53. Bertemu Lingga

1.2K 149 32
                                    

"Ini saja, aku menyukainya." Camelia menatap lautan dari balkon villa yang Junno temukan untuknya. Tempatnya berada sejauh beberapa blok dari lokasi syuting dan ini cukup memudahkan baginya. Sehingga begitu syuting sesi pertama selesai, mereka bisa langsung mendapatkan tempat istirahat yang sesuai.

"Baik kalau kau setuju, aku akan meminta Lina melakukan pembayaran kepada pemiliknya."

Perempuan itu menganggukkan kepala.

"Setelah ini aku pulang dan mengambil pakaian dan barang-barang lainnya, kau mau ikut atau menunggu di sini?" tanya Junno setelah mengirimkan pesan kepada Lina.

"Sepertinya menunggu saja, aku lelah." Camelia kembali masuk ke dalam kamar kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Baik, istirahat saja lah. Aku pergi sekarang juga."

Camelia mengangguk lagi sambil melambaikan tangan.

***

Junno memacu kendaraannya untuk kembali ke villa setelah berhasil membawa barang-barang milik Camelia di apartemen. Melewati beragam tempat dengan kesibukannya yang bervariasi. Dia bahkan sempat melewati keramaian yang memang biasanya terjadi pada jam-jam seperti itu di tempat yang terkenal sebagai spot nongkrongnya anak muda Jakarta.

Sedang tenang-tenangnya mengemudi dalam mode santai karena kau lintas juga tengah cukup padat, pria itu dikejutkan oleh kemunculan seorang bocah laki-laki yang entah berasal dari mana, yang tiba-tiba saja sudah berada tepat di depan mobilnya.

Sontak saja, Junno menginjak rem dengan keras sehingga range Rover miliknya berhenti tepat setengah meter di depan anak itu.

"Astaga!" Dia segera turun untuk memeriksa keadaan karena anak tersebut tiba-tiba saja terjatuh kemudian menangis.

"Hey, anak siapa ini?" Junno berteriak kemudian menarik bocah yang diperkirakan berusia dua tahun itu ke trotoar untuk menghindarkannya dari kendaraan lain yang mungkin melintas.

"Mama!!!" Anak itu mulai menangis dan menarik perhatian beberapa orang.

"Siapa kamu, Nak? Mengapa di jalan sendirian? Di mana ibumu?" tanya Junno pada anak dalam dekapan.

Dia menatap sekeliling, namun tak menemukan siapa pun yang mencari anak itu. Hanya orang-orang saja yang menatapnya dengan dengan raut heran tanpa menunjukkan rasa peduli.

"Siapa namamu? Ayo kita cari ibumu?" Pria itu bertanya lagi, dan dia hampir saja kembali ke mobilnya ketika seorang perempuan berteriak dari belakang.

"Denis?" Yang membuat Junno kemudian menoleh ke asal suara.

Pria itu terkesiap ketika menemukan wajah yang sepertinya dia kenal berlari mendekat, dan hal yang sama pun tampak pada sosok tersebut.

"Mas Junno?" ucap perempuan berseragam produk minuman setelah jaraknya cukup dekat.

Junno tak langsung merespon, melainkan terdiam untuk beberapa saat menatap sosok itu yang baru pertama kali ditemuinya lagi setelah kurang lebih tiga tahun lamanya.

"Kenapa Denis ada padamu, Mas?" Lingga, yang merupakan mantan istri yang ditemukannya tengah berbagi peluh bersama seorang pria di kamar apartemennya sebelum ia melakukan penembakan dan merenggut nyawanya.

"Denis! kemari, Nak!" Lalu perempuan itu merebut sang anak dari dekapan Junno dengan perasaan takut.

"Mama!" Dan anak itu memeluk lehernya dengan erat setelah berada dalam dekapan ibunya.

"Tidak apa-apa, maafkan Mama." Lingga menepuk-nepuk punggung putranya sambil berjalam mundur untuk menciptakan jarak dengan sang mantan suami.

Rasa takut tentu saja mendominasi, apalagi ketika dia ingat kejadian terakhir yang membuatnya harus menyaksikan hal mengerikan. Saat pria yang beberapa bulan menjadi teman tidurnya harus meregang nyawa di tangan Junno yang waktu itu masih berstatus suaminya. Yang membuat dirinya mengalami depresi selama beberapa bulan berikutnya karena dihantui trauma yang cukup berat.

Lingga segera memutar tubuh dan bermaksud pergi menghindar sebelum akhirnya Junno berbicara kepadanya.

"Dia … anakmu?"

Perempuan itu berhenti, kemudian menoleh ke belakang.

"Dia anakmu dengan pria itu?" Junno memperjelas pertanyaannya.

Lingga terdiam sebentar. Meski rasa takut mendominasi, tetapi melihat sikap mantan suaminya yang tenang membuatnya sedikit merasa aman. Apalagi saat ini mereka berada di keramaian dan tempat terbuka. Tentu pria itu tidak akan berani berbuat macam-macam apalagi mengancam keselamatannya.

"Kalian punya anak?"

Lingga akhirnya menganggukkan kepala. "I-iya, Mas." jawabnya, dan dia mengeratkan pelukan pada putranya.

Junno menahan napas untuk sejenak. Bayangan itu kembali muncul di pelupuk mata ketika dia dengan penuh kemarahan menembakkan pistolnya ke kepala pria yang tengah menggauli istrinya.

***

"Kapan Mas bebas?" Kini mereka berada di depan sebuah mini market. Keduanya duduk berhadap-hadapan dalam keadaan tenang meski sedikit canggung.

Sesekali Lingga menatap stand minuman miliknya yang berada di depan area parkir mini market tersebut, yang dalam satu tahun belakangan menjadi sarananya mencari nafkah.

"Beberapa bulan yang lalu." Junno menyandarkan punggung pada kepala kursi sambil menyesap rokoknya dalam-dalam.

"Tidak lama, ya?" Lingga masih menundukkan kepala karena dia tak berani menatap wajah pria itu, sementara putranya di kursi sebelah tengah asyik menikmati es krim yang Junno belikan untuknya.

"Lumayan. Mungkin apa yang aku lakukan untuk negara dengan hampir mempertaruhkan nyawa membuat hukumannya diperingan." Tak ada nada ragu atau segan dalam nada bicaranya. Seperti biasa, Junno selalu tampil percaya diri menghadapi siapa pun termasuk itu adalah Lingga, perempuan yang sudah menjadi mantan istri begitu dia menghabisi nyawa selingkuhannya.

Perempuan itu terdiam.

"Aku tidak menyangka jika kalian bisa punya anak, sedangkan …."

"Maafkan aku, Mas!" Tiba-tiba saja Lingga menangis sambil menelungkupkan wajahnya di meja.

"Maafkan semua kesalahanku karena telah mengkhianatimu! Maafkan aku!" katanya lagi dengan terisak.

Junno menatapnya dalam diam dengan rokok yang masih mengepulkan asap di tangan. Mendengarkan apa yang perempuan itu ucapkan sampai setelah beberapa menit dia berhenti.

"Maafkan aku, Mas." katanya lagi sambil mengusap air matanya yang masih mengalir di pipi, namun dia sudah mulai tenang.

"Aku hampir saja bunuh diri karena tidak kuat menghadapi permasalahan ini sendirian. Orang tuaku marah dan tak ada siapa pun yang berada di belakangku untuk mendukung sehingga aku tak punya sandaran. Tetapi saat mengetahui jika aku sedang mengandung maka semuanya berubah."

Junno mengepalkan tangannya begitu erat hingga urat-uratnya tampak menonjol. Memang bukan waktunya untuk marah tetapi hal ini memang terdengar kejam untuk diketahui.

"Aku mohon jangan lampiaskan kemarahanmu kepada Denis, Mas. Dia tidak tahu apa-apa." Lingga melanjutkan ucapannya, sementara Junno mendenguskan napas keras setelahnya.

"Sekali lagi aku mohon …."

"Aku tidak ada urusan dengan anak ini." Pria itu memotong kalimatnya seraya mematikan rokok yang masih tersisa.

"Urusanku adalah dengan bajingan yang telah dengan berani menyentuh istriku. Tetapi itu sudah tuntas begitu aku melenyapkannya, bukan?" Dia kemudian bangkit dari tempat duduknya.

"Tapi, jika suatu hari nanti saat dia dewasa dan bertanya soal pria yang telah membunuh ayahnya," Junno melirik pada anak yang masih asyik dengan es krimnya. "Katakan saja bahwa orang itu adalah aku. Akan kutunggu jika dia ingin menuntut balas." Katanya, kemudian dia berjalan ke arah mobilnya sambil kembali mengenakan kaca mata hitamnya.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang