Camelia keluar dari toilet setelah dia menyelesaikan urusannya, tanpa menyadari apa yang tengah terjadi di ruangan besar nan temaram itu beberapa saat sebelumnya.
Dan dia masih merapikan rambut beserta pakaiannya ketika mendengar teriakan Junno dari seberang sana.
"Mell?"
Perempuan itu mendongak.
Dia terkesiap ketika mendapati si pengawal yang hampir melesat ke arahnya, namun di saat yang bersamaan seseorang dari samping yang melihat keberadaannya juga dengan cepat berlari dan segera mendapatkannya.
"Junn!" Camelia memekik ketika pria yang menggenggam sebuah pistol mencengkram tubuhnya, dan mengarahkan ujung senjata api tersebut ke lehernya.
"Junno!" Dia meronta untuk melepaskan diri.
"Hentikan pengepungan atau perempuan ini mati!" Pria dengan topi hitam tersebut berteriak. Dia memeluk pinggang Camelia dengan kencang agar perempuan itu tak mudah melepaskan diri.
Suaranya jelas terdengar karena musik sudah berhenti dan orang-orang menyingkir ke sisi lain.
Lalu tak berapa lama muncul beberapa pria berpakaian preman lengkap dengan senjata mereka.
"Hentikan pengepungan dan biarkan kami pergi, atau aku ledakkan kepala perempuan ini!" ulang pria tersebut yang menekan ujung pistol lebih kencang di leher Camelia.
Junno tampak membeliak, dan tubuhnya seperti membeku ketika menatap adegan tersebut. Sementara otaknya berputar keras mencari cara untuk merebut perempuan itu.
"Junn!" Tubuh Camelia bergetar dan dia hampir menangis merasakan senjata api itu yang menempel di lehernya. Dan kedua tangannya masih berusaha melepaskan tangan pria itu dari tubuhnya.
"Jatuhkan senjatamu, lepaskan perempuan itu, dan negara akan mengampunimu." Salah seorang dari pria tinggi di seberangnya berujar. Sementara yang lainnya menggiring pada pengunjung yang panik untuk keluar dari klub.
"Hentikan pengepungan, kataku!" Namun pria misterius itu pun tetap melayangkan ancaman.
"Jatuhkan senjata, dan kau akan dapat pengampunan! Atau kami tidak akan segan untuk menghukummu dengan hal yang paling berat."
"Hentikan pengepungan!" Pria itu mencengkram Camelia lebih kuat hingga perempuan itu mulai merasa sesak.
Junno menajamkan penglihatan. Dan sebagai penembak jitu, matanya dengan jeli dapat melihat pergerakan terkecil sekalipun yang dilakukan pria di depan.
Tangannya tampak bergetar, dan dia sepertinya ragu menekan pelatuk pada pistol. Sehingga Junno menangkap sebuah tanda jika mungkin saja pria itu tidak akan benar-benar menembak Camelia jika seseorang merangsek ke dekat mereka.
Dan benar saja, todongan senjatanya dia alihkan ke arah depan ketika Junno membuat pergerakan.
"Berhenti!" katanya, yang membuat Junno mengangkat kedua tangannya di atas kepala agar pria itu dapat melihat jika tak ada bahaya yang tengah mengintainya.
"Ayolah, lepaskan dia!" Junno berucap.
"Apa pun masalah kalian selesaikan saja diluar secara pribadi, bukannya malah baku tembak di sini. Orang-orang sedang mencari hiburan." Dia melanjutkan.
"Dia tidak tahu apa-apa, maka lepaskanlah!" Junno perlahan maju.
"Katakan kepada rekanmu untuk menghentikan pengepungan. Maka aku pun akan melepaskannya!" Pria itu menjawab.
Junno menoleh ke belakang, di mana pria-pria yang dia perkirakan adalah polisi itu tengah bersiaga.
"Mereka bukan rekanku, dan aku tak ada urusan denganmu." Junno menjelaskan.
"Omong kosong!" Namun pria itu malah menodongkan senjata ke arah Junno.
"Percayalah! Urusanku hanya dengan perempuan ini, dan kau harus melepaskannya. Kalau tidak …."
"Cepat lakukan apa yang aku katakan, sialann!" Pria tersebut benar-benar menarik pelatuk dan membuat Junno bersiap untuk menerima tembakan yang mungkin akan terjadi padanya.
Namun yang terjadi adalah hanya terdengar bunyi 'klik' saja dari pistol tersebut tanpa memuntahkan pelurunya.
Tentu saja membuat Junno memanfaatkan hal tersebut dengan segera melesat sambil melayangkan pukulan pada wajah pria itu, bersamaan dengan dirinya yang menarik Camelia dari cengkramannya.
Dia bertarung memperebutkan perempuan itu yang hampir kembali ditarik untuk dijadikan sandra, namun kecakapannya dalam bela diri terbukti mampu mempertahankan Camelia dan melumpuhkan pria misterius tersebut.
Tetapi tak lama setelah itu tembakan kembali terdengar dari arah lain, yang dibalas oleh pria-pria di belakangnya. Dan Junno menarik Camelia untuk merendahkan tubuh mereka di lantai.
Dia bahkan dengan sengaja menindihnya untuk melindungi perempuan itu dari tembakan yang mungkin akan terjadi kepadanya.
Lalu di saat yang bersamaan dia menarik pistol yang selalu terselip di pinggangnya, kemudian mengarahkan ke tempat yang dia perkirakan tembakan itu berasal.
Mata elangnya membidik di keremangan klub yang riuh karena teriakan para pengunjung kembali bergerma, dengan berhamburannya mereka semua keluar untuk menghindari kericuhan.
Dan ketika matanya menangkap pergerakan, Junno segera menarik pelatuk pada G2 Combat Call 9mm nya sehingga benda itu memuntahkan peluru nya yang melesat se parsekian detik hingga menghujam kepala salah satu di antara mereka yang diduga sebagai komplotan entah jaringan apa.
Dia kemudian menyasar pada sudut lainnya dan menemukan pergerakan lagi. Kemudian hal yang sama dilakukannya tanpa menunggu.
Dan tiga nyawa tumbang di hadapan mereka termasuk pria barusan yang menyandera Camelia, yang kemudian membuat para petugas berpakaian sipil tersebut segera melakukan pergerakan.
Junno masih waspada, dan kedua matanya tetap memindai keadaan. Baru setelah beberapa detik situasi mulai tenang dia menarik tubuhnya.
"Sudah berakhir," katanya yang tidak melepaskan pandangan dari setiap sudut ruangan itu.
"Sudah aman, Mell. Kau bisa …." Dia kemudian menunduk dan menemukan Camelia yang tengah membenamkan wajah di dadanya dengan kedua tangan yang meremat kuat jasnya. Dan perempuan itu belum mau beranjak dari kungkungannya.
"Mell? Kau baik-baik saja?" Dia bertanya, namun Camelia malah melingkarkan kedua tangan di tubuhnya.
"Mell, kau bisa bangun. Keadaannya sudah aman dan mereka …."
Perempuan itu mendongak dan pandangan mereka segera bertemu. Debaran itu kembali terasa dan suasana kini seolah mereka bukan baru saja mengalami baku tembak, melainkan kondisi seperti ini tentu membuat Junno merasa canggung.
"Umm …."
"Maaf? Bisa kalian bangun? Keadaan sudah aman sekarang." Lalu seorang pria mendekat, membuyarkan lamunan kedua insan tersebut.
Junno dan Camelia mendongak, dan mendapati seorang pria berompi anti peluru berdiri di dekat mereka.
"Anda berdua diminta untuk ikut ke kantor polisi, dan diharapkan bersedia untuk dijadikan saksi atas kasus penggerebekan pengedar nark*ba di tempat ini." katanya.
"Apa?" Camelia dan Junno yang sudah bangkit pun bereaksi.
"Ini misi rahasia kepolisian, tapi tanpa kesengajaan kalian terlibat, dan Anda …." Pria itu menatap Junno. "Harus memberikan keterangan terkait penembakan dan kepemilikan senjata api."
Junno menghembuskan napas keras. "Saya punya izin, Pak. Dan ini berhubungan dengan pekerjaan." Dia pun menjawab.
"Ya, tapi kami tetap harus membawa Anda berdua ke kantor polisi sekarang juga. Hanya untuk memberikan keterangan dan menunjukkan beberapa hal lainnya, jadi saya harap Anda kooperatif untui menjalani prosedur kepolisian."
Junno dan Camelia saling pandang. Tetapi tak ada yang mereka lakukan selain mengikuti arahan pria yang diperkirakan berasal dari pihak kepolisian tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hot Bodyguard
RomanceJunno yang baru saja bebas dari penjara setelah 3 tahun menjalani hukuman karena melakukan penembakan terhadap selingkuhan istrinya, tahu-tahu ditawari pekerjaan oleh sahabatnya, Adam. Yakni menjadi pengawal bagi seorang aktris, Camelia Abigail yang...