75. Suasana

1K 148 21
                                    

“Kau bilang kita mau pulang hari ini?” Mereka berdua keluar dari rumah dan memilih berjalan-jalan untuk menikmati suasana pagi di perkampungan tersebut.

“Mungkin nanti sore saja, sayang juga ibu kalau ditinggal sekarang.” Pria itu mengangguk pada beberapa orang dikenal yang menyapanya.

“Iyalah. Masa setelah bertahun-tahun tidak pulang kau hanya mampir sebentar saja?”

“Itu maksudku. Kenapa? Kau masih betah ya?” Pria itu meraih tangan Camelia saat beberapa anak kecil berlarian melewati mereka.

“Ya, di sini menyenangkan.”

“Mbak Camelia!!” Beberapa orang dewasa yang mereka lewati pun menyapa, yang Camelia balas dengan lambaian tangan.

“Karena mereka mengenalimu?”

“Bukan.”

“Lalu karena apa?”

“Karena orang-orang di sini tidak berlebihan.”

Junno mengerutkan dahi.

“Kau lihat orang-orang tadi? Aku ingat mereka yang menemui kita di rumah semalam, tapi setelah itu mereka tidak bersikap seolah aku ini orang terkenal. Padahal kalau di Jakarta, jalan-jalan seperti ini sudah sangat membahayakan.”

“Memang.” Junno tertawa.

“Dan sepertinya ini akan jadi tempat pulang kampung yang menyenangkan di hari raya nanti.” Ekspresi pada wajahnya tampak ceria dan Junno senang melihatnya.

“Memangnya kau mau pulang kampung kalau lebaran?” Lalu dia bertanya.

“Tentu saja, bukankah semua orang melakukannya?”

“Sebagian besar, ya.”

“Dan aku mau jadi bagian itu.” Perempuan itu merangkul lengan kekar Junno dengan mesra sehingga tak sedikit dari orang-orang yang mereka lewati memperhatikan, sedangkan Junno hanya mengulum senyum.

“Mampir dulu, Mas Junn. Kita makan.” Seorang warga yang tengah berada di sebuah tempat makan tak jauh dari lapangan bermain memanggilnya.

Junno dan Camelia menoleh kemudian saling pandang untuk beberapa saat.

“Mau ke sana?” Lalu pria itu menawarkan.

“Boleh, sepertinya seru.” Camelia setuju, lalu keduanya segera menghampiri orang-orang tersebut.

“Saya nggak nyangka lho, kalau yang Mas Junn bawa pulang ini benar-benar Mbak Camelia.” Seorang ibu yang duduk di depannya memulai percakapan.

“Saya juga tidak menyangka kalau bisa bawa dia pulang.” Dan Junno menanggapinya.

“Ah, Mas Junn ini bisa aja.” Mereka pun tertawa. “Jadi, Mbak Camelia ini sedang liburan? Kok bisa ikut pulang? Atau karena peran di sinetronnya sudah diganti sama orang lain ya?” celetuk yang lainnya membuat Junno dan Camelia saling pandang.

“Tau sih soal kasus itu, tapi masa langsung dipecat sih?” Seorang di sampingnya menimpali.

“Namanya juga dunia hiburan, Bu. Kalau sudah tidak menghibur ya disingkirkan. Diganti dengan yang lebih menghibur.” Junno yang menjawab pertanyaan tersebut.

“Sayang banget, padahal karakter itu lebih cocok kalau Mbak Mell yang peranin. Feel nya dapet banget gitu. Yang sekarang nggak pas.” Dan seorang ibu muda di antara mereka pun menambahi, membuat orang-orang di sekitarnya mengangguk-angguk tanda setuju.

“Iya, iya. Sinetronnya jadi nggak seru. Monoton gitu, yang ganti aktingnya datar. Jadi males nonton saya.”

Camelia terdiam.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang