86. Kedatangan Ibu

913 165 16
                                    

Junno bergegas membuka pintu saat beberapa kali terdengar bunyi bel. Dia baru saja turun dari kamarnya setelah mengantarkan makanan untuk Camelia.

“Ibu, Bapak?” Tentu saja dia terkejut saat mendapati keberadaan kedua orang tuanya di depan pintu. “Kapan sampai? Kenapa tidak mengabari?” Dia segera menyalami mereka.

“Kalau mengabari nanti kamu banyak alasan, Junn.” Surati dengan wajah masam. Dia lantas melangkah masuk sambil menatap sekeliling rumah yang dikabarkan sebagai milik putranya tersebut, sedangkan Junno menatap Adam yang mengikuti mereka di belakang.

“Maaf, kawan. Aku tidak bisa menolak permintaan ibumu waktu menyuruh menjemput mereka di stasiun.” Dia menepuk pundak Junno dengan raut sedikit menyesal.

“Di mana Camelia? Surati mencari keberadaan menantunya.

“Di atas, Bu. Sedang tidur.”

“Tidur? Jam segini?” Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua siang.

“Ya. Kehamilannya membuat dia tidak bisa melakukan apa-apa.” Sengaja Junno mengatakannya karena sudah terlanjur juga kedua orang tuanya mengetahui perihal kehamilan Camelia.

“Jadi benar kalau Camelia itu sudah hamil dari sebelum kalian menikah?” Langsung saja Surati bertanya. Karena itulah yang membuatnya tidak bisa tidur selama tiga malam berturut-turut sehingga membuatnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta saja.

“Iya, Bu.” Dan tanpa terbata Junno pun mengaku.

Perempuan itu menghembuskan napas lemah.

“Maaf kalau Ibu kecewa, tapi ….”

“Kamu ini lelaki dewasa, Junn. Kenapa sampai bisa begitu? Ibu tidak habis pikir.”

“Iya, maafkan aku. Tapi masa aku harus membiarkan Camelia begitu saja?”

“Bukan begitu! Memangnya Ibu dan Bapak mengajarkanmu untuk tidak bertanggung jawab? Setiap perbuatan memang ada konsekuensi nya, tapi yang membuat Ibu kecewa adalah perbuatan sebelum itu terjadi.”

Junno terdiam.

“Ugh! Kesal sekali kalau Ibu ingat itu. Seperti abege saja!” Surati menarik ujung telinga Junno kemudian menggerakkannya sehingga kepala sang anak berguncang.

“Aduh, Bu! Ampunn! Sakit!” Junno pun berteriak.

“Ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelakuanmu. Sudah dewasa tapi bertindak sembarangan! Kecewa Ibu ini! Apa tidak bisa menahan sampai menikah?” Dia tak melepaskan telinga anaknya.

“Sudah, Bu. Sudah! Sakit! Aku minta maaf karena membuat Bapak dan Ibu kecewa, tapi mau bagaimana lagi ….”

“Ibu? Bapak?” Tiba-tiba saja Camelia muncul saat mendengar kegaduhan di lantai bawah. Dan setelah dia mengetahui siapa yang datang segera saja menghambur untuk memeluk Surati dan Abyaksa.

“Kapan sampai? Kenapa aku tidak tahu?” Wajahnya tampak gembira menerima kedatangan kedua mertuanya, dia bahkan hingga dua kali memeluk Surati karena saking bahagianya.

“Kenapa Ibu menjewer Junno? Jangan, Bu.” Perempuan itu menarik tangan Suarti dari telinga Junno. “Kasihan dia kelelahan. Baru selesai membereskan rumah dan membuatkan makanan untukku,” lanjutnya yang memeriksa telinga suaminya yang memerah.

“Apa?” Mendengar hal itu membuat Surati terperangah.

“Iya. Keadaanku kurang baik. Jadi ….” Camelia menggantung kata-katanya. Dia mengira jika ini pasti ada hubungannya dengan kehamilannya seperti yang didengarnya barusan.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang