94. Situasi

1.4K 164 35
                                    

“Kau sedang menggodaku, hum?”Junno mengikutinya yang berjalan masuk ke dalam kamar, kemudian meraih pergelangan tangannya untuk menghentikan langkah yang dibuat segenit mungkin.

Camelia tertawa dan sesaat kemudian dia pasrah saja membiarkan Junno menariknya ke pelukan.

“Apa yang kau inginkan sebenarnya? Sebentar-sebentar manja, sebentar-sebentar menggoda, tapi sering marah-marah juga. Apa semua ibu hamil seperti ini?” Junno melingkarkan kedua tangannya di pinggang Camelia yang masih tertawa hingga wajahnya mendongak ke atas.

“Katakan! Apa sekarang ini wajahku tampak menyebalkan?” Lalu Junno mengguncangkan tubuh Camelia.

“Tidak!” Camelia menggelengkan kepala.

“Apa? Bisa diulangi?”

Perempuan itu tertawa lagi.

“Katakan!” Membuat Junno merasa gemas melihat tingkahnya.

“Tidak. Malam ini kau tidak menyebalkan.” Lalu kedua tangan dengan jari lentik milik Camelia itu merayap di dada hingga akhirnya memeluk pundak.

“Lalu?” Dan Junno memiringkan kepala untuk melihat wajah cantiknya dalam keremangan.

Wajah itu menjadi semakin cantik saja dan dia merasa tidak tahan jika hanya menatapnya.

“Tidak ada.” Camelia setengah berbisik.

“Tidak ada katamu?”

“Ya, tidak ada.”

“Hmm ….” Kedua bola mata itu saling memindai dan mereka mulai merasakan debaran hebat di dada.

“Hanya aku saja yang sepertinya merindukanmu,” bisik Camelia lagi yang menatap ke dalam manik kelam milik Junno.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat, menikmati suasana dan suara deburan ombak yang samar di kejauhan sana. Napas yang saling berhembus menerpa wajah mereka, lalu setelahnya Junno sedikit menyeret Camelia ke tempat tidur.

Sebenarnya Junno menunggu perempuan itu untuk menolak jika saja gejala kehamilannya yang menyebalkan itu kambuh lagi. Tapi rupanya tak ada reaksi selain kepasrahannya hingga mereka sama-sama sudah berada di tempat tidur.

Junno bahkan sudah menikmati bibir sensualnya yang menggiurkan dan sebelah tangannya sudah menyentuh tubuh Camelia, sementara tangan yang lainnya menopang bobot tubuhnya agar tidak menindih perempuan itu.

Dia menyingkap piyama pendek yang dikenakan oleh Camelia, sehingga terpampanglah perut ratanya yang kini telah berisi janin hasil dari percintaan mereka.

“Katamu aku menyebalkan.” Junno mengecup perut dengan kulit sehalus sutera itu, membuat Camelia menggigit bibir bawahnya dengan keras saat rasa geli mulai merambat.

“Kau bilang aku juga sering membuatmu kesal, lalu sekarang bagaimana?” Tangannya merayap dan mengusap hingga Camelia memejamkan matanya saat desiran hebat kembali menyerang.

Tubuhnya kemudian menegang dan napasnya mulai memburu. Sentuhan Junno memang berhasil membangkitkan gairahnya yang memang sudah terbakar sejak tadi.

“Kau masih kesal padaku, Mell?” ucap pria itu lagi yang kembali mencium perut Camelia, lalu tangan nakalnya kini merayap ke atas dan menemukan gundukkan indah itu yang segera dia remat dengan penuh perasaan.

Camelia mendesah, dan kini tubuhnya benar-benar terjatuh di bawah kuasa Junno. Dia memejamkan mata untuk menikmati perasaan indah ini dengan sepenuh hati.

Pakaian sudah berserakan di lantai dan kedua tubuh telanjang itu sudah saling bertaut, lalu mereka tenggelam dalam gelombang hasrat yang membara. Membakar kesadaran yang kian memudar dan melenyapkan segala rasa selain keinginan untuk bercinta saja.

“Ahh, Junn!” Camelia tersentak setiap kali Junno bergerak, namun kedua tangannya tidak mau melepaskan tubuh kekar pria itu. Cumbuan terus berlanjut hingga meninggalkan jejak-jejak yang kentara di kulit mereka.

Suara-suara erotis terus mengudara mengisi kekosongan kamar pada lewat tengah malam itu, dan getaran pada ranjang mereka pun semakin jelas terasa.

Junno menarik lepas alat tempurnya sejenak dan sempat membuat Camelia terbelalak kecewa karena kesenangan ini terganggu. Tetapi tanpa basa-basi dia segera membalikkan tubuhnya sehingga si pemilik body aduhai yang kerap kali menjadi bahan fantasi para pria itu membelakanginya. Lalu setelahnya dia kembali menerjang.

“Aahh!” Camelia meremat keras sprei di bawahnya sementara Junno pun memegangi pinggul seksinya. Tanpa menurunkan tempo hentakannya dia tetap berpacu untuk menggapai nirwana bersama.

Perempuan itu mulai meracau, sesekali dia mengerang saat merasakan tubuhnya terus bereaksi menerima setiap sentuhan  Junno. Ini menjadi semakin terasa gila saja meski mereka kerap kali melakukannya bahkan sejak sebelum pernikahan.

“Ohh, Junnooo!” Dan erangannya menjadi semakin keras saat gejolak hasrat membabi buta, menghantam seluruh kesadarannya. Ditambah ketika Junno menariknya hingga tubuh sintal Camelia menegak. Disusul sentuhan pada dadanya yang membusung menggoda, dan sesekali beralih pada hal lainnya yang lebih sensitif.

Desahan dan geraman kian terdengar nyaring dan keduanya tidak peduli dengan apa pun selain keinginan untuk melepaskan segala hasrat. Bahkan sesapan dan gigitan-gigitan kecil di pundak tak Camelia hiraukan meski beberapa di antaranya meninggalkan bekas. 

Junno mempercepat hentakannya saat merasakan denyutan di bawah sana menjadi semakin kencang saja. Dan desah rintih Camelia seperti menjadi alunan yang membuatnya semakin bersemangat. Sehingga ketika semua tak lagi dapat ditahan, dia segera menekan dirinya dalam-dalam pada Camelia yang tubuhnya menegang dan bergetar hebat. Lalu membiarkan sesuatu dari inti tubuh mereka memancar dan melebur jadi satu. Diakhiri lenguhan panjang yang menjadi penanda jika pergumulan itu telah usai. Lalu keduanya ambruk dalam posisi masih saling berpelukan.

***

Bima meremat dua kertas yang merupakan surat dari dua pengirim yang berbeda. Dan dengan keterangan berbeda pula.

Satu dari pihak partai yang selama ini mengusungnya menjadi calon kandidat menteri di parlemen, sementara surat satunya lagi berasal dari pengadilan agama, yakni gugatan cerai yang dilayangkan oleh Delisa. Tetapi keduanya memiliki kesamaan, rasa kecewa yang disebabkan oleh skandal nya dengan Camelia.

Dia pun kecewa, tapi bukan itu poin pentingnya. Kehilangan menjadi hal yang bisa dia perkirakan sejak skandal hubungannya dengan Camelia terungkap ke publik. Tapi tidak sampai sejauh ini.

Selama berkarir di dunia politik, dia selalu bisa meredam setiap rumor yang menyeret namanya dengan beberapa artis cantik. Uang dan kekuasaan menjadi hal terkuat yang mampu membungkam apa pun termasuk mempertahankan kedudukannya sebagai wakil rakyat, tapi dulu tak semasif ini. Entah, apa ini ada hubungannya dengan nama Camelia atau orang-orang di belakangnya? Yang pasti, mereka sudah membuatnya hancur hingga berkeping-keping seperti ini. 

Dipecat secara tidak hormat oleh partai, lalu ditinggalkan pendukungnya yang selama ini selalu menjadi kekuatan besar yang bisa membuatnya bertahan selama bertahun-tahun di dunia politik. Tentunya, dengan banyak keuntungan yang didapat, dia juga betah untuk tetap di sana.

“Cari tau di mana mereka sekarang!” Bima berbicara dengan suara rendah tapi masih dapat didengar oleh ajudannya.

“Aku mau mereka merasakan akibatnya karena mengusik ketenanganku.” Matanya fokus menatap layar televisi yang menayangkan rekaman konferensi pers pengakuan Camelia soal skandal yang menjadi buah bibir pada minggu-minggu sebelumnya. 

“Dan Camelia, bawa dia ke hadapanku. Tapi ingat, jangan membuatnya terluka sedikitpun. Untuk yang lainnya, dimusnahkan pun tidak apa-apa.” Dia menyesap rokok di tangan lalu meniupkan asapnya di udara.

“Baik, Pak. Segera dilaksanakan.” Sang ajudan mengangguk kemudian segera mundur dari hadapan tuannya.

“Aku bisa saja kehilangan semuanya. Tapi tidak kau, Camelia. Setidaknya ada hal yang masih bisa ku miliki setelah semuanya kau hancurkan begitu saja.” Gumamnya, lalu kembali menyesap rokoknya dalam-dalam.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang