melepaskan topengmu." Pria itu menyahut membuat Camelia terdiam.

"Aku tidak bermaksud kasar, hanya saja kau seperti kehilangan dirimu, Mel. Aku tahu artis adalah profesimu dan mereka semua menuntut mulai untuk selalu tampil sempurna. Tetapi bukankah sebaiknya kau menjadi dirimu sendiri?"

"Diriku  … sendiri?"

"Ya. Aku rasa yang selama ini tampil di media mungkin bukan dirimu yang sebenarnya. Terbukti setelah aku mengambil pekerjaan ini banyak sekali yang aku pahami tentangmu dan semua yang terjadi di sekelilingmu. Dan yang paling mencolok adalah bagaimana kerasnya usahamu untuk menutupi banyak hal. Terutama soal kepribadianmu. Aku rasa itu sangat melelahkan, tapi kau tidak tahu lagi cara yang lain, bukan?"

Camelia terdiam lagi.

"Tapi itu semua hak mu. Terserah kau mau berbuat bagaimana pada tubuhmu. Itu semua milikmu, dan tidak ada yang boleh mendiktemu sama sekali soal itu. Jika kau nyaman melakukannya, maka lakukan saja. Tapi aku rasa hari ini kau lebih baik."

Perempuan itu menatap wajah Junno dan mendengarkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Ah, apa sih aku ini? Tugasku kan hanya mengawali saja. Kenapa malah ikut campur soal hal lainnya?" Pria itu kemudian mundur dan membiarkan Camelia berjalan terlebih dahulu.

"Tunggu, sepatuku." Dia mengenakan sepatu kets yang kemarin diberikan Junno untuknya.

"High heels mu ke mana?" Junno berkelakar.

"Kalau pakai itu nanti kaki ku lecet lagi. Dan kau benar, kalau jalan-jalan sebaiknya tidak pakai sepatu hak tinggi kan? Memangnya aku ini siapa? Putri kerajaan?" Camelia tertawa, namun Junno tertegun dengan wajah datanya.

Lalu setelah yakin semuanya selesai, mereka pun keluar dari unit tersebut.

***

"Kau tahu, Junn? Rasanya ini lucu." Camelia mendekatkan wajahnya kepada Junno.

"Lucu sebelah mana nya?" Dan pria itu sedikit merunduk untuk menanggapi nya.

"Berjalan di tengah kerumunan seperti ini tanpa ada yang mengenali dan mengejarmu untuk meminta tanda tangan atau berfoto. Ini keren." Camelia terkikik.

Mereka sudah berada di sebuah area yang dipenuhi orang-orang. Car Free Day memang diadakan setiap hari Minggu sehingga sepanjang jalan sejauh beberapa kilo meter tersebut hanya orang-orang saja yang tampak.

Di beberapa tempat tertentu bahkan ada pedagang camilan yang hanya ada pada hari itu saja.

"Keren katamu?"

"Ya. Karena biasanya orang-orang akan mendekat dan memohon banyak hal padamu, tapi  …."

"Kau lelah menghadapinya, heh?"

"Kau benar."

"Bukankah itu bagus? Sebagai orang terkenal, itulah yang kau dapatkan."

"Tapi tidak bagus juga karena semakin hari semuanya semakin terasa mengganggu."

"Mengganggu?"

"Ya." Camelia berpegangan pada lengan kekar sang pengawal.

"Kenapa mengganggu?"

"Karena terkadang mereka keterlaluan." Dia membenahi topi dan maskernya ketika menyadari beberapa pasang mata tampak melirik ke arah mereka.

"Aku ingat. Seperti fans di rilis sinetron mu itu kan?"

"Ya, kau benar. Bukankah itu menakutkan?" Tanpa sadar dia mengeratkan rangkulan tangannya pada lengan Junno.

Pria itu menegakkan kepala, kemudian menatap sekitar. Kewaspadaannya mulai bekerja dan dia kembali pada mode pengawalan.

"Bukan di sini, hahaha." Camelia tertawa. "Tapi di tempat lain. Lagipula wajahku tertutup masker kan? Jadi tidak mungkin ada yang mengenali ku kali ini."

"Hmm  …." Junno menggumam.

"Tenanglah, tenang. Aku rasa aku aman. Tidak ada yang sedang mengintai, kan?" katanya lagi yang dengan perasaan riang tetap berjalan di antara para pelari dan pejalan kaki.


My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang