“Mell, aku pergi dulu sebentar. Ada sesuatu yang harus aku urus.” Junno menundukkan tubuh di samping Camelia yang masih terlelap.
“Mmm ….” Perempuan itu hanya menggumam.
“Baiklah, tidur lagi saja.” Junno mengecup pelipisnya kemudian dia segera pergi meninggalkannya yang tetap meringkuk di bawah selimutnya.
Dan setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam dari asrama milik Adam, Junno tiba di sebuah tempat makan bernama Joy’s. Tampaknya kafe itu baru saja buka karena keadaannya yang masih cukup sepi.
Dia kemudian menghubungi nomor tanpa nama yang semalam mengirimkan pesan dan memintanya untuk datang ke tempat tersebut sendirian.
“Saya sudah sampai di Joy’s.” Dia berujar.
“Temui aku di belakang, kursi santai dekat pohon palem.” Suara berat seorang pria terdengar dari seberang sana.
Tanpa banyak bicara Junno segera menuju tempat yang dimaksud. Dan di sanalah dia, pria paruh baya yang tengah menikmati secangkir kopi.
Junno mengerutkan dahi saat mengenal sosok itu sebagai ayahnya Camelia. Meski ragu, tapi dia tetap mendatanginya.
“Selamat pagi, Pak?” sapanya setelah jarak mereka sudah cukup dekat.
“Hmm … duduklah.” Tanpa memalingkan wajah Sigit meletakkan cangkir kopinya.
“Pesanlah sesuatu, dan mengobrol lah denganku.” katanya lagi, dan Junno tidak mengatakan apapun selain menurut. Dia ingin tau apa yang akan pria itu lakukan dengan meminta bertemu.“Kau serius mau menikahi putriku?” Sigit memulai percakapan setelah pelayan mengantarkan pesanan Junno.
“Pernikahannya dua hari lagi, Pak. Bagaimana itu tidak serius?” Dia menjawab tanpa rasa canggung meski tau dari informasi yang Adam berikan bawa pria bernama Sigit Pradana di depannya adalah seorang pimpinan sebuah perusahaan BUMN.
“Hmm … kau yakin dalam waktu sesingkat itu benar-benar sudah mengenalnya dan mantap untuk menikahi dia?”
Junno terdiam sebentar menatap wajah datar pria yang kini dikenalnya sebagai ayah kandung dari Camelia.
“Kau tidak peduli dengan skandal yang dia ciptakan? Kau tidak malu?”
“Skandal itu bukan urusan saya, Pak. Selagi Camelia mau berubah, mengapa saya harus malu?”
“Kau ini naif atau bodoh? Yang kau hadapi bahkan bukan pejabat rendahan, dia itu Bima Adipura.”
“Lalu? Dia masih manusia biasa sama seperti kita. Dan selagi masih ciptaan Tuhan, apa yang harus saya takutkan?” Junno terdengar begitu mantap mengucapkan hal tersebut. Semua data dan sepak terjang orang-orang di sekeliling Camelia bahkan sudah ada dalam genggamannya sehingga dia bisa mengambil ancang-ancang untuk mengantisipasi segala kemungkinan.
“Kedengarannya kau yakin sekali.”
“Saya tidak pernah seyakin ini, Pak. Bahkan ketidak adaan restu dari keluarga Camelia pun tidak akan menghalangi saya untuk tetap menikahinya.”
Sigit menatap wajah tegas milik Junno.
“Lagipula … dia sedang mengandung anak kami, jadi … tidak ada alasan bagi saya untuk mundur.” Pria itu melanjutkan yang membuat kedua bola maya Sigit terbelalak dengan sempurna.
“Tidak usah terkejut seperti itu, Pak. Bukankah sudah menjadi rahasia umum soal bagaimana hubungannya dengan Bima? Saya rasa kehamilannya setelah bersama saya itu bukanlah masalah besar.” Junno menyandarkan punggungnya pada kepala kursi. “Tapi saya akan bertanggung jawab sepenuhnya untuk kehidupan Camelia, maka dari itu saya akan menikahinya.” Dia menyalakan sebatang rokok yang diambil dari bungkusnya tanpa merasa segan sedikitpun terhadap pria syah secara hukum nanti akan menjadi mertuanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hot Bodyguard
RomanceJunno yang baru saja bebas dari penjara setelah 3 tahun menjalani hukuman karena melakukan penembakan terhadap selingkuhan istrinya, tahu-tahu ditawari pekerjaan oleh sahabatnya, Adam. Yakni menjadi pengawal bagi seorang aktris, Camelia Abigail yang...